-->

Kisah Cinta I Taro Ana’ Kunjung Barani dengan I Samindara Baine

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Masih ingatkah kita dengan kisah cinta Datu Museng dengan Maipa Deapati?  Itu lho… kisah cinta yang pernah terjadi di tanah Makassar, dimana Datu Museng dan Maipa Deapati, rela mati di tangan kompeni demi mempertahankan cintanya? Ingat bukan?
Sebenarnya, ada kisah lain yang tidak kalah serunya dengan kisah diatas, dan juga konon pernah terjadi tanah Makassar. Kisah tersebut adalah kisah cinta antara I Taro Ana’ Kunjung Barani dengan I Samindara Baine…
Kisah ini memiliki alur cerita yang seru dan kerap menegangkan, karena di dalamnya melibatkan cinta yang rumit, dunia perdukunan, intrik kekeluargaan, dan akhir cerita yang tragis. Tapi karena cerita ini tidak familiar, maka hanya sedikit orang yang tahu. Apalagi kisah ini hanya eksis dalam budaya tutur dengan menggunakan media bahasa lokal, yakni MAKASSAR.
Saya pribadi, menyukai cerita ini karena sejak kecil sering saya jadikan sebagai dongeng pengantar tidur. Jika ada salah seorang sobat blogger yang tergerak hatinya untuk tahu cerita ini, maka saya akan menceritakannya sesuai kemampuan saya dalam menulis. Sengaja saya mengalihbahasakannya ke dalam bahasa Indonesia, agar cerita ini lebih mudah dicerna dan  lebih familiar. Tapi karena saya bukan sastrawan, maka maaf saja jika ceritanya kurang puitis dan terkesan bertele-tele. Hehehe…
Ini dia ceritanya…‼!

Prolog
Di tanah Makassar, di sebuah dusun terasing, seorang pemuda bernama I Taro Ana’ Kunjung Barani hidup dalam kesehariannya bersama kedua orang tuanya. Ia pemuda malas. Sehari-hari Ia hanya tahu bermain gasing dan mengadu ayam jago bersama teman-temannya. Hingga suatu ketika, orang tuanya menegur dan memberi saran:
“Sudah bukan jamannya kamu bermain gasing dan mengadu ayam, Taro. Lebih baik kamu berfikir untuk segera menikah.”
Tapi I Taro tidak menggubrisnya. Bahkan seakan Ia tidak mau tahu dengan usianya yang kian dewasa itu. Ia tetap dengan kebiasaannya. Kalau bukan bermain gasing bersama temannya, pasti mengadu ayam jago. Itu saja kerjanya tiap hari, hingga orang tuanya pun berkali-kali menegurnya dan memintanya untuk menikah.
Suatu hari, karena mungkin sudah bosan dengan teguran. I Taro mengajukan usul bahwa jika benar orang tuanya menginginkan Ia menikah, maka wanita yang cocok dinikainya hanyalah sepupunya, I Samindara Baine. Karena hanya dialah satu-satunya wanita yang tepat dihatinya dan hanya dialah satu-satunya wanita yang membuatnya jatuh cinta.
Bukan karena keinginan I Taro untuk menikah yang membuat orang tuanya berfikir. Tapi karena wanita yang ingin dipersuntingnya lah yang membuatnya ragu. Apakah mungkin sepupunya itu mau menerima lamaran I Taro? Di satu sisi, I Taro hanyalah seorang pemuda malas yang tidak punya kerjaan, di sisi lain sepupunya itu terlalu jelita untuk I Taro. Tapi karena ini kesempatan untuk merubah hidup anak satu-satunya itu, maka di coba tak mengapa…gagal jadi pengalaman…hehehe! Begitulah kira-kira yang ada di pikiran orang tua Taro.
I Samindara Baine adalah seorang gadis berparas cantik. Ia punya banyak teman yang membantunya merias diri, menyisir rambut hitamnya yang lebat dan panjang lurus hingga ke bokong, mencat kuku-kukunya yang panjang dan indah. Wajahnya putih bak bulan purnama. bibirnya yang selalu basah, selaras dengan bentuk hidungnya yang mungil. Bulu matanya lentik, serasi dengan bola matanya yang teduh bersinar. Benar-benar gadis jelita yang menghampiri kesempurnaan. Karena kejelitaannya itulah, sehingga teman-temannya memberinya gelar: I Samindara Baine, si gadis elok hiasan wanita, beranting dua berkalung tiga.
Ke elokan tubuhnya membuat para lelaki di sekitarnya berebut mempersuntingnya. Tapi tak satupun yang diterimanya. Tak terkecuali pinangan I Taro pun di tolaknya mentah-mentah.
Berkali-kali suruhan orang tua Taro, I Unru’ Dae, menemui I Samindara Baine agar dia mau menerima niat baik I Taro, tapi berkali-kali pula ditolaknya mentah-mentah. Bahkan meskipun ditawari dengan harta yang dalam sastra makassar berbunyi:
“Galunga ri Tambakola,
tallung taunga nikatto
sitaunga nipare-pare.
(yang bermakna: sebuah warisan sawah yang cukup luas, membentang dari selatan ke utara, dimana sawah itu dapat di panen hingga 3 tahun lamanya tanpa habis-habis).
Dan juga tawaran warisan moyang:
“Takkang-takkang bulaenna,
Nisungkea namalatto’,
Nisoronga na mangngudada”
(yang bermakna: sebuah tongkat ajaib yang terbuat dari emas).
Tapi toh, I samindara Baine tetap pada pendiriannya. Bahkan dia berkata: “semua tawaran itu, saya juga memilikinya, karena kita berasal dari keturunan yang sama”.

Cinta di Tolak Dukun Bertindak
Putus asa dan merasa dipermalukan, I Taro memutuskan untuk pergi berlayar. Tapi sebelum itu, ia ingin membuat perhitungan terhadap I Samindara Baine. Ia ingin membalas perlakuannya yang keterlaluan itu. Maka Ia segera menemui orang pintar (dukun) di kampungnya untuk memuluskan rencananya.
Meskipun cenderung mustahil dan tidak masuk di akal, persyaratan magic mesti dipenuhi I Taro agar  rencananya berjalan lancar. Syaratnya adalah Ia harus menemukan sebatang pohon pinang yang tumbuh sendirian dan yang berbuah satu biji. Disamping itu, jika pohonnya sudah ditemukan, maka pohon pinang tersebut harus dipanjat membelakang dan buahnya dipetik dengan kuku bagian belakang. Buahnya tidak boleh jatuh agar daya magicnya tidak pudar. Setelah itu, buah pinangnya diperlihatkan ke I Samindara Baine agar bisa mempengaruhi jiwanya.
Maka segera I Taro berkeliling kampung, melintasi beberapa sungai, mendaki bukit dan menuruni lembah, hanya sekedar mencari sebuah pohon pinang yang menjadi syarat dari si dukun. Dan walhasil, setelah beberapa hari kemudian, pohon yang dicarinya ditemukan juga... Setelah memenuhi syarat-syarat panjat dan cara petiknya, buah pinang berhasil didapat dan dibawa pulang kerumah I Taro.
Adalah I Unru’ Dae, yang diutus untuk membawa buah pinang ajaib tersebut ke rumah I Samindara Baine. Sementara I Unru’ Dae sedang dalam perjalanan, I Taro pun bersiap-siap untuk berangkat berlayar bersama rekan-rekannya. Ia berangkat membawa malu dan rasa kecewa terhadap I Samindara Baine, sepupunya yang dicintainya itu.
Di rumah I Samindara, Unru’ Dae baru saja tiba dengan buah pinang ajaib di tangan. Ia sengaja meminang-minangnya di depan mata I Samindara untuk mengundang perhatian. Dan ternyata siasat itu berhasil. I Samindara tertarik dengan buah pinang itu dan ingin mengambilnya. Tanpa berpikir dua kali, Unru’ Dae segera memberikan pinang itu ke I Samindara dan berpesan, bahwa kado itu adalah pemberian terakhir I Taro sebelum berangkat berlayar.

Buah Pinang Pembawa Petaka
Tidak butuh waktu lama, buah pinang ajaib berhasil merubah pendirian I Samindara Baine. Jiwa kewanitaannya terpengaruhi magic. Dia yang semula begitu tegar untuk tidak menerima lamaran I Taro, berangsur-angsur luluh berganti rasa ingin menyatu dengan sepupunya itu. Bahkan dia menangis dan menyesal karena menolak kehendak suci I Taro. Oleh karena itu, dia tidak rela ketika mendengar bahwa I Taro akan pergi berlayar.
Dengan rasa bersalah dan cinta yang perlahan-lahan mulai tumbuh di hatinya, I Samindara bergegas menuju ke rumah sepupunya itu di dampingi Unru’ Dae. Dia bermaksud melarang kepergian I Taro dan bersedia menerima lamarannya. Atau setidak-tidaknya, mengajaknya bersama-sama pergi mengarungi lautan. Tapi malang tak dapat di tolak, rupanya I Taro sudah ada di bibir pantai, duduk santai di atas perahunya bersama teman-teman setianya, dengan dayung yang siap untuk di kayuh kemana pun I Taro hendak menuju.
Melihat kenyataan itu, I Samindara Baine nekat. Dia bergegas ke pantai, berlari semampunya, menyusul I Taro yang perlahan-lahan sudah mulai bergerak ke laut. Dia sudah tidak peduli dengan rambutnya yang panjang terurai, kusut bermandi debu. Kaki-kaki jenjangnya yang terawat, bukan penghalang untuk terus berlari menyusuri jalan setapak mengarah ke pantai. Hingga ketika dia sampai di bibir pantai, perahu I Taro sudah terlihat mengapung menjauh dan semakin menjauh.
I Samindara terisak melihat orang yang disusulnya kian menjauh. Dia berteriak memanggil-manggil, berharap I Taro dapat mendengarnya dan berbalik menjemputnya untuk bersama-sama mengarungi lautan. Tapi sepertinya suaranya terlalu lembut untuk di dengar di kejauhan sana.
Maka, Dia memutuskan untuk turun ke pantai, berenang sekuatnya, bergerak semampunya. Sesekali tangannya melambai ke arah laut, memanggil-manggil dengan suara yang semakin serak karena tertelan ombak. Hingga akhirnya I Samindara Baine menghilang. Dia tenggelam. Tenggelam bersama suara dan harapannya untuk mengarungi lautan bersama I Taro Ana’ Kunjung Barani. Pemuda malas yang dulu dia kecewakan dan permalukan begitu saja. Barulah beberapa hari kemudian, tubuhnya yang tak lagi jelita itu, ditemukan oleh seorang nelayan sedang terbujur kaku di bibir pantai.

Epilog
di pinggir pantai, tepat dirimbunan pohon talas, tubuh I Samindara Baine terkubur. Dia sudah terbaring dibawah onggokan pasir dan dedaunan talas yang mulai mengering, sampai I Taro tiba dengan membawa kesedihan yang begitu dalam. Ia tidak menyangka kalau gadis yang di cintainya akan melakukan hal yang semacam itu.
I Taro berbalik haluan karena diberitahu oleh seorang nelayan tentang kematian sepupunya itu. Ia bergegas pulang, karena meskipun pernah dikecewakan dan merasa dipermalukan, I Samindara Baine tetaplah gadis pujaan hatinya. Biar bagaimanapun, benih-benih cinta dihatinya masih tertanam kuat. Apalagi setelah ia tahu bahwa penyebab kematiannya adalah karena ego kelelakiannya, maka bertambah sedihlah hati I Taro Ana’ Kunjung Barani.
Kesedihan dan cinta itulah, yang membuat I Taro memutuskan untuk menghunus badiknya. Menghunjam dalam tepat ke jantungnya, hingga ia roboh diatas pusara I Samindara Baine. Tapi sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya, ia masih sempat mengucap kata: “O andikku I Samindara Baine, tatta taua belo-belo bainea, tokeng tallua anting-anting pimbalia. Bukan pacce dan siri’ semata yang membuatku menyusul kepergianmu, tapi karena cinta yang masih tersisa yang mengantar aku rela mati di atas pusaramu. Ri surugapi sallang, napasse’reki Batara…” (sekian).
==========================================

TOKOH ISLAM: Zainab binti Khuzaimah

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



=Zainab binti Khuzaimah (Wafat 1 H)=
Nama lengkap Zainab adalah Zainab binti Khuzaimah bin Haris bin Abdillah bin Amru bin Abdi Manaf bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah al-Hilaliyah. Ibunya bemama Hindun binti Auf bin Harits bin Hamathah.

Berdasarkan asal-usul keturunannya, dia termasuk keluarga yang dihormati dan disegani. Tanggal lahirnya tidak diketahui dengan pasti, namun ada riwayat yang menyebutkan bahwa dia lahir sebelum tahun ketiga belas kenabian. Sebelum memeluk Islam dia sudah dikenal dengan gelar Ummul Masakin (ibu orang-orang miskin) sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Thabaqat ibnu Saad.

Gelar tersebut disandangnya sejak masa jahiliyah. At-Thabari dalam kitab As-Samthus-Samin fi Manaqibi Ummahatil Mu’minin pun diterangkan bahwa Rasulullah menikahinya sebelum beliau menikah dengan Maimunah, dan ketika itu dia sudah dikenal dengan sebutan Ummul-Masakin. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa Zainab binti Khuzaimah terkenal dengan sifat murah hatinya, dermawanannya, dan sifat santunnya terhadap orang-orang miskin. Sifat tersebut sudah tertanam dalam dirinya sebelum memeluk Islam walaupun pada saat itu dia belum mengetahui bahwa orang-orang yang baik, penyantun, dan penderma akan memperoleh pahala di sisi Allah.

Keislaman dan Pernikahannya
Zainab binti Khuzaimah. termasuk kelompok orang yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan wanita. Yang mendorongnya masuk Islam adalah akal dan pikirannya yang baik, menolak syirik dan penyembahan berhala dan selalu menjauhkan diri dari perbuatan jahiliyah.

Para perawi berbeda pendapat tentang nama-nama suami pertama dan kedua sebelum dia menikah dengan Rasulullah. Sebagian perawi mengatakan bahwa suami pertama Zainab adalah Thufail bin Harits bin Abdul-Muththalib, yang kemudian menceraikannya. Dia menikah lagi dengan Ubaidah bin Harits, namun dia terbunuh pada Perang Badar atau Perang Uhud. Sebagian perawi mengatakan bahwa suami keduanya adalah Abdullah bin Jahsy.

Sebenarnya masih banyak perawi yang mengemukakan pendapat yang berbeda-beda. Akan tetapi, dari berbagai pendapat itu, pendapat yang paling kuat adalah riwayat yang mengatakan bahwa suami pertamanya adalah Thufail bin Harits bin Abdil-Muththalib. Karena Zainab tidak dapat melahirkan (mandul), Thufail menceraikannya ketika mereka hijrah ke Madinah. Untuk memuliakan Zainab, Ubaidah bin Harits (saudara laki-laki Thufail) menikahi Zainab. Sebagaimana kita ketahui, Ubaidah bin Harits adalah salah seorang prajurit penunggang kuda yang paling perkasa setelah Hamzah bin Abdul-Muththalib dan Ali bin Abi Thalib. Mereka bertiga ikut melawan orang-orang Quraisy dalam Perang Badar, dan akhirnya Ubaidah mati syahid dalam perang tersebut.

Setelah Ubaidah wafat, tidak ada riwayat yang menjelaskan tentang kehidupannya hingga Rasulullah menikahinya. Rasulullah menikahi Zainab karena beliau ingin melindungi dan meringankan beban kehidupan yang dialaminya. Hati beliau menjadi luluh melihat Zainab hidup menjanda, sementara sejak kecil dia sudah dikenal dengan kelemah-lembutannya terhadap orang-orang miskin. Sebagai Rasul yang membawa rahmat bagi alam semesta, beliau rela mendahulukan kepentingan kaum muslimin, termasuk kepentingan Zainab. Beiau senantiasa memohon kepada Allah agar hidup miskin dan mati dalam keadaan miskin dan dikumpulkan di Padang Mahsyar bersama orang-orang miskin.
Meskipun Nabi mengingkari beberapa nama atau julukan yang dikenal pada zaman jahiliyah, tetapi beiau tidak mengingkari julukan “ummul-masakin” yang disandang oleh Zainab binti Khuzaimah.

Menjadi Ummul-Mukminin
Tidak diketahui dengan pasti masuknya Zainab binti Khuzaimah ke dalam rumah tangga Nabi, apakah sebelum Perang Uhud atau sesudahnya. Tapi yang jelas, Rasulullah menikahinya karena kasih sayang terhadap umatya, walaupun wajah Zainab tidak begitu cantik dan tidak seorang pun dari kalangan sahabat yang bersedia menikahinya. Tentang lamanya Zainab berada dalam kehidupan rumah tangga Rasulullah pun banyak perbedaan pendapat. Salah satu pendapat mengatakan bahwa Zainab memasuki rumah tangga Rasulullah selama tiga bulan, dan pendapat lain delapan bulan. Akan tetapi yang pasti, prosesnya sangat singkat karena Zainab meninggal semasa Rasulullah hidup. Di dalam kitab sirah pun tidak dijelaskan penyebab kematiannya. Zainab meninggal pada usia relatif muda, kurang dari tiga puluh tahun, dan Rasulullah yang menyalatinya. Zainablah yang pertama kali dimakamkan di Baqi.

Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Zainab binti Khuzaimah. dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
===============================================

TOKOH ISLAM: Utsman bin Affan

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



= Utsman bin ‘Affan (Wafat 35 H) =
Nama lengkapnya adalah ‘Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf al-Umawy al-Qurasy. Pada masa Jahiliyah ia dipanggil dengan Abu ‘Amr, dan pada masa Islam nama julukannya (kunyah) adalah Abu ‘Abdillah. Beliau bergelar “Dzunnurain”, dikarenakan beliau menikahi dua puteri Rasulullah SAW, yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Ibunya bernama Arwa’ bin Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin ‘Abdi Syams yang kemudian menganut Islam yang baik dan teguh.


Keutamaannya
Imam Muslim telah meriwayatkan dari ‘Aisyah, seraya berkata: ”Pada suatu hari Rasulullah sedang duduk dimana paha beliau terbuka, maka Abu Bakar meminta izin kepada beliau untuk menutupinya dan beliau mengizinkannya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka). Kemudian Umar minta izin untuk menutupinya dan beliau mengizinkannnya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka), ketika Utsman meminta izin kepada beliau, maka beliau melepaskan pakaiannya (untuk menutupi paha terbuka). Ketika mereka telah pergi, maka aku (Aisyah) bertanya: ”Wahai Rasulullah, Abu Bakar dan Umar telah meminta izin kepadamu untuk menutupinya dan engkau mengizinkan keduanya, tetapi engkau tetap berada dalam keadaan semula (membiarkan pahamu terbuka), sedangkan ketika Utsman meminta izin kepadamu, maka engkau melepaskan pakaianmu (dipakai untuk menutupinya)." Maka Rasulullah menjawab, ”Wahai Aisyah, Bagaimana aku tidak merasa malu dari seseorang yang malaikat saja merasa malu kepadanya”."

Ibnu ‘Asakir dan yang lainnya menjelaskan dalam kitab “Fadhail ash Shahabah” bahwa Ali bin Abi Thalib ditanya tentang Utsman, maka beliau menjawab: ”Utsman itu seorang yang memiliki kedudukan yang terhormat yang dipanggil dengan Dzunnurain, dimana Rasulullah menikahkannya dengan kedua putrinya."

Perjalanan Hidupnya
Perjalanan hidupnya yang tidak pernah terlupakan dalam sejarah umat islam adalah beliau membukukan Al-Qura’an dalam satu versi bacaan dan membuat beberapa salinannya yang dikirim kebeberapa negeri negeri Islam. Serta memerintahkan umat Islam agar berpatokan kepadanya dan memusnahkan mushaf yang dianggap bertentangan dengan salinan tersebut. Atas Izin allah SWT, melalui tindakan beliau ini umat Islam dapat memelihara ke autentikan Al-Qur’an samapai sekarang ini. Semoga Allah membalasnya dengan balasan yang terbaik.

Diriwayatkan dari oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnadnya dari yunus bahwa ketika al Hasan ditanya tentang orang yang beristirahat pada waktu tengah hari di masjid ?. maka ia menjawab, ”Aku melihat Utsman bin Affan beristirahat di masjid, padahal beliau sebagai Khalifah, dan ketika ia berdiri nampak sekali bekas kerikil pada bagian rusuknya, sehingga kami berkata, ”Ini amirul mukminin, Ini amirul mukminin..”

Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam kitabnya “Hulyah al Auliyah” dari Ibnu Sirin bahwa ketika Utsman terbunuh, maka isteri beliau berkata, ”Mereka telah tega membunuhnya, padahal mereka telah menghidupkan seluruh malam dengan Al-Quran”.

Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, seraya ia berkata dengan firman Allah: “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Qs Az-Zumar : 9) yang dimaksud adalah Utsman bin Affan.

Wafatnya
Ia wafat pada tahun 35 H pada pertengahan tasyriq tanggal 12 Dzulhijjah, dalam usia 80 tahun lebih, dibunuh oleh kaum pemberontak (Khawarij).
============================================

Apa Itu Israiliyyat?

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Pengertian Israiliyyat
Secara etimologis, Israiliyyat merupakan bentuk jamak dari kata Israiliyyah, sebuah nama yang dinisbahkan kepada kata Israil (bahasa Ibrani) yang berarti ‘Abdullah (hamba Allah). Dalam pengertian lain, Israiliyyat dinisbahkan kepada Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim. Terkadang Israiliyyat identik dengan yahudi, kendati sebenarnya tidak demikian. Bani Israil merujuk kepada garis keturunan bangsa, sedangkan Yahudi merujuk pada pola pikir, termasuk di dalamnya agama dan dogma. Menurut az-Dzahabi, perbedaan Yahudi dan Nasrani, bahwa yang disebut terakhir ini ditujukan kepada mereka yang beriman kepada risalah Isa as. Dua kelompok masyarakat ini menurut Quraish Shihab, yang minimal disepakati oleh seluruh ulama dinamakan Ahl al-Kitab.

Menurut Ahmad Khalil Arsyad, israiliyyat adalah kisah-kisah yang diriwayatkan dari Ahl al-Kitab, baik yang ada hubungannya dengan agama mereka ataupun tidak. Dalam pendapat lain dikatakan bahwa israiliyyat merupakan pembaruan kisah-kisah dari agama dan kepercayaan non-Islam yang masuk ke jazirah arab islam yang dibawa oleh orang-orang yahudi yang semenjak lama berkelana ke Arab Timur menuju Babilonia dan sekitarnya, sedangkan Barat menuju Mesir.

Pada mulanya, perkataan israiliyyat itu menunjuk pada kisah yang diriwayatkan dari sumber Yahudi. Akan tetapi para ulama tafsir dan hadits mengatakan, pengertian israiliyyat lebih dari itu. Israiliyyat adalah semua cerita lama yang bersumber dari Yahudi, Nasrani, atau cerita lain yang masuk ke dalam tafsir dan hadits, termasuk juga cerita baru yang dimasukkan oleh musuh-musuh Islam, baik yang datang dari Yahudi, Nasrani, atau yang lainnya, untuk merusak aqidah islam dan kaum muslimin.

Secara terminologi, Israiliyyat merupakan budaya Yahudi yang bersumber dari Taurat dan Zabur, termasuk seluruh keterangannya yang penuh dengan cerita dongeng dan khurafat serta batil, yang mereka kembangkan dari masa ke masa.

Yahudi adalah sebutan bagi bani Israil. Ketika Nabi Muhammad SAW Isa lahir pengikutnya disebut nasrani. Yahudi dan Nasrani keduanya disebut Ahl Kitab yang ada hubungannya dengan ajaran-ajaran agama mereka maupun yang tidak ada hubungannya.

Masuknya orang Yahudi dan Nasrani ke dalam lingkungan Islam, baik sebagai muslim ataupun dzimmi membantu tersebarnya Israiliyyat dikalangan umat islam. Akibatnya setelah tiba di zaman pembukuan Tafsir Al Quran, banyak Israiliyyat yang terbukukan dalam tafsir. Tetapi bukan sebagai sumber hukum dan aqidah, tetapi sebagai ilustrasi atau istisyhad, khususnya tentang kisah-kisah Nabi Muhammad SAW keturunan Bani Israil. Sekalipun ada Israiliyyat yang dibenarkan namun pada umumnya mengandung kebatilan dan nilai-nilai yang tidak islami.

Sejarah Timbulnya Israiliyyat
Pada saat Islam berkembang banyak bangsa yang masuk islam dengan berbagai latar belakang sosial maupun budaya. Ada yang masuk islam dengan ikhlas dan kesadarannya, tetapi ada pula yang di dorong oleh motivasi tertentu. Penegasan maksud-maksud tertentu itu dijelaskan dalam ayat al-Qur’an: “orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka” (QS. Al Baqoroh 2:120).

Perkembangan Islam sangat pesat di zaman Nabi Muhammad SAW Muhammad SAW dan Khulafaurrasyidin. Pada saat Nabi Muhammad SAW Muhammad SAW wafat, dan pada awal Abu Bakar menjadi khalifah, sudah muncul gerakan Riddah yang menolak ajaran Islam dan kufur dengan motif ingin melepaskan diri dari kekuasaan Islam. Motif ini semakin menjadi-jadi setelah perjalanan politik Islam tidak begitu mulus. Seperti di zaman Nabi Muhammad SAW, terjadi banyak perselisihan, munculnya sektarianisme dan perbedaan pandangan politik, yang menyebabkan perbedaan pandangan dalam teologi. Kontak-kontak tersebut telah mendorong pula lahirnya Israiliyyat. Kemunculan Israiliyyat ini tidak bisa dihindari karena orang-orang Yahudi sejak dahulu kala berkelana ke arah timur menuju Babilonia dan sekitarnya serta ke arah Barat menuju Mesir. Setelah kembali ke negeri asal, mereka bawa pula mermacam-macam berita keagamaan yang dijumpai di negeri-negeri yang mereka singgahi.

Dengan masuknya Ahl Kitab itu ke dalam Islam, maka terbawa pulalah bersama mereka itu kebudayaan mereka tentang berita dan kisah-kisah agama. Ketika mereka membaca kisah-kisah yang terdapat pada Al-Qur’an, maka mereka mengemukakan pula dengan terperinci uraian-uraian yang terdapat di dalam kitab-kitab mereka. Sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW tertegun mendengar kisah-kisah yang dikemukakan oleh Ahl Kitab itu. Namun mereka tetap menurut perintahnya. Janganlah kamu benarkan Ahl Kitab dan jangan pula kamu dustakan. Dan katakanlah, kami percaya kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami. Kadang-kadang terjadi diskusi antara sahabat dengan Ahl Kitab itu, mengenai uraian yang terperinci. Adakalanya sahabat menerima sebagian dari apa yang dikemukakan oleh Ahl Kitab itu selama masalah ini tidak menyangkut akidah dan tidak berhubungan dengan hukum-hukum.

Demikianlah berita-berita yang dibawa oleh orang Yahudi yang telah masuk Islam. Yaitu yang berkaitan dengan Israiliyyat, hal ini sudah terbiasa bagi orang-orang Yahudi dan Nasrani. Berpindahnya Israiliyyat dari orang Yahudi karena orang Yahudi banyak yang bergaul dengan orang islam, semenjak permulaan Islam hijrah ke Madinah. Sahabat tidak ada yang mengambil berita terperinci dari Ahl Kitab, kalau ada jumlahnya itu sedikit sekali, atau jarang terjadi.

Sumber-Sumber Israiliyyat
Ada beberapa sumber tentang israiliyyat dalam tafsir al-Quran yang di duga keras banyak mengambil cerita-cerita israiliyyat, di antaranya:

Jami’ al-Bayan fi Tafsir Alquran
Tafsir ini disusun oleh Ibn Jarir al-Thabari (224-310 H), seorang yang terkenal dalam bidang fiqih dan hadis, di samping ahli tafsir. Namun harus di catat bahwa karya beliau ini banyak terjerumus dalam kesalahan, karena beliau sering menyebutkan dalam kitab tafsirnya riwayat-riwayat israiliyyat yang disandarkan kepada Ka’b al Akhbar, kitab tafsir al-Thabari ini banyak mengandung riwayat-riwayat yang lemah, tertolak dan dha’if[4].

Tafsir muqotil
Tafsir ini disusun oleh Muqotil bin Sulaiman (w. 150 H). tafsir ini terkenal sebagai tafsir yang sarat dengan cerita israiliyyat, tanpa memberikan sanad-sanadnya sama sekali. Di penjelasannya, mana yang hak dan mana yang batil. Al-Dzahabi menemukan kejanggalan dalam tafsir ini, karena hanya sedikt saja yang diberikan isnad oleh muqotil. Contohnya yang diceritakan dalam tafsir ini hampir merupakan bagian dari cerita khurafat[5].

Tafsir al-Kayaf wa al-Bayan
Penulis tafsir ini ibn Ibrahim al-Tsa’labi al-Naisabury.panggilannya abu ishaq yang wafat tahun 427 H Ia menafsirkan Alquran berdasarkan hadis yang bersumber dari ulama salaf. Sayangnya, dalam manukil sanad-sanad hadis, ia tidak mencantumkan secara lengkap. Tafsir ini membahas nahwu dan fiqih; karena ia seorang pemberi nasehat, maka ia senang dengan kisah-kisah. Oleh karena itu dalam kitab tafsirnya ini banyak cerita israiliyyat yang janggal dan cenderung menyimpang dari kebenaran.

Tafsir Ma’alim al-Tanzil
Tafsir ini ditulis oleh syaikh Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud bin Muhammad al-Baghawiy, menurut Ibn Taimiyah , tafsir ini merupakan tafsir dari ringkasan  karya al-Tsa’labiy, akan tetapi ia menjaga tafsirnya dari hadis-hadis maudhu’ dan pendapat-pendapat yang bid’ah. Namun menurut al-Dzahabi, tafsir ini justru banyak mengandung kebatilan.

Tafsir Lubab al-Ta’wil fi Ma’aniy al-Tanzil
‘Ala al-Din al-Hasan, ‘Ali ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn Am,r ibn Khalil al-Syaibiy (678-741 H.) dikenal penulis dari tafsir al-Lubab ini. Sebagai seorang sufi yang senag memberi nasihat, maka tidak heran (kitab-kitab Samisatiyah) di Damaskus, sehingga bacaannya akan kitab-kitab tersebut mempengaruhi tulisan tafsirnya.

Sebagai kitab lainnya yang disebut sebelumnya, kitab tafsir ini juga banyak menukil cerita-cerita israiliyyat dan tafsir al-Tsa’labiy. Dalam menukilkan israiliyyat tersebut. Ia tidak menggunakan sistem tertentu dan tidak memberi komentar tentang menukarnya cerita-cerita yang dipaparkannya luput dari sanad.

Tafsir Alquran al-Azhim
Tafsir ini populer dengan sebutan tafsir Ibn Katsir, nama terakhir yang dinisbahkan kepada pengarangnya, yaitu Ibn Katsir, kitab tafsir ini dipandang kitab tafsir kedua setelah al-Thabariy. Pengarangnya selalu memperhatikan riwayat-riwayat ahli tafsir Salaf. Di samping itu, ia membicarakan juga kerajihan hadis dan atasar serta menolak riwayat-riwayat yang munkar.

Perbedaannya  dengan tafsir al-Thabariy, bahwa tafsir al-Thabariy ini selalu meningkatkan para pembaca akan keganjilan dan kemunkaran cerita-cerita israiliyyat dalam tafsire bi al-Ma’tsur. Karena Ibn Katsir juga seorang sejarawan, maka hal itu sangat menolongnya dalam memfilter berita.

Pada dasarnya, cerita-cerita Israiliyyat ini terbagi menjadi 3 kategori:

Pertama, berita yang diakui islam dan dibenarkannya.
Contohnya, seperti yang diriwayatkan Bukhari dan periwayat lainnya, dari Ibn Mas’ud RA, ia berkata: “Seorang rabi Yahudi datang menemui Nabi Muhammad SAW seraya berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya kami menemukan bahwa Allah SWT menjadikan seluruh langit di atas satu jari, seluruh bumi di atas satu jari, pepohonan di atas satu jari, air dan tanah di atas satu jari dan seluruh makhluk di atas satu jari, lalu Dia berfirman: ‘Akulah al-Malik (Raja Diraja).” Rasulullah SAW tertawa mendengar hal itu hingga tampak gigi taringnya membenarkan ucapan sang rabi tersebut, kemudian beliau membaca ayat, “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya pada hal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. az-Zumar: 67).

Kedua, berita yang diingkari islam dan didustakannya.
Contohnya, seperti yang diriwayatkan Bukhari, dari Jabir RA, ia berkata: “Orang-orang Yahudi mengatakan: ‘bila suami menyetubuhi isterinya dari arah belakang, maka anaknya akan lahir bermata juling.’ Lalu turunlah Firman Allah SWT: “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. al-Baqarah: 223).

Ketiga, berita yang tidak diakui islam dan tidak pula diingkarinya.
Contohnya, dari Abu Hurairah RA, ia berkata: “Ahl Kitab biasanya membaca Taurat dengan bahasa Ibrani lalu menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada umat Islam. Maka Rasulullah SAW berkata: ‘Janganlah kalian benarkan Ahl Kitab dan jangan pula mendustakannya tapi katakanlah (firman Allah SWT): ‘Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu.” (QS. al-‘Ankabut: 46).

Tetapi berbicara mengenai kategori ketiga, dibolehkan bila tidak khawatir membuahkan larangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Sampaikanlah dariku sekali pun satu ayat, dan berbicaralah mengenai Bani Israil sesukamu. Barangsiapa yang mendustakanku secara sengaja, maka hendaklah ia persiapkan tempat duduknya di api neraka.” (HR. Bukhari).

Kebanyakan berita yang diriwayatkan dari mereka, tidak banyak manfaatnya bagi kepentingan agama, seperti ingin menentukan warna apa anjing yang menyertai Ashabul Kahfi di dalam gua, dan sebagainya.

Adapun bertanya kepada Ahl Kitab mengenai sesuatu dari ajaran agama kita, maka hal itu haram hukumnya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Jabir bin ‘Abdullah RA, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: ‘Janganlah kalian tanyakan kepada Ahl Kitab mengenai sesuatu pun sebab mereka tidak bisa memberi hidayah kepada kalian sementara mereka sendiri telah sesat. Jika kalian lakukan itu, berarti kalian telah membenarkan kebatilan atau mendustakan kebenaran. Sesungguhnya andaikata Musa masih hidup di tengah kalian, pastilah ia akan mengikutiku.”

Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas RA, bahwasanya ia berkata: “Wahai kaum muslimin, bagaimana mungkin kalian bertanya kepada Ahl Kitab, padahal kitab yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW kalian itu adalah semata-mata informasi paling baru mengenai Allah yang tidak pernah lekang. Allah telah menceritakan kepada kalian bahwa Ahl Kitab telah mengganti Kitabullah dan merubahnya lalu menulisnya dengan tangan mereka sendiri. Lalu mereka mengatakan, ‘Ia berasal dari Allah agar mereka membeli dengannya harga yang sedikit. Tidakkah melalui ilmu yang dibawa-Nya, Dia melarang kalian untuk bertanya kepada mereka (Ahl Kitab)? Demi Allah, kami sama sekali tidak pernah melihat seorang pun dari mereka yang bertanya kepada kalian mengenai apa yang telah diturunkan kepada kalian.”

Sikap Ulama Terhadap Israiliyat
Para ulama, khususnya ahli tafsir berbeda pendapat mengenai sikap terhadap Israiliyat ini:
Di antara mereka ada yang memperbanyak berbicara tentangnya dengan dirangkai dengan sanad-sanadnya. Pendapat ini berpandangan bahwa dengan menyebut sanadnya, berarti ia telah berlepas diri dari tanggung jawab atasnya. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Ibn Jarir ath-Thabari.
Di antara mereka ada yang memperbanyak berbicara tentangnya dan biasanya menanggalkan sama sekali sanad-sanadnya. Ini seperti pencari kayu bakar di malam hari. Cara seperti ini dilakukan al-Baghawi di dalam tafsirnya yang dinilai oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah sebagai ringkasan dari tafsir ats-Tsa’alabi. Hanya saja, al-Baghawi memproteksinya dari dimuatnya hadits-hadits palsu dan pendapat-pendapat yang dibuat-buat. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah menyebut ats-Tsa’alabi sebagai seorang pencari kayu bakar di malam hari di mana ia menukil apa saja yang terdapat di dalam kitab-kitab tafsir baik yang shahih, dha’if mau pun yang mawdhu’ (palsu).
Di antaranya mereka ada yang banyak sekali menyinggungnya dan mengomentari sebagiannya dengan menyebut kelemahannya atau mengingkarinya seperti yang dilakukan Ibn Katsir.
Di antara mereka ada yang berlebih-lebihan di dalam menolaknya dan tidak menyebut sesuatu pun darinya sebagai tafsir al-Qur’an seperti yang dilakukan Muhammad Rasyid Ridha. 
=============================================================

TOKOH ISLAM: Khadijah Binti Khuwailid

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Khadijah binti Khuwailid (Wafat 3 H)
Khadijah binti Khuwailid adalah sebaik-baik wanita ahli surga. Ini sebagaimana sabda Rasulullah: “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.” Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan di khususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah SAW., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad penyebaran agama Allah kepada seluruh umat manusia.

Khadijah adalah wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari keluarga terhormat pada lima belas tahun sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin mempersuntingnya. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah pernah dua kali menikah. Suami pertama Khadijah adalah Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan kedua Khadijah adalah dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan perniagaan. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang terkaya di kalangan suku Quraisy.


Wanita Suci
Sayyidah Khadijah dikenal dengan julukan wanita suci sejak perkawinannya dengan Abu Halah dan Atiq bin Aidz karena keutamaan akhlak dan sifat terpujinya. Karena itu, tidak heran jika kalangan Quraisy memberikan penghargaan dan berupa penghormatan yang tinggi kepadanya.

Kekayaan yang berlimpahlah yang menjadikan Khadijah tetap berdagang. Akan tetapi, Khadijah merasa tidak mungkin jika semua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Kondisi itulah yang menyebabkan Khadijah mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan bekerja sama, Khadijah mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khadijah menuju kesuksesan yang gemilang.


Pemuda yang Jujur
Khadijah memiliki seorang pegawai yang dapat dipercaya dan dikenal dengan nama Maisarah. Dia dikenal sebagai pemuda yang ikhlas dan berani, sehingga Khadijah pun berani melimpahkan tanggung jawab untuk pengangkatan pegawai baru yang akan mengiring dan menyiapkan kafilah, menentukan harga, dan memilih barang dagangan. Sebenarnya itu adalah pekerjaan berat, namun penugasan kepada Maisarah tidaklah sia-sia.


Pemuda Pemegang Amanah
Kaum Quraisy tidak mengenal pemuda manapun yang wara’, takwa, dan jujur selain Muhammad bin Abdullah, yang sejak usia lima belas tahun telah diajak oleh Maisarah untuk menyertainya berdagang.

Seperti biasanya, Maisarah menyertai Muhammad ke Syam untuk membawa dagangan Khadijah, karena memang keduanya telah sepakat untuk bekerja sama.

Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang sangat banyak sehingga Maisarah kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda. Maisarah mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebagaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil.

Cerita-cerita tentang Muhammad itu meresap ke dalam jiwa Khadijah, dan pada dasarnya Khadijah pun telah merasakan adanya kejujuran, amanah, dan cahaya yang senantiasa menerangi wajah Muhammad. Perasaan Khadijah itu menimbulkan kecenderungan terhadap Muhammad di dalam hati dan pikirannya, sehingga dia menemui anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang dikenal dengan pengetahuannya tentang orang-orang terdahulu. Waraqah mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu menjadikan niat dan kecenderungan Khadijah terhadap Muhammad semakin bertambah, sehingga dia ingin menikah dengan Muhammad. Setelah itu dia mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad, sehingga akhirnya Muhammad diminta menikahi dirinya.

Ketika itu Khadijah berusia empat puluh tahun, namun dia adalah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui permohonan Khadijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang Khadijah.


Istri Pertama Rasulullah
Allah menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu dengan Khadijah. Ketika itu, usia Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun, sementara Khadijah empat puluh tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh dan harta kekayaan mereka pun tidak sepadan, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang aneh, karena Allah SWT telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.

Khadijah adalah istri Nabi yang pertama dan menjadi istri satu-satunya sebelum dia meninggal. Allah menganugerahi Nabi melalui rahim Khadijah beberapa orang anak ketika dibutuhkan persatuan dan banyaknya keturunan. Dia telah memberikan cinta dan kasih sayang kepada Rasulullah SAW. pada saat-saat yang sulit dan tindak kekerasan dan kekejaman datang dari kerabat dekat. Bersama Khadijah, Rasulullah SAW memperoleh perlakuan yang baik serta rumah tangga yang tenteram damai, dan penuh cinta kasih, setelah sekian lama beliau merasakan pahitnya menjadi anak yatim piatu dan miskin.


Putra-putri Rasulullah SAW
Khadijah melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah serta empat orang anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kaltsum dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki ath-Thayyib (yang baik) dan ath-Thahir (yang suci).

Zainab banyak rnenyerupai ibunya. Setelah besar, Zainab dinikahkan dengan anak bibinya, Abul Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab ini merupakan peristiwa pertama Rasulullah rnenikahkan putrinya, dan yang terakhir beliau menikahkan Ummu Kaltsum dan Ruqayah dengan dua putra Abu Lahab, yaitu Atabah dan Utaibah. Ketika Nabi diutus menjadi Rasul, Fathimah az-Zahra, putri bungsu beliau masih kecil.

Selain mereka ada juga Zaid bin Haritsah yang sering disebut putra Muhammad. Semula, Zaid dibeli oleh Khadijah dari pasar Mekah yang kemudian dijadikan budaknya. Ketika Khadijah menikah dengan Muhammad, Khadijah memberikan Zaid kepada Muhammad sebagai hadiah. Rasulullah sangat mencintai Zaid karena dia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun sangat mencintai Rasulullah. Akan tetapi di tempat lain, ayah kandung Zaid selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat kabar bahwa Zaid berada di tempat Muhammad dan Khadijah. Dia mendatangi Rasulullah SAW untuk memohon agar beliau mengembalikan Zaid kepadanya walaupun dia harus membayar mahal. Rasulullah SAW memberikan kebebasan penuh kepada Zaid untuk memilih antara tetap tinggal bersamanya dan ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama Rasulullah, sehingga disinilah kita dapat mengetahui sifat mulia Zaid.

Agar pada kemudian hari nanti tidak menjadi masalah yang akan memberatkan ayahnya, Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah menuju halaman Ka’bah untuk mengumumkan kebebasan Zaid dan pengangkatan Zaid sebagai anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa tenang. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal itu merupakan adat jahiliyah, sebagaimana firman Allah berikut ini:
”…jika kamu mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah merela sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu…” (QS. At-Taubah : 5).


Pada Masa Kenabian Muhammad SAW
Muhammad bin Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan tenteram di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami. Ketika itu, Rasulullah menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada masa prakenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan dri kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim.

Khadijah sangat ikhlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.

Suatu ketika, seperti biasanya beliau menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–. Beliau sangat gemetar ketika mendengar suara gaib Malaikat Jibril memanggil beliau. Malaikat Jibril menyuruh beliau membaca, namun beliau hanya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan mendekap beliau ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Muhammad sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui.” Rasulullah Muhammad mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari seluruh tubuhnya sehingga beliau kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju rumah. Khadijah melihat beliau dalam keadaan terguncang seperti itu, kemudian memapahnya ke rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi dadanya. “Berilah aku selimut, Khadijah!” Beberapa kali beliau meminta istrinya menyelimuti tubuhnya. Khadijah memberikan ketenteraman kepada Rasulullah dengan segala kelembutan dan kasih sayang sehingga beliau merasa tenteram dan aman. Beliau tidak langsung menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada Khadijah karena khawatir Khadijah menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan beliau belaka.


Pribadi yang Agung
Setelah rasa takut beliau hilang, Khadijah berupaya agar Rasulullah mengutarakan apa yang telah dialaminya, dan akhirnya beliau pun menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Khadijah mendengarkan cerita suaminya dengan penuh minat dan mempercayai semuanya, sehingga Rasulullah merasa bahwa istrinya pun menduga akan terjadinya hal-hal seperti itu.

Sejak semula Khadijah telah yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Allah Yang Maha Besar untuk seluruh alam semesta. Kejadian tersebut merupakan awal kenabian dan tugas Muhammad menyampaikan amanat Allah kepada manusia. Hal itu pun merupakan babak baru dalam kehidupan Khadijah yang dengannya dia harus mempercayai dan meyakini ajaran Rasulullah Muhammad, sehingga Rasulullah mengatakan, “Aku mengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”

Di sinilah tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khadijah. Khadijah telah mencapai derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah dicapai oleh wanita mana pun. Dia telah berkata kepada Rasulullah SAW, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakanmu Engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah orang lain.”

Setelah Rasulullah merasa tenteram dan dapat tidur dengan tenang, Khadijah mendatangi anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang tidak terpengaruhi tradisi jahiliyah. Khadijah menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita mengenai Rasulullah, Waraqah berseru, “Maha Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah dalam genggaman-Nya, kalau kau percaya pada ucapanku, maka apa yang diihat Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan namanya tertulis dalam Taurat dan Injil.” Mendengar kabar itu, Khadijah segera menemui suaminya (Rasulullah SAW) dan menyampaikan apa yang dikatakan oleh Waraqah.


Awal Masa Jihad di Jalan Allah
Khadijah meyakini seruan suaminya dan menganut agama yang dibawanya sebelum diumumkan kepada masyarakat. Itulah langkah awal Khadijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam menyebarkan agama Allah.

Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad SAW. untuk membawa wahyu kedua dari Allah: “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlab kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstsir: 1-7).

Ayat di atas merupakan perintah bagi Rasulullah untuk mulai berdakwah kepada kalangan kerabat dekat dan ahlulbait beliau. Khadijah adalah orang pertama yang menyatakan beriman pada risalah Rasulullah dan menyatakan kesediaannya menjadi pembela setia Nabi. Kemudian menyusul Ali bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah yang sejak kecil diasuh dalam rumah tangga beliau. Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, kemudian Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rasulullah yang ketika itu dijuluki Zaid bin Muhammad. Dari kalangan laki-laki dewasa, mulailah Abu Bakar masuk Islam, diikuti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, az-Zubair ibnu Awam, Thalhah bin Ubaidilah, dan sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi sehingga harus melaksanakan shalat di pinggiran kota Mekah.


Masa Berdakwah Terang-Terangan
Setelah berdakwah secara sembunyi-sembunyi, turunlah perintah Allah kepada Rasulullah untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Karena itu, datanglah beliau ke tengah-tengah umat seraya berseru lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar… Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak dilahirkan.” Seruan beliau sangat aneh terdengar di telinga orang-orang Quraisy. Rasulullah memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan yang satu, bukan Laata, Uzza, Hubal, Manat, serta tuhan-tuhan lain yang memenuhi pelataran Ka’bah. Tentu saja mereka menolak, mencaci maki, bahkan tidak segan-segan menyiksa Rasulullah. Setiap jalan yang beliau lalui ditaburi kotoran hewan dan duri.

Khadijah tampil mendampingi Rasulullah dengan penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya senantiasa membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur. Setiap kegundahan yang Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy selalu didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian dia memotivasi dan menguatkan hati Nabi Muhammad SAW. Bersama Rasulullah, Khadijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang dia harus mengendapkan perasaan agar tidak terekspresikan pada muka dan mengganggu perasaan suaminya. Yang keluar adalah tutur kata yang lemah lembut sebagai penyejuk dan penawar hati.

Orang yang paling keras menyakiti Rasulullah adalah paman beliau sendiri, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah anak-anaknya untuk memutuskan pertunangan dengan kedua putri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Walaupun begitu, Allah telah menyediakan pengganti yang lebih mulia, yaitu Utsman bin Affan bagi Ruqayah. Allah mengutuk Abu Lahab lewat firman-Nya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dan sabut.” (QS. Al-Lahab: 1-5)

Khadijah adalah tempat berlindung bagi Rasulullah. Dari Khadijah, beliau memperoleh keteduhan hati dan keceriaan wajah istrinya yang senantiasa menambah semangat dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarluaskan agama Allah ke seluruh penjuru. Khadijah pun tidak memperhitungkan harta bendanya yang habis digunakan dalam perjuangan ini. Sementara itu, Abu Thalib, parnan Rasulullah, menjadi benteng pertahanan beliau dan menjaga beliau dari siksaan orang-orang Quraisy, sebab Abu Thalib adalah figur yang sangat disegani dan diperhitungkan oleh kaum Quraisy.



Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Kaum Muslimin
Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah SAW, baik itu berupa rayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum Quraisy memutuskan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah, istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas transportasi, komunikasi, dan keperluan sehari-hari lainnya.

Dalam kondisi seperti itu, Rasulullah dan istrinya dapat bertahan, walaupun kondisi fisiknya sudah tua dan lemah. Ketika itu kehidupan Khadijah sangat jauh dan kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian derajat. Khadijah rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi Rasulullah SAW. dan kaum muslimin. Dia sangat yakin bahwa tidak lama lagi pertolongan Allah akan datang. Keluarga mereka yang lain, sekali-kali dan secara sembunyi-sembunyi, mengirimkan makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun, tetapi tidak sedikit pun menggoyahkan akidah mereka, bahkan yang mereka rasakan adalah bertambah kokohnya keimanan dalam hati. Dengan demikian, usaha kaum Quraisy telah gagal, sehingga mereka mengakhiri pemboikotan dan membiarkan kaum muslimin kembali ke Mekah. Rasulullah SAW. pun kembali menyeru nama Allah Yang Mulia dan melanjutkan jihad beliau.


Wafatnya Khadijah
Beberapa hari setelah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit, dan semua orang meyakini bahwa sakit kali mi merupakan akhir dan hidupnva. Dalam keadaan seperti itu, Abu Sufjan dan Abu Jahal membujuk Abu Thalib untuk menasehati Muhammad agar menghentikan dakwahnya, dan sebagai gantinya adalah harta dan pangkat. Akan tetapi Abu Thalib tidak bersedia, dan dia mengetahui bahwa Rasulullah SAW tidak akan bersedia menukar dakwahnya dengan pangkat dan harta sepenuh dunia.

Abu Thalib meninggal pada tahun itu pula, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah SAW. Sebaliknya, orang-orang Quraisy sangat gembira atas kematian Abu Thalib itu, karena mereka akan lebih leluasa mengintimidasi Rasulullah dan pengikutnya. Pada saat kritis menjelang kematian pamannya, Rasulullah membisikkan sesuatu, secepat ini aku kehilangan engkau?

Pada tahun yang sama, Sayyidah Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, kondisi badannya semakin menurun, sehingga Rasulullah semakin sedih. Bersama Khadijah, Rasulullah membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia enam puluh lima tahun, Khadijah meninggal, menyusul Abu Thalib. Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun. Rasulullah sendiri yang mengurus jenazah istrinya, dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalab Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”

Khadijah meninggal setelah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama yang mempercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah. Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
==========================================

TOKOH ISLAM: Umar bin Khattab

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


= UMAR BIN KHATTAB (WAFAT 23 H) =
Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy al-‘Adawy. Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan al-Faruq. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin Muqhirah Makhzumiyah.

= AWAL KEISLAMANNYA =
Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Imam Tirmidzi, Imam Tabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi SAW telah berdo’a, ”Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin Khattab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam”.
Berkenaan dengan masuknya Umar bin Khattab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut:
Anas bin Malik berkata: ”Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya ”Wahai Umar, hendak kemana engkau?,” Maka Umar menjawab, “Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya: ”Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad”.
Lalu orang tadi berkata,” Tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “barangkali keduanya benar telah berpindah agama”. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khattab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.
Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci)”. Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat, ”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (QS.Thaha: 14). Setelah itu Umar berkata,” Bawalah aku menemui Muhammad”.
Mendengar perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:”Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap do’a yang dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin Khattab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.
Lalu Umar berangkat menuju tempat Muhammad SAW, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata, ”Jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah SAW.
Lalu bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin Khattab, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud, seraya berkata, ”Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.”
Umar turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Suyuthi dalam “Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin”.
Rasulullah memberikan gelar al-Faruq kepadanya, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Dzakwan, seraya dia berkata,” Aku telah bertanya kepada Aisyah, “Siapakah yang memanggil Umar dengan nama al-Faruq?”, maka Aisyah menjawab “Rasulullah”.
Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”. Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda, “Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin Khattab orangnya”.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar dia berkata,” Nabi telah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengalirkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar”. Anaknya Umar (Abdullah) berkata, “Apa yang pernah dikatakan oleh ayahku (Umar) tentang sesuatu maka kejadiannya seperti apa yang diperkirakan oleh ayahku”.

= KEBERANIANNYA =
Riwayat dari Ibnu ‘Asakir telah meriwayatkan dari Ali, dia berkata,” Aku tidak mengetahui seorangpun yang hijrah dengan sembunyi sembunyi kecuali Umar bin Khattab melakukan dengan terang terangan”. Dimana Umar seraya menyandang pedang dan busur anak panahnya di pundak lalu dia mendatangi Ka’bah dimana kaum Quraisy sedang berada di halamannya, lalu ia melakukan thawaf sebanyak 7 kali dan mengerjakan shalat 2 rakaat di maqam Ibrahim.
Kemudian ia mendatangi perkumpulan mereka satu persatu dan berkata,” Barang siapa orang yang ibunya merelakan kematiannya, anaknya menjadi yatim dan istrinya menjadi janda, maka temuilah aku di belakang lembah itu”. Kesaksian tersebut menunjukan keberanian Umar bin Khattab Radhiyallahu’Anhu.

= WAFATNYA =
Pada hari rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H ia wafat, ia ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh beliau ditikam oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar dimakamkan di samping Nabi dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.
==========================================