Bahasa Makassar merupakan salah satu bahasa
daerah yang memiliki aksara tersendiri. Keberadaan aksara ini merupakan suatu
berkah dan keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokal, karena dari ratusan
bahasa daerah yang ada di Indonesia, tidak semuanya memiliki aksara seperti yang
dimiliki oleh masyarakat makassar tersebut. Aksara ini sering disebut dengan
AKSARA LONTARA.
Menurut sejarah, aksara lontara pertama kali
dibuat oleh Daeng Pammate pada abad 14 silam. Seorang putra Gowa kelahiran
Lakiung yang hidup pada masa pemerintahan Karaeng Tumapa’risi Kallonna. Ia terkenal
dengan kepandaiannya, sehingga ia diberi amanah oleh Karaeng Tumapa’risi
Kallonna untuk menjabat sebagai syahbandar dan Tumailalang (Urusan Dalam Negeri)
kerajaan Gowa.
Aksara yang dibuat oleh Daeng Pammate
tersebut pada mulanya bernama Lontara Toa atau Lontara Jangang-Jangang, karena
bentuknya yang menyerupai burung (jangang-jangang). Tapi lama kelamaan, karena
terpengaruh dengan budaya Islam yang mulai dianut oleh kalangan istana pada
abad ke 19, maka aksara tersebut mengalami perbaikan dan penyempurnaan menjadi
Lontara Bilang-Bilang seperti yang ada hingga sekarang ini.
Konon, huruf yang dipakai dalam aksara
lontara berasal dari huruf Pallawa (Dewanagari), salah satu turunan huruf
Brahmi Kuno yang berasal dari India. Hal ini tidak mengherankan karena memang Brahmi
Kuno merupakan cikal bakal dari semua aksara di India dan juga di Asia
Tenggara, termasuk di Nusantara (Indonesia).
Menurut anggapan masyarakat Makassar, huruf
lontara dilatarbelakangi oleh suatu kepercayaan atau falsafah “Sulapa’ Appa” (empat
persegi alam semesta), yakni: Butta (tanah), Je’ne (air), Anging (angin), dan
Pepe’ (api). Demikian pula, kemungkinan besar Daeng Pammate menciptakan huruf
lontara karena berangkat dari kepercayaan tersebut.
Dikatakan aksara lontara, karena
huruf-hurufnya ditulis dengan menggunakan daun lontar (siwalan) sebagai
pengganti kertas. Meskipun pada saat itu daun lontar bukan satu-satunya media
yang dapat dijadikan bahan untuk menulis, tapi diyakini hanya daun lontar yang
dapat tahan lebih lama dan lebih mudah disimpan karena tidak banyak makan
tempat.
===============================
Kekayaan budaya Sulawesi Selatan memang tidak ada matinya :)
BalasHapusAksara lontara memang agak mirip dengan huruf aksara India dan Hiragana dari Jepang. Saya bisa menyimpulkan bahwa keberadaan aksara lontara pada aksara Bugis makassar karena perpaduan dari beberapa aksara Hiragana dan aksara India. Ini bisa dibuktikan karena nenek moyang kita senang merantau ke berbagai negeri dibelahan dunia termasuk negeri Gujarat dan india. Saya sangat salut dengan postingan ini. Mudah-mudahan generasi selanjutnya bisa mengembangkan keberadaan bahasa lokal yang nyaris punah sebagai kekayaan budaya Nusantara khususnya yang ada di bumi Sulawesi Selatan. Salamku buat semua pembaca, dari Darwis Razak putra Turatea (Bukit Tengger :Turatea bagian Tenggara)
BalasHapusSaya juga sering nonton film Jepang jaman dulu dan sering menemukan tulisan lontara d setiap papan yg berdepempetan dgn tulisan jepang . Salah satu film yg ada tulisan lontaranya ada d film Jepang berjudul novoland:istana langit
Hapusada di episode berapa itu?
Hapussalama'
BalasHapusKeren banget jadi pengen belajar tulisan bahasa lontarak ini...
BalasHapusKeren!!! Gak nyangka kalo Lontarak dari huruf india
BalasHapusApasih tujuannya untuk menciptakan aksaranya sendiri?
BalasHapus