-->

Benarkah Bermain Catur itu Haram?

Jufri Daeng Nigga | 11:45 AM | |
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Catur adalah sebuah olahraga otak, yang dimainkan oleh dua orang yang saling berhadap-hadapan untuk saling mengalahkan. Olahraga ini biasanya dimainkan di atas papan yang berbentuk persegi, dengan 64 kotak-kotak bujur sangkar diatur dalam grid delapan kali delapan. Dewasa ini, olahraga catur sangat digemari oleh jutaan orang dan menjadi salah satu olahraga yang paling populer di dunia.

Kata catur, diambil dari bahasa sanskerta yang berarti “empat”. Namun kata ini sebenarnya singkatan dari kata “caturangga” yang berarti “empat sudut”. Ini sesuai dengan kepercayaan yang berkembang pada masyarakat India Kuno, bahwa alam semesta ini memiliki empat unsur kehidupan, yakni: tanah, air, udara, dan api. Menurut H.J.R. Murray dalam bukunya “History of Chess”, catur bermula di India pada ke- 6 M dengan nama caturangga, kemudian setelah itu menyebar ke wilayah lainnya termasuk Persia, China, Eropa, dan lainnya.

Dalam sejarah Islam, catur belum begitu populer dimainkan pada masa Khalifah Ali bin Abu Thalib. Makanya, ketika Ali berjalan-jalan di suatu tempat dan melewati satu kaum yang sedang bermain catur, Ali menegurnya: “Apa gerangan yang membuatmu berdiam lama di depan patung-patung itu?”

Nanti setelah Islam menaklukkan Persia dan menguasai Afrika Utara, permainan catur baru populer di kalangan umat Islam. Konon menurut sejarah, Khalifah Harun Al-Rasyid pernah menghadiahkan sebuah papan catur kepada seorang raja di Eropa, pendiri dinasti Carolia, yaitu Charlemagne. Juga tercatat bahwa Said bin Jubair, terkenal bisa bermain blindfold (catur buta, bermain tanpa melihat papan catur).

Kehadiran permainan catur ke dunia Islam, menyebabkan para ulama berbeda pendapat dalam memberikan hukum dalam memainkannya. Sebagian pendapat mengharamkannya, dan sebagian lain membolehkannya dengan syarat-syarat tertentu.

Adapun silang pendapat tersebut yang saya rangkum dari beberapa situs Islam terpercaya adalah sebagai berikut:

1.  Jika permainan catur sampai meninggalkan kewajiban dan berisi perbuatan yang haram, maka hukumnya haram. Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa berkata:

وَكَذَلِكَ يَحْرُمُ بِالْإِجْمَاعِ إذَا اشْتَمَلَتْ عَلَى مُحَرَّمٍ : مِنْ كَذِبٍ وَيَمِينٍ فَاجِرَةٍ أَوْ ظُلْمٍ أَوْ جِنَايَةٍ أَوْ حَدِيثٍ غَيْرِ وَاجِبٍ وَنَحْوِهَا

“(Bermain catur) itu diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama) jika di dalamnya terdapat keharaman seperti dusta, sumpa palsu, kezholiman, tindak kejahatan, dan pembicaraan yang bukan wajib”.

Jadi menurut Ibnu Taimiyah dan juga menjadi kesepakatan para ulama, jika permainan catur menyebabkan kita melakukan hal-hal seperti di atas, maka permainan catur itu hukumnya haram.

2.  Jika tidak sampai melakukan yang haram atau meninggalkan kewajiban, maka terdapat khilaf atau perbedaan pendapat di antara para ulama.

Pendapat pertama mengatakan hukumnya tetap haram. Ini pendapat ulama dari ulama Hambali, Malikiyah, Hanafiyah dan fatwa dari sebagian ulama saat ini.

Sementara pendapat kedua mengatakan hukumnya tidak haram. Ini pendapat ulama Syafi’iyah dan diikuti sebagian besar ulama belakangan, seperti Yusuf Qordhowi.

Dalil ulama yang mengharamkan adalah sebagai berikut:

ملعون من لعب بالشطرنج والناظر إليها كالآكل لحم الخنزير

“Sungguh terlaknat siapa yang bermain catur dan memperhatikannya, ia seperti orang yang memakan daging babi” (Disebutkan dalam Kunuzul ‘Amal 15: 215).

Namun hadits ini mengandung cacat dari dua sisi: (1) Hadits ini tergolong hadits mursal dan (2) majhulnya satu orang perawi yaitu Habbah bin Muslim. Sehingga hadits ini dho’if. Begitu pula hadits-hadits yang membicarakan haramnya catur, keluar dari hadits yang dho’if dan palsu.

Sedangkan ulama yang membolehkan permainan catur beralasan bahwa Asy Sya’bi (ulama terkemuka di masa silam) pernah bermain catur. Dan hukum asal segala sesuatu adalah halal sampai ada dalil tegas yang mengharamkannya.

Ulama yang membolehkan catur memberikan syarat: (1). tidak sampai berisi keharaman seperti judi dengan memasang taruhan, perkataan sia-sia atau celaan, dan dusta; (2). tidak sampai meninggalkan kewajiban seperti meninggalkan shalat. Ini sesuai dengan pernyataan Yusuf Qordhowi dalam Al Halal wal Haram. Dan pendapat ini pula menurut hemat saya yang lebih rasional dan lebih bijaksana. Wallahu a’lam bishshawab.
================================================

Artikel Lainnya:

Tidak ada komentar:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!