-->

Benarkah Bermain Catur itu Haram?

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Catur adalah sebuah olahraga otak, yang dimainkan oleh dua orang yang saling berhadap-hadapan untuk saling mengalahkan. Olahraga ini biasanya dimainkan di atas papan yang berbentuk persegi, dengan 64 kotak-kotak bujur sangkar diatur dalam grid delapan kali delapan. Dewasa ini, olahraga catur sangat digemari oleh jutaan orang dan menjadi salah satu olahraga yang paling populer di dunia.

Kata catur, diambil dari bahasa sanskerta yang berarti “empat”. Namun kata ini sebenarnya singkatan dari kata “caturangga” yang berarti “empat sudut”. Ini sesuai dengan kepercayaan yang berkembang pada masyarakat India Kuno, bahwa alam semesta ini memiliki empat unsur kehidupan, yakni: tanah, air, udara, dan api. Menurut H.J.R. Murray dalam bukunya “History of Chess”, catur bermula di India pada ke- 6 M dengan nama caturangga, kemudian setelah itu menyebar ke wilayah lainnya termasuk Persia, China, Eropa, dan lainnya.

Dalam sejarah Islam, catur belum begitu populer dimainkan pada masa Khalifah Ali bin Abu Thalib. Makanya, ketika Ali berjalan-jalan di suatu tempat dan melewati satu kaum yang sedang bermain catur, Ali menegurnya: “Apa gerangan yang membuatmu berdiam lama di depan patung-patung itu?”

Nanti setelah Islam menaklukkan Persia dan menguasai Afrika Utara, permainan catur baru populer di kalangan umat Islam. Konon menurut sejarah, Khalifah Harun Al-Rasyid pernah menghadiahkan sebuah papan catur kepada seorang raja di Eropa, pendiri dinasti Carolia, yaitu Charlemagne. Juga tercatat bahwa Said bin Jubair, terkenal bisa bermain blindfold (catur buta, bermain tanpa melihat papan catur).

Kehadiran permainan catur ke dunia Islam, menyebabkan para ulama berbeda pendapat dalam memberikan hukum dalam memainkannya. Sebagian pendapat mengharamkannya, dan sebagian lain membolehkannya dengan syarat-syarat tertentu.

Adapun silang pendapat tersebut yang saya rangkum dari beberapa situs Islam terpercaya adalah sebagai berikut:

1.  Jika permainan catur sampai meninggalkan kewajiban dan berisi perbuatan yang haram, maka hukumnya haram. Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa berkata:

وَكَذَلِكَ يَحْرُمُ بِالْإِجْمَاعِ إذَا اشْتَمَلَتْ عَلَى مُحَرَّمٍ : مِنْ كَذِبٍ وَيَمِينٍ فَاجِرَةٍ أَوْ ظُلْمٍ أَوْ جِنَايَةٍ أَوْ حَدِيثٍ غَيْرِ وَاجِبٍ وَنَحْوِهَا

“(Bermain catur) itu diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama) jika di dalamnya terdapat keharaman seperti dusta, sumpa palsu, kezholiman, tindak kejahatan, dan pembicaraan yang bukan wajib”.

Jadi menurut Ibnu Taimiyah dan juga menjadi kesepakatan para ulama, jika permainan catur menyebabkan kita melakukan hal-hal seperti di atas, maka permainan catur itu hukumnya haram.

2.  Jika tidak sampai melakukan yang haram atau meninggalkan kewajiban, maka terdapat khilaf atau perbedaan pendapat di antara para ulama.

Pendapat pertama mengatakan hukumnya tetap haram. Ini pendapat ulama dari ulama Hambali, Malikiyah, Hanafiyah dan fatwa dari sebagian ulama saat ini.

Sementara pendapat kedua mengatakan hukumnya tidak haram. Ini pendapat ulama Syafi’iyah dan diikuti sebagian besar ulama belakangan, seperti Yusuf Qordhowi.

Dalil ulama yang mengharamkan adalah sebagai berikut:

ملعون من لعب بالشطرنج والناظر إليها كالآكل لحم الخنزير

“Sungguh terlaknat siapa yang bermain catur dan memperhatikannya, ia seperti orang yang memakan daging babi” (Disebutkan dalam Kunuzul ‘Amal 15: 215).

Namun hadits ini mengandung cacat dari dua sisi: (1) Hadits ini tergolong hadits mursal dan (2) majhulnya satu orang perawi yaitu Habbah bin Muslim. Sehingga hadits ini dho’if. Begitu pula hadits-hadits yang membicarakan haramnya catur, keluar dari hadits yang dho’if dan palsu.

Sedangkan ulama yang membolehkan permainan catur beralasan bahwa Asy Sya’bi (ulama terkemuka di masa silam) pernah bermain catur. Dan hukum asal segala sesuatu adalah halal sampai ada dalil tegas yang mengharamkannya.

Ulama yang membolehkan catur memberikan syarat: (1). tidak sampai berisi keharaman seperti judi dengan memasang taruhan, perkataan sia-sia atau celaan, dan dusta; (2). tidak sampai meninggalkan kewajiban seperti meninggalkan shalat. Ini sesuai dengan pernyataan Yusuf Qordhowi dalam Al Halal wal Haram. Dan pendapat ini pula menurut hemat saya yang lebih rasional dan lebih bijaksana. Wallahu a’lam bishshawab.
================================================

Apa Itu Setan?

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Akhir-akhir ini kisah-kisah misteri/mistik marak sekali ditayangkan di televisi kita. Hampir setiap malam pemirsa disuguhi kisah dan cerita misteri/mistik dalam bentuk dan cara yang berbeda-beda. Seolah-olah 'kisah dunia lain itu lebih penting dari dunia nyata yang kita hadapi sehari-hari dengan susah payah karena keterpurukan bangsa ini di segala bidang kehidupan.

Penayangan kisah-kisah misteri dan mistik ini sudah sangat berlebihan, sangat mengganggu dan mempengaruhi jiwa masyarakat. Saking keterlaluannya sampai mengundang keprihatinan para ulama dan para tokoh nasional. Mereka telah menghimbau dan melayangkan surat supaya insan pertelevisian kita menghentikan tayangan-tayangan tersebut, tetapi tampaknya tidak digubris. Buktinya penayangan kisah-kisah misteri itu malah makin menjadi-jadi.

Jika dikaitkan dengan peran setan, agaknya ini adalah salah satu daya upaya setan untuk merusak akidah umat manusia, agar manusia lebih takut kepada setan daripada kepada Allah, dan agar manusia mengabdi kepada setan demi kejayaan setan.


Apa Itu Setan?
============
Setan (Syaithan) berasal dari kata kerja syathana yang mengandung arti menyalahi, menjauhi. Setan artinya pembangkang dan pendurhaka. Secara istilah, setan adalah makhluk durhaka yang perbuatannya selalu menyesatkan dan menghalangi dari jalan kebenaran (al-haq). Makhluk durhaka seperti ini bisa dari bangsa jin dan manusia (QS. An-Naas: 1-6). Makhluk yang pertama kali durhaka kepada Allah adalah iblis. Maka iblis itu disebut setan. Keturunan iblis yang durhaka juga disebut setan (QS. Al-Baqarah: 118).

Dalam menggoda manusia, setan dari bangsa jin itu masuk ke dalam diri manusia, membisikkan sesuatu yang jahat dan membangkitkan nafsu yang rendah (syahwat). Selain menggoda dari dalam diri manusia, setan juga menjadikan wanita, harta, tahta, pangkat dan kesenangan duniawi lain sebagai umpan. Dihiasinya dunia ini sedemikian menarik hingga manusia tergoda, terlena, tertutup mata hatinya, lalu memandang semua yang haram jadi halal. Akhirnya manusia terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan/ kemungkaran. Maka manusia yang telah mengikuti ajakan setan, menjadi hamba setan. Dalam al-Quran, mengikuti ajakan setan juga disebut setan (QS. Shaad: 37-38) dan golongan mereka juga disebut golongan setan (hizbusy-syaithan).

Baik setan dari bangsa jin maupun dari bangsa manusia terus menerus berupaya untuk menyesatkan manusia. Mereka bahu membahu untuk menyebarkan kemungkaran dan kemaksiatan. Mereka kuasai berbagai media, termasuk televisi. Mereka sebarkan kisah-kisah misteri dan kemaksiatan demi uang dan kesenangan duniawi tanpa peduli umat manusia rusak atau tidak akidahnya dan akhlaknya. Itulah sumpah setan di hadapan Allah untuk menggoda manusia dari berbagai sudut yang bisa mereka masuki. (QS. Al-A’raaf: 17).


Mudharat Tayangan Setan
======================
Dalam Islam sangat jelas bahwa penayangan seperti itu diharamkan, karena:
Pertama, tayangan mistik seperti itu mempersubur kemusyrikan, membuat manusia lebih takut kepada setan, khurafat dan takhyul daripada takut kepada Allah. Padahal tidak ada yang bisa memberi manfaat dan mudharat di dunia ini kecuali hanya Allah (QS. Az-Zumar: 38), tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanya dari Allah.
Kedua, tayangan mistik seperti itu adalah bentuk pembodohan masyarakat, hanya membuat bangsa semakin bodoh dan terbelakang.
Ketiga, tayangan seperti itu sarat dengan praktek perdukunan. Dengan maraknya penayangan kisah-kisah mistik, maka praktek-praktek perdukunan juga semakin marak. Sedangkan perdukunan juga diharamkan dalam Islam.
Dan keempat, rezeki yang dihasilkan dari usaha yang diharamkan, maka rezeki itu juga haram dan tidak diberkahi Allah. Oleh karenanya, penayangan kemusyrikan itu mesti dihilangkan karena tidak ada manfaatnya selain mudharat dunia-akhirat.

Hikmah Diciptakannya Setan
=========================
Al Quran menjelaskan, Allah SWT menciptakan alam semesta dan semua yang ada di dalamnya, satu pun tidak ada yang batil atau sia-sia (QS. Ali Imran : 191). Oleh karena itu Allah menciptakan iblis atau makhluk yang disebut setan Itu, bila dilihat dari sisi nilai ibadah, pada hakikatnya juga ada hikmahnya.

Imam al-Ghazali pernah menyatakan, jika ingin melihat kesalahan atau kelemahan kita, carilah pada sahabat karib kita, karena sahabat kitalah yang tahu kesalahan atau kelemahan kita. Jika kita tidak mendapatkannya pada sahabat kita, carilah pada musuh kita, karena musuh kita itu paling tahu kesalahan atau kelemahan kita. Sifat musuh adalah selalu mencari kelemahan lawan untuk dijatuhkan.

Demikian pula setan. la selalu mencari kesalahan dan kelemahan orang-orang beriman untuk kemudian digelincirkan dengan segala macam cara.

Nah, jika kita telah mengetahui kesalahan dan kelemahan kita, entah dari kawan maupun lawan, bahkan dari setan, lalu kita memperbaiki diri, insya Allah kita akan menjadi orang baik dan sukses. Jadi, kalau kita berpikir positif, ada juga hikmahnya setan itu buat orang-orang beriman.
=============================================

Apa Itu Khamar?

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Apa Itu Khamar?
==============
KHAMAR adalah bahan yang mengandung alkohol yang memabukkan.

Untuk lebih jelasnya, di sini akan kami sebutkan beberapa bahaya khamar terhadap pribadi seseorang, baik akalnya, tubuhnya, agamanya dan dunianya. Akan kami jelaskan juga betapa bahayanya terhadap rumah tangga ditinjau dari segi pemeliharaannya maupun pengurusannya terhadap isteri dan anak-anak. Dan akan kami bentangkan juga betapa mengancamnya arak terhadap masyarakat dan bangsa dalam existensinya, baik yang berupa moral maupun etika.

Sungguh benar apa yang dikatakan oleh salah seorang penyelidik, bahwa tidak ada bahaya yang lebih parah yang diderita manusia, selain bahaya arak. Kalau diadakan penyelidikan secara teliti di rumah-rumah sakit, bahwa kebanyakan orang yang gila dan mendapat gangguan saraf adalah disebabkan arak. Dan kebanyakan orang yang bunuh diri ataupun yang membunuh kawannya adalah disebabkan arak. Termasuk juga kebanyakan orang yang mengadukan dirinya karena diliputi oleh suasana kegelisahan, orang yang membawa dirinya kepada lembah kebangkrutan dan menghabiskan hak miliknya, adalah disebabkan oleh arak.

Begitulah, kalau terus diadakan suatu penelitian yang cermat, niscaya akan mencapai batas klimaks yang sangat mengerikan yang kita jumpai, bahwa nasehat-nasehat kecil sekali artinya.

Orang-orang Arab dalam masa kejahilannya selalu disilaukan untuk minum khamar dan menjadi pencandu arak. Ini dapat dibuktikan dalam bahasa mereka yang tidak kurang dari 100 nama dibuatnya untuk mensifati khamar itu. Dalam syair-syairnya mereka puji khamar, termasuk sloki-slokinya, pertemuan-pertemuannya dan sebagainya.

Setelah Islam datang, dibuatlah rencana pendidikan yang sangat bijaksana sekali, yaitu dengan bertahap khamar itu dilarang. Pertama kali yang dilakukan, yaitu dengan melarang mereka untuk mengerjakan sembahyang dalam keadaan mabuk, kemudian meningkatkan dengan diterangkan bahayanya sekalipun manfaatnya juga ada, dan terakhir baru Allah turunkan ayat secara menyeluruh dan tegas, yaitu sebagaimana firmanNya:

"Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya arak, judi, berhala, dan undian adalah kotor dari perbuatan syaitan. Oleh karena itu jauhilah dia supaya kamu bahagia. Syaitan hanya bermaksud untuk mendatangkan permusuhan dan kebencian di antara kamu disebabkan khamar dan judi, serta menghalangi kamu ingat kepada Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mau berhenti?" (al-Maidah: 90-91).

Dalam kedua ayat tersebut Allah mempertegas diharamkannya arak dan judi yang diiringi pula dengan menyebut berhala dan undian dengan dinilainya sebagai perbuatan najis (kotor). Kata-kata His (kotor, najis) ini tidak pernah dipakai dalam al-Quran, kecuali terhadap hal yang memang sangat kotor dan jelek.

Khamar dan judi adalah berasal dari perbuatan syaitan, sedang syaitan hanya gemar berbuat yang tidak baik dan mungkar. Justru itulah al-Quran menyerukan kepada umat Islam untuk menjauhi kedua perbuatan itu sebagai jalan untuk menuju kepada kebagiaan.

Selanjutnya al-Quran menjelaskan juga tentang bahaya arak dan judi dalam masyarakat, yang di antaranya dapat mematahkan orang untuk mengerjakan sembahyang dan menimbulkan permusuhan dan kebencian. Sedang bahayanya dalam jiwa, yaitu dapat menghalang untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agama, diantaranya ialah zikrullah dan sembahyang.

Terakhir al-Quran menyerukan supaya kita berhenti dari minum arak dan bermain judi. Seruannya diungkapkan dengan kata-kata yang tajam sekali, yaitu dengan kata-kata: fahal antum muntahun? (apakah kamu tidak mau berhenti?).

Jawab seorang mu'min terhadap seruan ini: "Ya, kami telah berhenti, ya Allah!"

Orang-orang mu'min membuat suatu keanehan sesudah turunnya ayat tersebut, yaitu ada seorang laki-laki yang sedang membawa sloki penuh arak, sebagiannya telah diminum, tinggal sebagian lagi yang sisa. Setelah ayat tersebut sampai kepadanya, gelas tersebut dilepaskan dan araknya dituang ke tanah.

Banyak sekali negara-negara yang mengakui bahaya arak ini, baik terhadap pribadi, rumah tangga ataupun tanah air. Sementara ada yang berusaha untuk memberantasnya dengan menggunakan kekuatan undang-undang dan kekuasaan, seperti Amerika, tetapi akhirnya mereka gagal. Tidak dapat seperti yang pernah dicapai oleh Islam di dalam memberantas dan menghilangkan arak ini.

Dari kalangan kepala-kepala gereja bertentangan dalam menilai bagaimana pandangan Kristen terhadap masalah arak, justru karena di Injil ditegaskan: "Bahwa arak yang sedikit itu baik buat perut."

Kalau omongan itu betul, niscaya yang sedikit itu perlu dihentikan, sebab minum arak sedikit, dapat membawa kepada banyak. Gelas pertama akan disambut dengan gelas kedua dan begitulah seterusnya sehingga akhirnya menjadi terbiasa.

Setiap Yang Memabukkan Berarti Arak
================================
Pertama kali yang dicanangkan Nabi Muhammad saw tentang masalah arak, yaitu beliau tidak memandangnya dari segi bahan yang dipakai untuk membuat arak itu, tetapi beliau memandang dari segi pengaruh yang ditimbulkan, yaitu memabukkan. Oleh karena itu bahan apapun yang nyata-nyata memabukkan berarti dia itu arak, apapun merek dan nama yang dipergunakan oleh manusia, dan bahan apapun yang dipakai. Oleh sebab itu bir, anggur, ballo’ dengan segala jenisnya, dan sebagainya dapat dihukumi haram.

Rasulullah saw pernah ditanya tentang minuman yang terbuat dari madu, atau dari gandum dan sya'ir yang diperas sehingga menjadi keras. Nabi Muhammad sesuai dengan sifatnya berbicara pendek tetapi padat, maka di dalam menjawab pertanyaan tersebut beliau sampaikan dengan kalimat yang pendek juga, tetapi padat:

"Semua yang memabukkan berarti arak, dan setiap arak adalah haram." (Riwayat Muslim)

Dan Umar pun mengumumkan pula dari atas mimbar Nabi, "Bahwa yang dinamakan arak ialah apa-apa yang dapat menutupi fikiran." (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Minum Sedikit
============
Untuk kesekian kalinya Islam tetap bersikap tegas terhadap masalah arak. Tidak lagi dipandang kadar minumannya, sedikit atau banyak. Kiranya arak telah cukup dapat menggelincirkan kaki manusia. Oleh karena itu sedikitpun tidak boleh disentuh.

Justru itu pula Rasulullah saw pernah menegaskan:

"Minuman apapun kalau banyaknya itu memabukkan, maka sedikitnya pun adalah haram." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi)

"Minuman apapun kalau sebanyak furq (sama dengan 16 kati) itu memabukkan, maka sepenuh tapak tangan adalah haram." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi)

Memperdagangkan Arak
====================
Rasulullah tidak menganggap sudah cukup dengan mengharamkan minum arak, sedikit ataupun banyak, bahkan memperdagangkan pun tetap diharamkan, sekalipun dengan orang di luar Islam. Oleh karena itu tidak halal hukumnya seorang Islam mengimport arak, atau memproduksi arak, atau membuka warung arak, atau bekerja di tempat penjualan arak.

Dalam hal ini Rasulullah saw pernah melaknatnya, yaitu seperti tersebut dalam riwayat di bawah ini:

"Rasulullah saw melaknat tentang arak, sepuluh golongan: (1) yang memerasnya, (2) yang minta diperaskannya, (3) yang meminumnya, (4) yang membawanya, (5) yang minta diantarkan, (6) yang menuangkannya, (7) yang menjualnya, (8) yang makan harganya, (9) yang membelinya, (10) yang minta dibelikannya." (Riwayat Tarmizi dan Ibnu Majah).

Setelah ayat al-Quran surah al-Maidah (90-91) itu turun, Rasulullah saw kemudian bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan arak, maka barangsiapa yang telah mengetahui ayat ini dan dia masih mempunyai arak walaupun sedikit, jangan minum dan jangan menjualnya." (Riwayat Muslim).

Rawi hadis tersebut menjelaskan, bahwa para sahabat kemudian mencegat orang-orang yang masih menyimpan arak di jalan-jalan Madinah lantas dituangnya ke tanah.

Sebagai cara untuk membendung jalan yang akan membawa kepada perbuatan yang haram (saddud dzara'ik), maka seorang muslim dilarang menjual anggur kepada orang yang sudah diketahui, bahwa anggur itu akan dibuat arak. Karena dalam salah satu hadis dikatakan:
"Barangsiapa menahan anggurnya pada musim-musim memetiknya, kemudian dijual kepada seorang Yahudi atau Nasrani atau kepada tukang membuat arak, maka sungguh jelas dia akan masuk neraka." (Riwayat Thabarani).

Seorang Muslim Tidak Boleh Menghadiahkan Arak
==========================================
Kalau menjual dan memakan harga arak itu diharamkan bagi seorang muslim, maka menghadiahkannya walaupun tanpa ganti, kepada seorang Yahudi, Nasrani atau yang lain, tetap haram juga.

Seorang muslim tidak boleh menghadiahkan atau menerima hadiah arak. Sebab seorang muslim adalah baik, dia tidak boleh menerima kecuali yang baik pula.

Diriwayatkan, ada seorang laki-laki yang memberi hadiah satu guci arak kepada Nabi saw, kemudian Nabi memberitahu bahwa arak telah diharamkan Allah. Orang laki-laki itu bertanya:
Rajul: Bolehkah saya jual?
Nabi: Zat yang diharamkan meminumnya, diharamkan juga menjualnya.
Rajul: Bagaimana kalau saya hadiahkan raja kepada orang Yahudi?
Nabi: Sesungguhnya Allah yang telah mengharamkan arak, mengharamkan juga untuk dihadiahkan kepada orang Yahudi.
Rajul: Habis, apa yang harus saya perbuat?
Nabi: Tuang saja di selokan air. (Al-Humaidi dalam musnadnya).
==========================================================

Terjemahan Surah Al-Fatihah Dalam Bahasa Makassar

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Surah Al-Fatihah merupakan surah yang pertama kali diturunkan secara lengkap diantara surah-surah lainnya dalam Alquran. Termasuk surah Makkiyah yang terdiri dari 7 ayat. Dinamakan surah Al-Fatihah karena dengan surah inilah dibuka dan dimulainya Alquran.

Saya tertarik menterjemahkan surah Al-Fatihah ini ke dalam bahasa makassar, karena adanya salah seorang peserta didik yang mempertanyakannya. Meskipun ini bukanlah satu-satunya terjemahan yang paten, namun mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua….


1.  Nisero kanai arenna Allah Ta’ala, Karaeng lammoroka massare na sarrowa mangngamaseang.
(Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).

2.  Sikamma pammujia Allah Ta’ala ngasengji pata.
(Segala Puji bagi Allah Tuhan semesta alam).

3.  Karaeng lammoroka massare na sarrowa mangngamaseang.
(Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).

4.  Karaeng iyya ampatangi allo ribokoa.
(Yang menguasai hari pembalasan).

5.  Ikauji Karaeng kusomba, siagang Ikau tonji Karaeng tampa’ pappala tulungku.
(Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan).

6.  Sarea pappijo’jo Karaeng mange ri a’rungang malambusuka.
(Tunjukilah kami ke jalan yang lurus).

7.  (Iami antu) a’runganna tau le’ba nusarea dalle’ pappinyamang; Teai (a’runganna) tau iyya nusarea pakkalarro, siagang teai tongi (a’runganna) tau niaka malingu.
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat).
=============================================

Asal Usul Aksara Lontara

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Bahasa Makassar merupakan salah satu bahasa daerah yang memiliki aksara tersendiri. Keberadaan aksara ini merupakan suatu berkah dan keberuntungan tersendiri bagi masyarakat lokal, karena dari ratusan bahasa daerah yang ada di Indonesia, tidak semuanya memiliki aksara seperti yang dimiliki oleh masyarakat makassar tersebut. Aksara ini sering disebut dengan AKSARA LONTARA.

Menurut sejarah, aksara lontara pertama kali dibuat oleh Daeng Pammate pada abad 14 silam. Seorang putra Gowa kelahiran Lakiung yang hidup pada masa pemerintahan Karaeng Tumapa’risi Kallonna. Ia terkenal dengan kepandaiannya, sehingga ia diberi amanah oleh Karaeng Tumapa’risi Kallonna untuk menjabat sebagai syahbandar dan Tumailalang (Urusan Dalam Negeri) kerajaan Gowa.

Aksara yang dibuat oleh Daeng Pammate tersebut pada mulanya bernama Lontara Toa atau Lontara Jangang-Jangang, karena bentuknya yang menyerupai burung (jangang-jangang). Tapi lama kelamaan, karena terpengaruh dengan budaya Islam yang mulai dianut oleh kalangan istana pada abad ke 19, maka aksara tersebut mengalami perbaikan dan penyempurnaan menjadi Lontara Bilang-Bilang seperti yang ada hingga sekarang ini.

Konon, huruf yang dipakai dalam aksara lontara berasal dari huruf Pallawa (Dewanagari), salah satu turunan huruf Brahmi Kuno yang berasal dari India. Hal ini tidak mengherankan karena memang Brahmi Kuno merupakan cikal bakal dari semua aksara di India dan juga di Asia Tenggara, termasuk di Nusantara (Indonesia).

Menurut anggapan masyarakat Makassar, huruf lontara dilatarbelakangi oleh suatu kepercayaan atau falsafah “Sulapa’ Appa” (empat persegi alam semesta), yakni: Butta (tanah), Je’ne (air), Anging (angin), dan Pepe’ (api). Demikian pula, kemungkinan besar Daeng Pammate menciptakan huruf lontara karena berangkat dari kepercayaan tersebut.

Dikatakan aksara lontara, karena huruf-hurufnya ditulis dengan menggunakan daun lontar (siwalan) sebagai pengganti kertas. Meskipun pada saat itu daun lontar bukan satu-satunya media yang dapat dijadikan bahan untuk menulis, tapi diyakini hanya daun lontar yang dapat tahan lebih lama dan lebih mudah disimpan karena tidak banyak makan tempat.
===============================

Ada Apa Dengan Wajah?

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Menarik sekali jikalau kita terus menerus belajar tentang fenomena apapun yang terjadi dalam hiruk-pikuk kehidupan ini. Tidak ada salahnya kalau kita buat semacam target. Misalnya : hari ini kita belajar tentang wajah. 

Wajah? Ya, wajah. Karena masalah wajah bukan hanya masalah bentuknya, tapi yang utama adalah pancaran yang tersemburat dari si pemilik wajah tersebut.

Ketika pagi menyingsing, misalnya, tekadkan dalam diri: "Saya ingin tahu wajah yang paling menenteramkan hati itu seperti apa? Wajah yang paling menggelisahkan itu seperti bagaimana?" karena pastilah hari ini kita akan banyak bertemu dengan wajah orang per orang. Ya, karena setiap orang pastilah punya wajah. Wajah istri, suami, anak, tetangga, teman sekantor, orang di perjalanan, dan lain sebagainya. Nah, ketika kita berjumpa dengan siapapun hari ini, marilah kita belajar ilmu tentang wajah.

Pasti kita akan bertemu dengan beraneka macam bentuk wajah. Dan, tiap wajah ternyata dampaknya berbeda-beda kepada kita. Ada yang menenteramkan, ada yang menyejukkan, ada yang menggelikan, ada yang menggelisahkan, dan ada pula yang menakutkan. Lho, kok menakutkan? Kenapa? Apa yang menakutkan karena bentuk hidungnya? Tentu saja tidak! Sebab ada yang hidungnya mungil tapi menenteramkan. Ada yang sorot matanya tajam menghunjam, tapi menyejukkan. Ada yang kulitnya hitam, tapi penuh wibawa.

Kalau hari ini kita berhasil menemukan struktur wajah seseorang yang menenteramkan, maka cari tahulah kenapa dia sampai memiliki wajah yang menenteramkan seperti itu. Tentulah, benar-benar kita akan menaruh hormat. Betapa senyumannya yang tulus; pancaran wajahnya, nampak ingin sekali ia membahagiakan siapapun yang menatapnya. Dan sebaliknya, bagaimana kalau kita menatap wajah lain dengan sifat yang berlawanan; (maaf, bukan bermaksud meremehkan) ada pula yang wajahnya bengis, struktur katanya ketus, sorot matanya kejam, senyumannya sinis, dan sikapnya pun tidak ramah. Begitulah, wajah-wajah dari saudara-saudara kita yang lain, yang belum mendapat ilmu; bengis dan ketus. Dan ini pun perlu kita pelajari.

Ambillah kelebihan dari wajah yang menenteramkan, yang menyejukkan tadi menjadi bagian dari wajah kita, dan buang jauh-jauh raut wajah yang tidak ramah, tidak menenteramkan, dan yang tidak menyejukkan.

Tidak ada salahnya jika kita evaluasi diri di depan cermin. Tanyalah, raut seperti apakah yang ada di wajah kita ini? Memang ada diantara hamba-hamba Allah yang bibirnya di desain agak berat ke bawah. Kadang-kadang menyangkanya dia kurang senyum, sinis, atau kurang ramah. Subhanallaah, bentuk seperti ini pun karunia Allah yang patut disyukuri dan bisa jadi ladang amal bagi siapapun yang memilikinya untuk berusaha senyum ramah lebih maksimal lagi.

Sedangkan bagi wajah yang untuk seulas senyum itu sudah ada, maka tinggal meningkatkan lagi kualitas senyum tersebut, yaitu untuk lebih ikhlas lagi. Karena senyum di wajah, bukan hanya persoalan menyangkut ujung bibir saja, tapi yang utama adalah, ingin tidak kita membahagiakan orang lain? Ingin tidak kita membuat di sekitar kita tercahayai? Nabi Muhammad SAW, memberikan perhatian yang luar biasa kepada setiap orang yang bertemu dengan beliau sehingga orang itu merasa puas. Kenapa puas? Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW – bila ada orang yang menyapanya – menganggap orang tersebut adalah orang yang paling utama di hadapan beliau. Sesuai kadar kemampuannya.

Walhasil, ketika Nabi SAW berbincang dengan siapapun, maka orang yang diajak berbincang ini senantiasa menjadi curahan perhatian. Tak heran bila cara memandang, cara bersikap, ternyata menjadi atribut kemuliaan yang beliau contohkan. Dan itu ternyata berpengaruh besar terhadap sikap dan perasaan orang yang diajak bicara.

Adapun kemuramdurjaan, ketidakenakkan, kegelisahan itu muncul ternyata diantara akibta kita belum menganggap orang yang ada dihadapan kita orang yang paling utama. Makanya, terkadang kita melihat seseorang itu hanya separuh mata, berbicara hanya separuh perhatian. Misalnya, ketika ada seseorang yang datang menghampiri, kita sapa orang itu sambil baca koran. Padahal, kalau kita sudah tidak mengutamakan orang lain, maka curahan kata-kata, cara memandang, cara bersikap, itu tidak akan punya daya sentuh. Tidak punya daya pancar yang kuat.

Orang karena itu, marilah kita berlatih diri meneliti wajah, tentu saja bukan maksud untuk meremehkan. Tapi, mengambil tauladan wajah yang baik, menghindari yang tidak baiknya, dan cari kuncinya kenapa sampai seperti itu? Lalu praktekkan dalam perilaku kita sehari-hari. Selain itu belajarlah untuk mengutamakan orang lain!

Mudah-mudahan kita dapat mengutamakan orang lain di hadapan kita, walaupun hanya beberapa menit, walaupun hanya beberapa detik…semoga!
================================

TOKOH ISLAM: Ali Bin Abu Thalib

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Nama lengkapnya adalah Ali bin Abu Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Ia merupakan saudara sepupu Rasulullah saw, karena Abu Thalib (ayah Ali) masih saudara kandung dengan Abdullah (ayah NAbu Muhammad saw). Ia sering dijuluki Abul Hasan dan Abu Turab.

Semenjak kecil ia diasuh oleh Rasulullah saw, karena ayahnya terlalu banyak beban dan tugas yang harus diemban, disamping banyaknya anggota keluarga yang harus dinafkahi, sementara Abu Thalib hanya memiliki sedikit harta. Rasulullah saw mengasuhnya sebagai balas budi terhadap pamannya (Abu Thalib), yang telah mengasuh beliau ketika hidup dalam keadaan yatim piatu, serta setelah wafat kakek tercintanya, Abdul Muththalib.

Menurut mayoritas ahli sejarah Islam, Ali bin Abu Thalib adalah orang kedua yang masuk Islam setelah Khadijah, ketika usianya saat itu masih berkisar antara 10 atau 11 tahun. Suatu kehormatan dan kemuliaan baginya, karena ia hidup bersama Rasulullah saw dan terdepan dalam memeluk Islam. Bahkan ia adalah orang pertama yang melakukan shalat berjamaah bersama Rasulullah saw, sebagaimana ditulis oleh al-Askari (penulis kitab al-Awa`il).

Ia adalah sosok yang memiliki tubuh yang kekar dan lebar, padat berisi dengan postur tubuh yang tidak terlalu tinggi. Perutnya besar, warna kulitnya sawo matang, berjenggot tebal berwarna putih seperti kapas, kedua matanya sangat tajam, murah senyum, berwajah tampan, dan memiliki gigi yang bagus, serta bila berjalan sangat cepat.

Ali bin Abu Thalib adalah salah seorang sahabat yang hidup zuhud dan sederhana, memakai pakaian seadanya dengan tidak terikat corak atau warna tertentu. Pakaiannya berbentuk sarung yang tersimpul di atas pusat dan menggantung sampai setengah betis. Pada bagian atas tubuhnya adalah rida’ (selendang) sederhana dan kadang bertambal. Ia juga selalu mengenakan kopiah putih buatan Mesir yang dililit dengan surban. Ia juga suka memasuki pasar, menyuruh para pedagang bertakwa kepada Allah dan menjual dengan cara yang ma`ruf.

Ali bin Abu Thalib menikahi Fatimah az-Zahra putri Rasulullah saw dan dikarunia dua orang putra, yaitu Hasan dan Husain.

Ia adalah sosok pejuang yang pemberani dan heroik, pantang mundur, tidak pernah takut mati dalam membela dan menegakkan kebenaran. Keberaniannya dicatat di dalam sejarah, sebagai berikut:
  • Malam hari, sesaat sebelum melakukan hijrah ke Madinah. Rumah Rasulullah saw dikepung oleh sekelompok pemuda dari berbagai utusan kAbulah Arab untuk membunuhnya. Maka Rasulullah saw menyuruh Ali bin Abu Thalib tidur di tempat tidur beliau dengan mengenakan selimut milik beliau. Di sini Ali bin Abu Thalib benar-benar mempertaruhkan nyawanya demi Rasulullah saw, dengan penuh tawakal kepada-Nya. Keesokan harinya, Ali disuruh menunjukkan keberadaan Rasulullah saw, namun ia menjawab tidak tahu, karena ia hanya disuruh untuk tidur di tempat tidurnya. Lalu ia disiksa dan digiring ke Ka’bah dan di situ beliau ditahan beberapa saat, lalu dilepas. Ia kemudian ikut berhijrah ke Madinah sendirian dengan berjalan kaki, menempuh jarak yang sangat jauh tanpa alas kaki, sehingga kedua kakinya bengkak dan penuh luka-luka setibanya di Madinah.
  • Ali bin Abu Thalib terlibat dalam semua peperangan di masa Rasulullah saw, selain perang Tabuk. Karena saat itu ia ditugaskan menjaga kota Madinah. Di dalam peperangan-peperangan tersebut beliau sering kali ditugaskan melakukan perang tanding (duel) sebelum peperangan sesungguhnya dimulai. Dan semua perang tanding tersebut berhasil dimenangkannya. Ia juga menjadi pemegang panji Rasulullah saw.


Keutamaan Ali bin Abu Thalib sangat banyak sekali. Selain yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi keutamaan dan keistimewaan beliau. Berikut ini di antaranya:
  • Ali adalah manusia yang benar-benar dicintai Allah dan Rasul-Nya. Pada waktu perang Khaibar, Rasulullah saw bersabda, “Bendera ini sungguh akan saya berikan kepada seseorang yang Allah memberikan kemenangan melalui dia, dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan dia dicintai Allah dan Rasul-Nya.” Maka pada malam harinya, para sahabat ribut membicarakan siapa di antara mereka yang akan mendapat kehormatan membawa bendera tersebut. Keesokan harinya para sahabat datang menuju Rasulullah saw, masing-masing berharap diserahi bendera. Namun beliau bersabda, “Mana Ali bin Abu Thalib?” Mereka menjawab, “Matanya sakit, ya Rasulullah.” Lalu Rasulullah menyuruh untuk menjemputnya dan Ali pun datang. Rasulullah saw menyemburkan ludahnya kepada kedua mata Ali dan mendoakannya. Dan Ali pun sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Lalu beliau memberikan bendera kepadanya. Ali berkata, “Ya Rasulullah, aku memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita.” Beliau menjawab, “Majulah dengan tenang sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam dan sampaikan kepada mereka hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah memberikan hidayah kepada seorang manusia melalui dirimu, sungguh lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah.” (HR. Muslim, no. 2406).
  • Jiwa juang Ali sangat melekat di dalam kalbunya, sehingga ketika Rasulullah ingin berangkat pada perang Tabuk dan memerintah Ali agar menjaga Madinah, Ali merasa keberatan sehingga mengatakan, “Apakah engkau meninggalkan aku bersama kaum perempuan dan anak-anak?” Namun Rasulullah saw justru menunjukkan kedudukan Ali yang sangat tinggi seraya bersabda, “Apakah engkau tidak ridha kalau kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada kenAbuan sesudahku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
  • Ia juga adalah salah satu dari sepuluh orang yang telah mendapat “busyra biljannah” (berita gembira sebagai penghuni surga), sebagaimana dinyatakan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak.
  • Rasulullah saw telah menyatakan kepada Ali “bahwa tidak ada yang mencintainya kecuali seorang Mukmin dan tidak ada yang membencinya, kecuali orang munafik.” (HR. Muslim).
  • Rasulullah saw juga pernah bersabda kepadanya, “Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.” (HR. al-Bukhari).
  • Ia juga dikenal dengan kepandaian dan ketepatannya dalam memecahkan berbagai masalah yang sangat rumit sekalipun, ia juga seorang yang memiliki `abqariyah qadha’iyah (kejeniusan dalam pemecahan ketetapan hukum).


Ketika Ali bin Abu Thalib diangkat menjadi khalifah keempat, situasi dan suasana kota Madinah sangat mencekam. Kota Madinah dikuasai oleh para pemberontak dengan melakukan pembunuhan secara keji terhadap Khalifah ketiga, Utsman bin ‘Affan.

Ali bin Abu Thalib dalam pemerintahannya menghadapi dilema besar yang sangat rumit, yaitu:
  • Kaum pemberontak yang jumlahnya sangat banyak dan menguasai Madinah.
  • Terbentuknya kubu penuntut penegakan hukum terhadap para pemberontak yang telah membunuh Utsman bin ‘Affan, yang kemudian melahirkan perang saudara, perang Jamal dan Shiffin.
  • Kaum Khawarij yang dahulunya adalah para pendukung dan pembelanya, kemudian berbalik memeranginya.


Namun dengan kearifan dan kejeniusannya dalam menyikapi berbagai situasi dan mengambil keputusan, ia dapat mengakhiri pertumpahan darah itu melalui arbitrase (tahkim), sekalipun umat Islam pada saat itu masih belum bersatu secara penuh.

Abdurrahman bin Muljam, salah seorang pentolan Khawarij memendam api kebencian terhadap Ali bin Abu Thalib, karena dianggap telah menghabisi rekan-rekannya yang seakidah, yaitu kaum Khawarij di Nahrawan. Maka dari itu, ia melakukan makar bersama dua orang rekannya yang lain, yaitu al-Barak bin Abdullah dan Amr bin Bakar at-Tamimi. Mereka sepakat untuk menghabisi Ali, Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash, karena mereka anggap sebagai biang keladi pertumpahan darah.

Al-Barak dan Amr gagal membunuh Mu’awiyah dan Amr bin al-’Ash, sedangkan Ibnu Muljam berhasil mendaratkan pedangnya di kepala Amirul Mukminin, Ali bin Abu Thalib, pada dini hari Jum’at, 17 Ramadhan, tahun 40 H. Dan meninggal keesokan harinya.
==================================================

POLITIK PRAKTIS: Kejam Tapi Asyik

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Tidak ada pengertian defenitif yang dapat dijadikan rujukan normatif untuk memaknai dunia politik praktis. Kita hanya disuguhi sebuah realitas sosial dimana seseorang mempertaruhkan harga diri, waktu, tenaga, pikiran dan -tentu saja- uang, untuk mencapai apa yang didambakan yakni kemenangan dan kekuasaan.

Politik praktis adalah sebuah dunia ketika segala itikad, motif, kepentingan, dan ambisi, hadir bersamaan dan saling berhimpit untuk memperebutkan kekuasaan. Secara kasat mata, kekuasaan yang dimaksud tak lain adalah jabatan, kedudukan atau posisi. Namun secara implisit, yang diperebutkan sesungguhnya adalah otoritas dan wewenang untuk membuat keputusan-keputusan publik.

Dulu, ketika paham demokrasi belum terkonsepsi seperti sekarang ini, politik praktis tak lain adalah “perang atau benturan fisik” antara dua kubu atau lebih yang saling menghancurkan untuk memperebutkan kekuasaan. Tapi ketika konsep demokrasi politik telah membumi seperti saat ini, politik praktis telah menyerupai sebuah pertarungan yang saling melakukan pembunuhan karakter, saling menghancurkan taktik dan strategi, saling menyerang basis-basis teritorial, dan saling berlomba mendapatkan simpati publik.

Ada beberapa karakter dasar politik praktis yang dapat kita saksikan hari ini, diantaranya dapat disebutkan sebagai berikut:

1.  Tidak Ada Yang Pasti
Bahwa tidak ada yang pasti di dunia politik praktis kecuali ketidakpastian dan kepentingan itu sendiri. Berbeda dengan urusan ekonomi, sosial, budaya, dan bahkan militer. Dalam urusan politik praktis, tidak ada epistemologi, strategi, metode, taktik, atau pola-pola pemikiran dan tindakan yang pasti. Semuanya selalu berubah setiap saat mengikuti anasir kontekstual yang sedang eksis di dalamnya. Jadi tidak mengherankan jika cara terbaik untuk memahami dunia politik praktis adalah dengan cara mengalaminya sendiri.

Kita mungkin masih ingat bagaimana Harmoko yang dulunya selalu minta restu ke Soeharto setiap akan melakukan kegiatan kenegaraan, tiba-tiba mengeluarkan statement yang menyudutkan posisi Soeharto di akhir rezim Orde Baru. Atau kita bisa simak ketika Amien Rais dan Gus Dur yang sebelumnya tampil bak saudara kembar untuk menduduki posisi politik paling penting di negara ini, yakni Ketua MPR RI dan Presiden RI, belakangan tiba-tiba menjadi dua tokoh sentral yang saling berhadap-hadapan. Bagaimana bisa seorang Amien Rais tiba-tiba ikut menjatuhkan Gus Dur dan kemudian menggantikannya dengan Megawati yang nota bene sejak lama tak pernah “akur” dengannya?

Jawabannya adalah itulah politik praktis. Di dalamnya urusan kesetiaan dan solidaritas sesungguhnya tak lain hanya soal kecocokan di masa-masa penantian menjelang datangnya masa cekcok.

2.  Seperti Bermain Judi
Yah, berpolitik praktis seperti layaknya bermain judi, karena di dalamnya dipertaruhkan apa saja untuk mengalahkan lawan. Dalam proses memenangkan pertarungan dan tentu saja ambisi untuk mengalahkan lawan, dunia politik praktis menciptakan seni dan game yang indah, menggairahkan dan sekaligus mengasyikkan. Tak ada perasaan jenuh dan bosan dalam membicarakannya. Kita bisa melihat, bagaimana para elit dan praktisi politik rela duduk berjam-jam hingga tengah malam, sambil mengepulkan asap dan menghabiskan bercangkir-cangkir kopi, demi untuk membincang dan membedah urusan politik praktis.

Ada semacam rasa ketagihan yang bertalu-talu yang muncul dalam diri para pemain politik praktis. Kalah dalam percaturan politik, akan menimbulkan rasa penasaran yang pada gilirannya ingin mengulanginya lagi meskipun sudah terlukai. Sebaliknya, menang di meja judi politik, tentu saja akan mendatangkan kenikmatan yang luar biasa dan akan semakin ketagihan karena sudah terbius dengan nikmatnya kekuasaan, selalu dihormati, disegani, ditakuti dan bahkan dipuja-puja.

Di panggung politik kita sehari-hari, sangat banyak contoh bagaimana rasa ketagihan politik seperti itu tampak pada kiprah para politisi kita. Di tingkat Nasional, para elit Orde Baru yang “pernah” kalah dalam front kompetisi politik di pasca Orde Baru, kembali mulai bermunculan dan seolah tak mau jera untuk memainkan peran-peran penting dalam event Pilpres dan dalam berbagai event Pilkada dan Pileg di daerah-daerah.

3.  Penuh Kekerasan dan Tipu Daya
Dalam hidup ini, jika Anda hidup lebih tenang dan damai, maka pastikan Anda tidak berada di dunia politik praktis. Karena di ranah ini, Anda tidak akan pernah merasakan tidur pulas di malam hari, dan bakal kurang tenang bekerja di siang hari. Selain menghayalkan nikmatnya menjadi orang yang dipuja dan berkuasa mengatur jabatan, proyek, dan uang (bila menang tentunya), pikiran Anda juga akan selalu dihantui oleh lawan-lawan politik Anda.

Anda akan sibuk menangkis negative campaign, mengklarikasi black campaign, meluruskan isu-isu, melayani konstituen, memikirkan para pembelot, menyenangkan hati tim sukses, dan lain sebagainya. Sebab Anda benar, bersih, dan baik sekalipun, Anda akan tetap dianggap salah, kotor, bengkok, dan buruk oleh lawan-lawan politik Anda. Mengharapkan belas kasihan dan meminta gencatan senjata dari lawan politik Anda, sama saja Anda akan menggantang asap. Tak ada tenggang rasa, belas kasihan, apalagi cinta dalam urusan kompetisi politik. Karena pada hakekatnya, politik praktis itu kejam.

Bahkan selain kejam, ranah politik praktis juga dipenuhi tipu muslihat. Di era “politik keemasan” sekarang ini, apapun dapat dapat direkayasa melalui media teknologi dan dikemas dalam bentuk yang sesuai dengan tujuan politik itu sendiri.

Demikianlah keadaannya di dunia politik praktis, setiap orang yang eksis di dalamnya harus siap menghadapi kerumunan orang-orang ambisius yang haus kekuasaan dan kemenangan. Orang-orang seperti itulah yang biasanya tidak mengenal belas kasihan, dan selalu berpikir bagaimana Anda bisa celaka, gagal, dan kalah yang pada akhirnya hancur tanpa sisa.<joe>
======================================================

Kisah Cinta I Taro Ana’ Kunjung Barani dengan I Samindara Baine

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Masih ingatkah kita dengan kisah cinta Datu Museng dengan Maipa Deapati?  Itu lho… kisah cinta yang pernah terjadi di tanah Makassar, dimana Datu Museng dan Maipa Deapati, rela mati di tangan kompeni demi mempertahankan cintanya? Ingat bukan?
Sebenarnya, ada kisah lain yang tidak kalah serunya dengan kisah diatas, dan juga konon pernah terjadi tanah Makassar. Kisah tersebut adalah kisah cinta antara I Taro Ana’ Kunjung Barani dengan I Samindara Baine…
Kisah ini memiliki alur cerita yang seru dan kerap menegangkan, karena di dalamnya melibatkan cinta yang rumit, dunia perdukunan, intrik kekeluargaan, dan akhir cerita yang tragis. Tapi karena cerita ini tidak familiar, maka hanya sedikit orang yang tahu. Apalagi kisah ini hanya eksis dalam budaya tutur dengan menggunakan media bahasa lokal, yakni MAKASSAR.
Saya pribadi, menyukai cerita ini karena sejak kecil sering saya jadikan sebagai dongeng pengantar tidur. Jika ada salah seorang sobat blogger yang tergerak hatinya untuk tahu cerita ini, maka saya akan menceritakannya sesuai kemampuan saya dalam menulis. Sengaja saya mengalihbahasakannya ke dalam bahasa Indonesia, agar cerita ini lebih mudah dicerna dan  lebih familiar. Tapi karena saya bukan sastrawan, maka maaf saja jika ceritanya kurang puitis dan terkesan bertele-tele. Hehehe…
Ini dia ceritanya…‼!

Prolog
Di tanah Makassar, di sebuah dusun terasing, seorang pemuda bernama I Taro Ana’ Kunjung Barani hidup dalam kesehariannya bersama kedua orang tuanya. Ia pemuda malas. Sehari-hari Ia hanya tahu bermain gasing dan mengadu ayam jago bersama teman-temannya. Hingga suatu ketika, orang tuanya menegur dan memberi saran:
“Sudah bukan jamannya kamu bermain gasing dan mengadu ayam, Taro. Lebih baik kamu berfikir untuk segera menikah.”
Tapi I Taro tidak menggubrisnya. Bahkan seakan Ia tidak mau tahu dengan usianya yang kian dewasa itu. Ia tetap dengan kebiasaannya. Kalau bukan bermain gasing bersama temannya, pasti mengadu ayam jago. Itu saja kerjanya tiap hari, hingga orang tuanya pun berkali-kali menegurnya dan memintanya untuk menikah.
Suatu hari, karena mungkin sudah bosan dengan teguran. I Taro mengajukan usul bahwa jika benar orang tuanya menginginkan Ia menikah, maka wanita yang cocok dinikainya hanyalah sepupunya, I Samindara Baine. Karena hanya dialah satu-satunya wanita yang tepat dihatinya dan hanya dialah satu-satunya wanita yang membuatnya jatuh cinta.
Bukan karena keinginan I Taro untuk menikah yang membuat orang tuanya berfikir. Tapi karena wanita yang ingin dipersuntingnya lah yang membuatnya ragu. Apakah mungkin sepupunya itu mau menerima lamaran I Taro? Di satu sisi, I Taro hanyalah seorang pemuda malas yang tidak punya kerjaan, di sisi lain sepupunya itu terlalu jelita untuk I Taro. Tapi karena ini kesempatan untuk merubah hidup anak satu-satunya itu, maka di coba tak mengapa…gagal jadi pengalaman…hehehe! Begitulah kira-kira yang ada di pikiran orang tua Taro.
I Samindara Baine adalah seorang gadis berparas cantik. Ia punya banyak teman yang membantunya merias diri, menyisir rambut hitamnya yang lebat dan panjang lurus hingga ke bokong, mencat kuku-kukunya yang panjang dan indah. Wajahnya putih bak bulan purnama. bibirnya yang selalu basah, selaras dengan bentuk hidungnya yang mungil. Bulu matanya lentik, serasi dengan bola matanya yang teduh bersinar. Benar-benar gadis jelita yang menghampiri kesempurnaan. Karena kejelitaannya itulah, sehingga teman-temannya memberinya gelar: I Samindara Baine, si gadis elok hiasan wanita, beranting dua berkalung tiga.
Ke elokan tubuhnya membuat para lelaki di sekitarnya berebut mempersuntingnya. Tapi tak satupun yang diterimanya. Tak terkecuali pinangan I Taro pun di tolaknya mentah-mentah.
Berkali-kali suruhan orang tua Taro, I Unru’ Dae, menemui I Samindara Baine agar dia mau menerima niat baik I Taro, tapi berkali-kali pula ditolaknya mentah-mentah. Bahkan meskipun ditawari dengan harta yang dalam sastra makassar berbunyi:
“Galunga ri Tambakola,
tallung taunga nikatto
sitaunga nipare-pare.
(yang bermakna: sebuah warisan sawah yang cukup luas, membentang dari selatan ke utara, dimana sawah itu dapat di panen hingga 3 tahun lamanya tanpa habis-habis).
Dan juga tawaran warisan moyang:
“Takkang-takkang bulaenna,
Nisungkea namalatto’,
Nisoronga na mangngudada”
(yang bermakna: sebuah tongkat ajaib yang terbuat dari emas).
Tapi toh, I samindara Baine tetap pada pendiriannya. Bahkan dia berkata: “semua tawaran itu, saya juga memilikinya, karena kita berasal dari keturunan yang sama”.

Cinta di Tolak Dukun Bertindak
Putus asa dan merasa dipermalukan, I Taro memutuskan untuk pergi berlayar. Tapi sebelum itu, ia ingin membuat perhitungan terhadap I Samindara Baine. Ia ingin membalas perlakuannya yang keterlaluan itu. Maka Ia segera menemui orang pintar (dukun) di kampungnya untuk memuluskan rencananya.
Meskipun cenderung mustahil dan tidak masuk di akal, persyaratan magic mesti dipenuhi I Taro agar  rencananya berjalan lancar. Syaratnya adalah Ia harus menemukan sebatang pohon pinang yang tumbuh sendirian dan yang berbuah satu biji. Disamping itu, jika pohonnya sudah ditemukan, maka pohon pinang tersebut harus dipanjat membelakang dan buahnya dipetik dengan kuku bagian belakang. Buahnya tidak boleh jatuh agar daya magicnya tidak pudar. Setelah itu, buah pinangnya diperlihatkan ke I Samindara Baine agar bisa mempengaruhi jiwanya.
Maka segera I Taro berkeliling kampung, melintasi beberapa sungai, mendaki bukit dan menuruni lembah, hanya sekedar mencari sebuah pohon pinang yang menjadi syarat dari si dukun. Dan walhasil, setelah beberapa hari kemudian, pohon yang dicarinya ditemukan juga... Setelah memenuhi syarat-syarat panjat dan cara petiknya, buah pinang berhasil didapat dan dibawa pulang kerumah I Taro.
Adalah I Unru’ Dae, yang diutus untuk membawa buah pinang ajaib tersebut ke rumah I Samindara Baine. Sementara I Unru’ Dae sedang dalam perjalanan, I Taro pun bersiap-siap untuk berangkat berlayar bersama rekan-rekannya. Ia berangkat membawa malu dan rasa kecewa terhadap I Samindara Baine, sepupunya yang dicintainya itu.
Di rumah I Samindara, Unru’ Dae baru saja tiba dengan buah pinang ajaib di tangan. Ia sengaja meminang-minangnya di depan mata I Samindara untuk mengundang perhatian. Dan ternyata siasat itu berhasil. I Samindara tertarik dengan buah pinang itu dan ingin mengambilnya. Tanpa berpikir dua kali, Unru’ Dae segera memberikan pinang itu ke I Samindara dan berpesan, bahwa kado itu adalah pemberian terakhir I Taro sebelum berangkat berlayar.

Buah Pinang Pembawa Petaka
Tidak butuh waktu lama, buah pinang ajaib berhasil merubah pendirian I Samindara Baine. Jiwa kewanitaannya terpengaruhi magic. Dia yang semula begitu tegar untuk tidak menerima lamaran I Taro, berangsur-angsur luluh berganti rasa ingin menyatu dengan sepupunya itu. Bahkan dia menangis dan menyesal karena menolak kehendak suci I Taro. Oleh karena itu, dia tidak rela ketika mendengar bahwa I Taro akan pergi berlayar.
Dengan rasa bersalah dan cinta yang perlahan-lahan mulai tumbuh di hatinya, I Samindara bergegas menuju ke rumah sepupunya itu di dampingi Unru’ Dae. Dia bermaksud melarang kepergian I Taro dan bersedia menerima lamarannya. Atau setidak-tidaknya, mengajaknya bersama-sama pergi mengarungi lautan. Tapi malang tak dapat di tolak, rupanya I Taro sudah ada di bibir pantai, duduk santai di atas perahunya bersama teman-teman setianya, dengan dayung yang siap untuk di kayuh kemana pun I Taro hendak menuju.
Melihat kenyataan itu, I Samindara Baine nekat. Dia bergegas ke pantai, berlari semampunya, menyusul I Taro yang perlahan-lahan sudah mulai bergerak ke laut. Dia sudah tidak peduli dengan rambutnya yang panjang terurai, kusut bermandi debu. Kaki-kaki jenjangnya yang terawat, bukan penghalang untuk terus berlari menyusuri jalan setapak mengarah ke pantai. Hingga ketika dia sampai di bibir pantai, perahu I Taro sudah terlihat mengapung menjauh dan semakin menjauh.
I Samindara terisak melihat orang yang disusulnya kian menjauh. Dia berteriak memanggil-manggil, berharap I Taro dapat mendengarnya dan berbalik menjemputnya untuk bersama-sama mengarungi lautan. Tapi sepertinya suaranya terlalu lembut untuk di dengar di kejauhan sana.
Maka, Dia memutuskan untuk turun ke pantai, berenang sekuatnya, bergerak semampunya. Sesekali tangannya melambai ke arah laut, memanggil-manggil dengan suara yang semakin serak karena tertelan ombak. Hingga akhirnya I Samindara Baine menghilang. Dia tenggelam. Tenggelam bersama suara dan harapannya untuk mengarungi lautan bersama I Taro Ana’ Kunjung Barani. Pemuda malas yang dulu dia kecewakan dan permalukan begitu saja. Barulah beberapa hari kemudian, tubuhnya yang tak lagi jelita itu, ditemukan oleh seorang nelayan sedang terbujur kaku di bibir pantai.

Epilog
di pinggir pantai, tepat dirimbunan pohon talas, tubuh I Samindara Baine terkubur. Dia sudah terbaring dibawah onggokan pasir dan dedaunan talas yang mulai mengering, sampai I Taro tiba dengan membawa kesedihan yang begitu dalam. Ia tidak menyangka kalau gadis yang di cintainya akan melakukan hal yang semacam itu.
I Taro berbalik haluan karena diberitahu oleh seorang nelayan tentang kematian sepupunya itu. Ia bergegas pulang, karena meskipun pernah dikecewakan dan merasa dipermalukan, I Samindara Baine tetaplah gadis pujaan hatinya. Biar bagaimanapun, benih-benih cinta dihatinya masih tertanam kuat. Apalagi setelah ia tahu bahwa penyebab kematiannya adalah karena ego kelelakiannya, maka bertambah sedihlah hati I Taro Ana’ Kunjung Barani.
Kesedihan dan cinta itulah, yang membuat I Taro memutuskan untuk menghunus badiknya. Menghunjam dalam tepat ke jantungnya, hingga ia roboh diatas pusara I Samindara Baine. Tapi sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya, ia masih sempat mengucap kata: “O andikku I Samindara Baine, tatta taua belo-belo bainea, tokeng tallua anting-anting pimbalia. Bukan pacce dan siri’ semata yang membuatku menyusul kepergianmu, tapi karena cinta yang masih tersisa yang mengantar aku rela mati di atas pusaramu. Ri surugapi sallang, napasse’reki Batara…” (sekian).
==========================================