-->

Kisah Cinta I Taro Ana’ Kunjung Barani dengan I Samindara Baine

Jufri Daeng Nigga | 3:35 PM | |
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Masih ingatkah kita dengan kisah cinta Datu Museng dengan Maipa Deapati?  Itu lho… kisah cinta yang pernah terjadi di tanah Makassar, dimana Datu Museng dan Maipa Deapati, rela mati di tangan kompeni demi mempertahankan cintanya? Ingat bukan?
Sebenarnya, ada kisah lain yang tidak kalah serunya dengan kisah diatas, dan juga konon pernah terjadi tanah Makassar. Kisah tersebut adalah kisah cinta antara I Taro Ana’ Kunjung Barani dengan I Samindara Baine…
Kisah ini memiliki alur cerita yang seru dan kerap menegangkan, karena di dalamnya melibatkan cinta yang rumit, dunia perdukunan, intrik kekeluargaan, dan akhir cerita yang tragis. Tapi karena cerita ini tidak familiar, maka hanya sedikit orang yang tahu. Apalagi kisah ini hanya eksis dalam budaya tutur dengan menggunakan media bahasa lokal, yakni MAKASSAR.
Saya pribadi, menyukai cerita ini karena sejak kecil sering saya jadikan sebagai dongeng pengantar tidur. Jika ada salah seorang sobat blogger yang tergerak hatinya untuk tahu cerita ini, maka saya akan menceritakannya sesuai kemampuan saya dalam menulis. Sengaja saya mengalihbahasakannya ke dalam bahasa Indonesia, agar cerita ini lebih mudah dicerna dan  lebih familiar. Tapi karena saya bukan sastrawan, maka maaf saja jika ceritanya kurang puitis dan terkesan bertele-tele. Hehehe…
Ini dia ceritanya…‼!

Prolog
Di tanah Makassar, di sebuah dusun terasing, seorang pemuda bernama I Taro Ana’ Kunjung Barani hidup dalam kesehariannya bersama kedua orang tuanya. Ia pemuda malas. Sehari-hari Ia hanya tahu bermain gasing dan mengadu ayam jago bersama teman-temannya. Hingga suatu ketika, orang tuanya menegur dan memberi saran:
“Sudah bukan jamannya kamu bermain gasing dan mengadu ayam, Taro. Lebih baik kamu berfikir untuk segera menikah.”
Tapi I Taro tidak menggubrisnya. Bahkan seakan Ia tidak mau tahu dengan usianya yang kian dewasa itu. Ia tetap dengan kebiasaannya. Kalau bukan bermain gasing bersama temannya, pasti mengadu ayam jago. Itu saja kerjanya tiap hari, hingga orang tuanya pun berkali-kali menegurnya dan memintanya untuk menikah.
Suatu hari, karena mungkin sudah bosan dengan teguran. I Taro mengajukan usul bahwa jika benar orang tuanya menginginkan Ia menikah, maka wanita yang cocok dinikainya hanyalah sepupunya, I Samindara Baine. Karena hanya dialah satu-satunya wanita yang tepat dihatinya dan hanya dialah satu-satunya wanita yang membuatnya jatuh cinta.
Bukan karena keinginan I Taro untuk menikah yang membuat orang tuanya berfikir. Tapi karena wanita yang ingin dipersuntingnya lah yang membuatnya ragu. Apakah mungkin sepupunya itu mau menerima lamaran I Taro? Di satu sisi, I Taro hanyalah seorang pemuda malas yang tidak punya kerjaan, di sisi lain sepupunya itu terlalu jelita untuk I Taro. Tapi karena ini kesempatan untuk merubah hidup anak satu-satunya itu, maka di coba tak mengapa…gagal jadi pengalaman…hehehe! Begitulah kira-kira yang ada di pikiran orang tua Taro.
I Samindara Baine adalah seorang gadis berparas cantik. Ia punya banyak teman yang membantunya merias diri, menyisir rambut hitamnya yang lebat dan panjang lurus hingga ke bokong, mencat kuku-kukunya yang panjang dan indah. Wajahnya putih bak bulan purnama. bibirnya yang selalu basah, selaras dengan bentuk hidungnya yang mungil. Bulu matanya lentik, serasi dengan bola matanya yang teduh bersinar. Benar-benar gadis jelita yang menghampiri kesempurnaan. Karena kejelitaannya itulah, sehingga teman-temannya memberinya gelar: I Samindara Baine, si gadis elok hiasan wanita, beranting dua berkalung tiga.
Ke elokan tubuhnya membuat para lelaki di sekitarnya berebut mempersuntingnya. Tapi tak satupun yang diterimanya. Tak terkecuali pinangan I Taro pun di tolaknya mentah-mentah.
Berkali-kali suruhan orang tua Taro, I Unru’ Dae, menemui I Samindara Baine agar dia mau menerima niat baik I Taro, tapi berkali-kali pula ditolaknya mentah-mentah. Bahkan meskipun ditawari dengan harta yang dalam sastra makassar berbunyi:
“Galunga ri Tambakola,
tallung taunga nikatto
sitaunga nipare-pare.
(yang bermakna: sebuah warisan sawah yang cukup luas, membentang dari selatan ke utara, dimana sawah itu dapat di panen hingga 3 tahun lamanya tanpa habis-habis).
Dan juga tawaran warisan moyang:
“Takkang-takkang bulaenna,
Nisungkea namalatto’,
Nisoronga na mangngudada”
(yang bermakna: sebuah tongkat ajaib yang terbuat dari emas).
Tapi toh, I samindara Baine tetap pada pendiriannya. Bahkan dia berkata: “semua tawaran itu, saya juga memilikinya, karena kita berasal dari keturunan yang sama”.

Cinta di Tolak Dukun Bertindak
Putus asa dan merasa dipermalukan, I Taro memutuskan untuk pergi berlayar. Tapi sebelum itu, ia ingin membuat perhitungan terhadap I Samindara Baine. Ia ingin membalas perlakuannya yang keterlaluan itu. Maka Ia segera menemui orang pintar (dukun) di kampungnya untuk memuluskan rencananya.
Meskipun cenderung mustahil dan tidak masuk di akal, persyaratan magic mesti dipenuhi I Taro agar  rencananya berjalan lancar. Syaratnya adalah Ia harus menemukan sebatang pohon pinang yang tumbuh sendirian dan yang berbuah satu biji. Disamping itu, jika pohonnya sudah ditemukan, maka pohon pinang tersebut harus dipanjat membelakang dan buahnya dipetik dengan kuku bagian belakang. Buahnya tidak boleh jatuh agar daya magicnya tidak pudar. Setelah itu, buah pinangnya diperlihatkan ke I Samindara Baine agar bisa mempengaruhi jiwanya.
Maka segera I Taro berkeliling kampung, melintasi beberapa sungai, mendaki bukit dan menuruni lembah, hanya sekedar mencari sebuah pohon pinang yang menjadi syarat dari si dukun. Dan walhasil, setelah beberapa hari kemudian, pohon yang dicarinya ditemukan juga... Setelah memenuhi syarat-syarat panjat dan cara petiknya, buah pinang berhasil didapat dan dibawa pulang kerumah I Taro.
Adalah I Unru’ Dae, yang diutus untuk membawa buah pinang ajaib tersebut ke rumah I Samindara Baine. Sementara I Unru’ Dae sedang dalam perjalanan, I Taro pun bersiap-siap untuk berangkat berlayar bersama rekan-rekannya. Ia berangkat membawa malu dan rasa kecewa terhadap I Samindara Baine, sepupunya yang dicintainya itu.
Di rumah I Samindara, Unru’ Dae baru saja tiba dengan buah pinang ajaib di tangan. Ia sengaja meminang-minangnya di depan mata I Samindara untuk mengundang perhatian. Dan ternyata siasat itu berhasil. I Samindara tertarik dengan buah pinang itu dan ingin mengambilnya. Tanpa berpikir dua kali, Unru’ Dae segera memberikan pinang itu ke I Samindara dan berpesan, bahwa kado itu adalah pemberian terakhir I Taro sebelum berangkat berlayar.

Buah Pinang Pembawa Petaka
Tidak butuh waktu lama, buah pinang ajaib berhasil merubah pendirian I Samindara Baine. Jiwa kewanitaannya terpengaruhi magic. Dia yang semula begitu tegar untuk tidak menerima lamaran I Taro, berangsur-angsur luluh berganti rasa ingin menyatu dengan sepupunya itu. Bahkan dia menangis dan menyesal karena menolak kehendak suci I Taro. Oleh karena itu, dia tidak rela ketika mendengar bahwa I Taro akan pergi berlayar.
Dengan rasa bersalah dan cinta yang perlahan-lahan mulai tumbuh di hatinya, I Samindara bergegas menuju ke rumah sepupunya itu di dampingi Unru’ Dae. Dia bermaksud melarang kepergian I Taro dan bersedia menerima lamarannya. Atau setidak-tidaknya, mengajaknya bersama-sama pergi mengarungi lautan. Tapi malang tak dapat di tolak, rupanya I Taro sudah ada di bibir pantai, duduk santai di atas perahunya bersama teman-teman setianya, dengan dayung yang siap untuk di kayuh kemana pun I Taro hendak menuju.
Melihat kenyataan itu, I Samindara Baine nekat. Dia bergegas ke pantai, berlari semampunya, menyusul I Taro yang perlahan-lahan sudah mulai bergerak ke laut. Dia sudah tidak peduli dengan rambutnya yang panjang terurai, kusut bermandi debu. Kaki-kaki jenjangnya yang terawat, bukan penghalang untuk terus berlari menyusuri jalan setapak mengarah ke pantai. Hingga ketika dia sampai di bibir pantai, perahu I Taro sudah terlihat mengapung menjauh dan semakin menjauh.
I Samindara terisak melihat orang yang disusulnya kian menjauh. Dia berteriak memanggil-manggil, berharap I Taro dapat mendengarnya dan berbalik menjemputnya untuk bersama-sama mengarungi lautan. Tapi sepertinya suaranya terlalu lembut untuk di dengar di kejauhan sana.
Maka, Dia memutuskan untuk turun ke pantai, berenang sekuatnya, bergerak semampunya. Sesekali tangannya melambai ke arah laut, memanggil-manggil dengan suara yang semakin serak karena tertelan ombak. Hingga akhirnya I Samindara Baine menghilang. Dia tenggelam. Tenggelam bersama suara dan harapannya untuk mengarungi lautan bersama I Taro Ana’ Kunjung Barani. Pemuda malas yang dulu dia kecewakan dan permalukan begitu saja. Barulah beberapa hari kemudian, tubuhnya yang tak lagi jelita itu, ditemukan oleh seorang nelayan sedang terbujur kaku di bibir pantai.

Epilog
di pinggir pantai, tepat dirimbunan pohon talas, tubuh I Samindara Baine terkubur. Dia sudah terbaring dibawah onggokan pasir dan dedaunan talas yang mulai mengering, sampai I Taro tiba dengan membawa kesedihan yang begitu dalam. Ia tidak menyangka kalau gadis yang di cintainya akan melakukan hal yang semacam itu.
I Taro berbalik haluan karena diberitahu oleh seorang nelayan tentang kematian sepupunya itu. Ia bergegas pulang, karena meskipun pernah dikecewakan dan merasa dipermalukan, I Samindara Baine tetaplah gadis pujaan hatinya. Biar bagaimanapun, benih-benih cinta dihatinya masih tertanam kuat. Apalagi setelah ia tahu bahwa penyebab kematiannya adalah karena ego kelelakiannya, maka bertambah sedihlah hati I Taro Ana’ Kunjung Barani.
Kesedihan dan cinta itulah, yang membuat I Taro memutuskan untuk menghunus badiknya. Menghunjam dalam tepat ke jantungnya, hingga ia roboh diatas pusara I Samindara Baine. Tapi sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya, ia masih sempat mengucap kata: “O andikku I Samindara Baine, tatta taua belo-belo bainea, tokeng tallua anting-anting pimbalia. Bukan pacce dan siri’ semata yang membuatku menyusul kepergianmu, tapi karena cinta yang masih tersisa yang mengantar aku rela mati di atas pusaramu. Ri surugapi sallang, napasse’reki Batara…” (sekian).
==========================================

Artikel Lainnya:

4 komentar:

Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!