-->

Kisah Cinta DATU MUSENG Dan MAIPA DEAPATI: Sebuah Tragedi

Jufri Daeng Nigga | 4:47 PM | | |
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Tiap orang punya kisah cinta, tapi dengan warna dan jalan cerita yang berbeda-beda. Ada yang awal kisahnya penuh duka dan airmata, tapi endingnya membahagiakan dan penuh canda tawa. Ada pula yang awalnya bahagia, tapi di akhir kisahnya penuh kemelut dan problema, sehingga berakhir tragis dan menyedihkan. Hemmmmhh…
Itulah cinta… yang kadang lebih misterius dan lebih sulit ditebak dari makna dibalik senyuman manis MONALISA…! Hehehe……
Di sepanjang sejarah kehidupan manusia, tidak sedikit kisah cinta yang berhasil diabadikan. Baik melalui tulisan, pahatan patung, prasasti, rekaman gambar, serta melalui situs-situs lainnya, disamping kisah cinta yang hanya diketahui melalui budaya oral (lisan). Kisah tersebut mayoritas dilakoni oleh seorang tokoh atau figur yang cukup memiliki pengaruh pada zamannya. Sebutlah misalnya, kisah cinta antara Romeo dan Juliet (seorang bangsawan Verona, Italia), Anthony (bangsawan Romawi) dan Cleopatra (Paraoh cantik dari Mesir), Tristan dan Isolde (putri Raja Irlandia), dan kisah-kisah lainnya yang cukup banyak kita saksikan, baik di buku-buku sastra, pementasan drama, maupun di film-film terkenal.
Sejatinya, di belahan bumi ini, tiap-tiap wilayah dan budaya memiliki catatan kisah cintanya sendiri-sendiri, yang dapat dijadikan sebagai sebuah pembelajaran dan untuk dipetik hikmah yang terkandung didalamnya. Hanya saja karena keterbatasan media dan waktu, kisah-kisah tersebut tidak terekspos ke publik sehingga hanya menjadi konsumsi cerita lokal dimana kisah tersebut terjadi.
Di Sulawesi Selatan, kisah cinta yang paling tenar karena tertulis dalam naskah klasik I Laga Ligo adalah kisah cintanya I Sawerigading dengan We Cudai, seorang gadis cantik dari Botting Langi’. Kisah ini terjadi di tanah Luwu. Tapi selain itu, ada juga satu kisah cinta yang tidak kalah serunya dengan cerita I Sawerigading. Sebuah kisah yang pernah terjadi di tanah Makassar, yakni kisah cinta antara Datu Museng dengan Maipa Deapati.
Siapa dia…? Bagaimana kisahnya…???
Di Makassar, kisah Datu Museng dan Maipa Deapati ini sering dituturkan secara lisan oleh para orang tua. Tujuannya agar kita mengambil pelajaran di dalamnya, karena kisah tersebut penuh intrik perjuangan, keteguhan hati dan tanggungjawab, kesetiaan, kehormatan dan harga diri, dan tentu saja tragedi cinta yang mengharukan.
Tentu saja… Karena selain Datu Museng harus berjuang mati-matian untuk mendapatkan cintanya Maipa Deapati, seorang gadis jelita yang merupakan Putri Raja Sumbawa. Ia juga harus berhadapan dengan Pangeran Mangalasa, sepupu Maipa Deapati yang menjadi tunangannya. Oleh karena itu, atas anjuran sang kakek, Addengareng. Datu Museng menyeberang ke Tanah Mekah untuk menuntut ilmu.
Kepergian Datu Museng ke Mekah, tidak membuat cintanya kepada Maipa surut. Bahkan benih-benih cinta dihatinya malah kian kokoh dan berakar. Oleh karena itu, sepulangnya dari Mekah dan setelah mendapatkan ilmu “Bunga Ejana Madina”, Datu Museng segera menemui Maipa yang sedang terbujur sakit. Dengan ilmu yang dimilikinya, Ia berhasil menyembuhkan penyakit Maipa dan setelah itu, cinta pun bersemi di kedua belah pihak.
Gelagat buruk ini memaksa Pangeran Mangalasa meminta bantuan Belanda. Berharap agar Kompeni dapat membunuh Datu Museng, dan Ia dapat bersatu kembali dengan tunangannya, Maipa Deapati. Tapi Datu Museng terlalu sakti bagi mereka. Ilmu yang didapatnya di tanah Mekah membuatnya mampu mengalahkan persekutuan Pangeran Mangalasa dengan pihak Belanda. Sehingga pada akhirnya, Datu Museng mempersunting Maipa Deapati tanpa dapat dicegah oleh siapapun juga.
Sekedar dipahami bahwa, Datu Museng sesungguhnya adalah bahagian dari keluarga Kerajaan Gowa. Ia menyeberang ke tanah Sumbawa karena ketidakstabilan Gowa akibat politik devide et impera yang dilancarkan Kompeni Belanda. Pada saat itu, Datu Museng masih belia. Ia masih kanak-kanak sampai kakeknya, Adengareng, memintanya untuk menyeberang ke Sumbawa. Menetap disana sampai Ia tumbuh dewasa, dan pada akhirnya jatuh cinta pada Maipa Deapati, teman mengajinya di Mempewa.
Cerita berlanjut… Beberapa hari setelah Datu Museng mempersunting Maipa Deapati, Ia mendapat kabar bahwa di Makassar (tanah kelahirannya) terjadi kegoncangan dan ketidakstabilan politik akibat adu domba Kompeni Belanda yang kian menjadi-jadi. Oleh karena itu, atas izin dari mertuanya (Raja Sumbawa), Ia beserta istrinya pulang ke Makassar untuk membantu Kerajaan Gowa melawan musuhnya-musuhnya.
Tapi masalah lain muncul. Pimpinan Kompeni terpesona melihat kejelitaan Maipa Deapati. Ia begitu mengaguminya dan ingin mengambilnya di tangan Datu Museng. Maka, dengan berbagai macam cara, siang dan malam, dari segala penjuru, pihak Kompeni bertubi-tubi menyerang Datu Museng. Tapi lagi-lagi, dengan ilmu dan kesaktian yang dimilikinya, Datu Museng masih bisa bertahan untuk melindungi kekasihnya, Maipa Deapati.
Hingga pada suatu ketika… Saat Datu Museng lengah. Pihak kompeni yang tidak mau berhenti melancarkan serangannya, berhasil menodongkan senjatanya ke arah Datu Museng dari jarak yang sangat dekat. Menyaksikan itu, jiwa kewanitaan Maipa muncul. Ia tidak rela suami yang sangat dicintainya mati ditembus peluru Kompeni. Maka dengan mantap dan penuh keyakinan, Ia menghadang laju peluru sebelum sempat mengenai tubuh Datu Museng. Walhasil, peluru menembus tubuhnya yang jelita itu. Maipa roboh, pucat meregang maut.
Tapi sebelum maut benar-benar menjemputnya, Maipa masih sempat mengucap kata, berbisik di pangkuan Datu Museng, katanya: “Daengku Datu Museng, permata hatiku… Takkan ku gentar walau jiwa melayang, kebimbangan telah kucampakkan… Sebab keyakinan telah kupastikan, perahu kematian siap kutumpangi… Kemudi telah kukuh di tangan, telah kutetapkan haluan menyongsong tujuan, pada kematian yang hangat dan menyenangkan…”
Demikianlah… Maipa telah tiada. Ia tewas dalam pangkuan suaminya. Peluru Kompeni berhasil merobek tubuh jelitanya, membuatnya bersimbah darah. Tapi kompeni tidak berhasil membunuh cintanya, Kompeni tidak mampu mengambil kesetiaan, harga diri dan ikrar sucinya kepada Datu Museng. Ikrar untuk sehidup semati…‼!
Karena ikrar itu pulalah yang membuat Datu Museng melepas jimat saktinya, membuang ilmu “kebal”nya, menyerahkan dirinya kepada pihak Kompeni belanda untuk ditembaki hingga mati…‼!
Kini, Datu Museng hanya tinggal sebuah cerita. Maipa Deapati pun hanya tinggal sebuah nama. Bagi siapapun yang ingin mengenangnya, berkunjunglah ke Kota Makassar. Di ujung barat jalan Datu Museng (sebuah nama jalan pemberian Pemerintah Kota Makassar), disitu terletak dua buah situs makam bernisan kayu, yang konon adalah makamnya Datu Museng dan kekasihnya Maipa Deapati.
Sobat blogger…
Mungkin di antara kita masih ragu atau bahkan tidak percaya sama sekali. Benarkah kisah ini sebuah fakta sejarah? Atau jangan-jangan ini cerita fiksi yang sengaja dibikin oleh para tetua kita dahulu, sekedar untuk pengajaran moral dan pengantar tidur bagi anak-anaknya…!
Bagi saya, terlepas dari apakah kisah ini fakta atau fiksi, karena memang tidak satupun diantara kita yang hidup semasa dengan pelakon cerita. Maka kita hanya bisa menilai bahwa, jika kisah ini adalah benar-benar sebuah fakta sejarah, kita seharusnya patut berbangga dengan kisah cintanya yang mengharukan itu. Tapi toh andai ini pun sebuah fiksi, kita patut mengangkat jempol bagi si penutur atau si pencipta cerita, karena Ia berhasil membangun sebuah cerita yang tidak kalah serunya dengan kisah-kisah lainnya yang mendunia, dan tetap masih bertahan hingga kini.
Believe or not… yang pasti kebenaran hanya milik Sang pemilik Kebenaran Mutlak itu sendiri, yakni Allah Azza Wa Jalla…‼! <joe>

2 komentar:

  1. Kisah cinta Datu Museng dengan Maipa Deapati sangat layak diangkat ke layar lebar (film). Pasti tidak akan kalah dengan film kisah cinta Habibie-Ainun.

    BalasHapus
  2. Akhirnya akan di angkat ke layar lebar

    BalasHapus

Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!