-->

ULUMUL QUR’AN: Penulisan Dan Kodifikasi Al-Qur`an

Jufri Daeng Nigga | 12:55 PM | |
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Penulisan dan kodifikasi (pengumpulan) al-Qur'an dilakukan dalam tiga tahapan:
Pertama, Pada masa Nabi Muhammad SAW.
Pada masa ini, lebih banyak bergantung kepada hafalan ketimbang tulisan karena daya ingat para sahabat sangat kuat, mereka sangat cepat dalam menghafal dan orang yang pandai tulis-baca langka serta terbatasnya alat-alat tulis. Oleh karena itu, pengkodifikasiannya tidak dimuat di dalam suatu mushaf, akan tetapi siapa saja yang mendengar satu ayat, dia lalu menghafalnya atau menulisnya sebisanya pada pelepah korma, lembaran dari kulit, batu putih yang tipis dan tulang pundak (binatang), sedangkan para Qurrâ` (pembaca al-Qur'an dan penghafal) nya banyak sekali.
Di dalam Sahih Bukhari dari Anas bin Malik dinyatakan bahwasanya Nabi SAW mengutus 70 orang yang dikenal sebagai Qurrâ`. Lalu mereka dihadang oleh dua perkampungan dari Bani Sulaim yaitu Ra'l dan Dzakwan di sebuah tempat bernama Bi`r Ma'ûnah, lalu membunuh mereka.

Kedua, Pada masa Abu Bakar As-Shiddiq, tahun 12 H.
Sebab utamanya adalah terbunuhnya sejumlah besar para Qurrâ` pada perang Yamamah, diantaranya Salim, Mawla Abu Hudzaifah yang merupakan salah seorang dari kalangan mereka yang Nabi perintahkan agar al-Qur'an ditransfer darinya.
Lalu Abu Bakar memerintahkan pengkodifikasian al-Qur'an agar tidak lenyap (dengan banyaknya yang meninggal dari kalangan Qurrâ`). Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam Sahih Bukhari bahwasanya Umar bin Khattab memberikan isyarat agar Abu Bakar melakukan kodifikasi terhadap al-Qur'an setelah perang Yamamah, namun dia belum memberikan jawaban (abstain). Umar terus mendesaknya dan menuntutnya hingga akhirnya Allah melapangkan dada Abu Bakar terhadap pekerjaan besar itu. Lalu dia mengutus orang untuk menemui Zaid bin Tsabit, lantas Zaid pun datang menghadap sementara di situ sudah ada Umar.
Kemudian Abu Bakar berkata kepadanya (Zaid), "Sesungguhnya engkau seorang pemuda yang intelek, dan kami tidak pernah menuduh (jelek) terhadapmu. Sebelumnya engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah SAW, karenanya telusuri lagi al-Qur'an dan kumpulkanlah." Zaid berkata, "Lalu akupun menelusuri al-Qur'an dan mengumpulkannya dari pelepah korma, lembaran kulit dan juga hafalan beberapa sahabat. Ketika itu, Shuhuf (jamak dari kata Sahifah, yakni lembaran asli ditulisnya teks al-Qur'an padanya) masih berada di tangan Abu Bakar hingga beliau wafat, kemudian berpindah ke tangan Umar semasa hidupnya, kemudian berpindah lagi ke tangan Hafsah binti Umar. Mengenai hal ini, Imam Bukhari meriwayatkannya secara panjang lebar.
Kaum Muslimin telah menyetujui tindakan Abu Bakar atas hal tersebut dan menganggapnya sebagai bagian dari jasa-jasanya yang banyak sekali. Bahkan Ali sampai-sampai berkata, "Orang yang paling besar pahalanya terhadap mushaf-mushaf tersebut adalah Abu Bakar. Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Dialah orang yang pertama kali melakukan kodifikasi terhadap Kitabullah."

Ketiga, Pada masa Amirul Mu'minin, Utsman bin Affan, tahun 25 H.
Sebab utamanya adalah timbulnya beragam versi bacaan terhadap al-Qur'an sesuai dengan shuhuf yang berada di tangan para sahabat, sehingga dikhawatirkan terjadinya fitnah. Oleh karena itu, Utsman memerintahkan agar dilakukan kodifikasi terhadap shuhuf tersebut sehingga menjadi satu mushaf saja agar manusia tidak berbeda-beda bacaan lagi, yang dapat mengakibatkan mereka berselisih terhadap Kitabullah dan berpecah-belah.
Di dalam Sahih Bukhari disebutkan bahwa Hudzaifah bin Yaman menghadap Utsman seusai penaklukan terhadap Armenia dan Azerbeijan. Dia merasa gelisah dan kalut dengan terjadinya perselisihan manusia dalam beragam versi bacaaan (Qirâ`ah), sembari berkata kepadanya, "Wahai Amirul Mukminin, lakukan sesuatu buat umat sebelum mereka berselisih pendapat terhadap Kitabullah ini seperti halnya yang terjadi terhadap kaum Yahudi dan Nasrani."

Lalu Utsman mengutus seseorang untuk menemui Hafsah agar menyerahkan kepada beliau shuhuf (lembaran-lembaran) yang berada di tangannya untuk disalin ke mushaf-mushaf, kemudian akan dikembalikan naskah aslinya tersebut kepadanya lagi. Hafsah pun menyetujuinya. Lalu Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Ash, Abdurrahman bin Hârits bin Hisyam, lalu mereka pun menulis dan menyalinnya ke dalam mushaf-mushaf.
Zaid bin Tsabit adalah seorang anshar dan tiga orang lainnya berasal dari suku Quraisy. Utsman berkata kepada tiga orang dari Quraisy tersebut, "Bila kalian berselisih pendapat dengan Zaid bin Tsabit mengenai sesuatu dari al-Qur'an tersebut, maka tulislah ia dengan lisan (bahasa) Quraisy, sebab ia diturunkan dengan bahasa mereka." Mereka pun melaksanakan perintah tersebut hingga tatkala proses penyalinannya ke mushaf-mushaf rampung, Utsman pun mengembalikan naskah asli kepada Hafsah, lalu Utsman mengirim ke setiap pelosok satu mushaf dari mushaf-mushaf yang telah disalin tersebut dan memerintahkan agar al-Qur'an yang ada pada setiap orang selain Mushaf itu, baik berupa shuhuf ataupun mushaf agar dibakar.
Utsman melakukan hal ini setelah meminta pendapat dari para sahabat. Hal ini sebagai diriwayatkan oleh Ibn Abi Daud dari Ali bin Abi Thalib bahwasanya dia berkata, "Demi Allah, tidaklah apa yang telah dilakukannya (Utsman) terhadap mushaf-mushaf kecuali saat berada di tengah-tengah kami. Dia berkata kepada kami, 'Menurut pendapat saya, kita perlu menyatukan manusia pada satu mushaf saja dari sekian banyak mushaf itu sehingga tidak lagi terjadi perpecahan dan perselisihan.' Kami menjawab, 'Alangkah baiknya pendapatmu itu.'"
Mush'ab bin Sa'd berkata, "Saya mendapatkan orang demikian banyak ketika Utsman membakar mushaf-mushaf itu dan mereka terkesan dengan tindakan itu." Dalam versi riwayat yang lain darinya, "tidak seorangpun dari mereka yang mengingkari tindakan itu dan menganggapnya sebagai bagian dari jasa-jasa Amirul Mukminin, Utsman bin Affan yang disetujui oleh semua kaum muslimin dan sebagai penyempurna dari pengkodifikasian yang telah dilakukan khalifah Rasulullah sebelumnya, Abu Bakar ash-Shiddiq."

Perbedaan Antara Proses Kodifikasi Pada Masa Utsman dan Abu Bakar
Perbedaan antara proses kodifikasi pada masa Utsman dan Abu Bakar, adalah bahwa tujuan pengkodifikasian al-Qur'an pada masa Abu Bakar adalah menghimpun al-Qur'an secara keseluruhan dalam satu mushaf sehingga tidak ada satupun yang tercecer tanpa mendorong orang-orang agar bersatu dalam satu mushaf saja, dan hal ini dikarenakan belum tampak implikasi yang signifikan dari adanya perbedaan seputar Qirâ`at sehingga mengharuskan tindakan ke arah itu.
Sementara tujuan kodifikasi pada masa Utsman adalah menghimpun al-Qur'an secara keseluruhan dalam satu mushaf namun mendorong orang-orang agar bersatu dalam satu mushaf saja. Hal ini, karena adanya implikasi yang sangat mengkhawatirkan dari beragam versi Qirâ`ah tersebut.
Jerih payah pengkodifikasian ini ternyata membuahkan maslahat yang besar bagi kaum Muslimin, yaitu bersatu-padunya umat, bersepakatnya kata serta terbitnya suasana keakraban diantara mereka. Dengan terciptanya hal tersebut, maka kerusakan besar yang ditimbulkan oleh perpecahan umat, tidak bersepakat dalam satu kata serta menyeruaknya kebencian dan permusuhan telah dapat dibuang jauh-jauh. Hal seperti ini terus berlanjut hingga hari ini, kaum muslimin bersepakat atasnya, diriwayatkan secara mutawatir diantara mereka melalui proses tranfer dari generasi tua kepada generasi muda dengan tanpa tersentuh oleh tangan-tangan jahat dan para penghamba hawa nafsu. Hanya bagi Allah lah, segala puji, Rabb langit dan Rabb bumi serta Rabb alam semesta. Wallahu A’lam Bishshawab.

Artikel Lainnya:

Tidak ada komentar:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!