Dalam kitab-kitab tafsir mu'tabarah, basmalah
(singkatan dari Bismillahirrahmanirrahim) secara panjang dibahas aspek
fikihnya.
Apakah itu menjadi bagian dari Surah
Al-Fatihah atau bukan? Bagaimana hukum membaca atau tidak membacanya? Apakah
harus dibaca keras (jahr) atau sunyi di dalam shalat bersama ayat-ayat lainnya
atau cukup dibaca dalam hati, atau boleh sama sekali tidak dibaca karena
dianggap bukan bagian Surah Al-Fatihah?
Namun, di dalam kitab-kitab tafsir sufi
(isyari) basmalah tidak ditonjolkan aspek fikihnya melainkan aspek
spiritualnya.
Para sufi memang jarang menafsirkan Alquran
secara tahlili sebagaimana halnya ulama-ulama fikih. Ulama tasawuf membahas
secara tematis dan terperinci ayat-ayat yang masuk kategori ayat tasawuf.
Salah satu ayat yang mempunyai porsi
pembahasan luas ialah basmalah. Bagi para sufi, pembahasan basmalah diurai
secara panjang dan lebih menekankan aspek dan makna spiritual di dalamnya.
Sejumlah tafsir Syi'ah membahas ta'awwuz
(A'udzu bi Allah min al-syaithan al-rajim) dan basmalah di dalam satu jilid
tersendiri karena sedemikian dalam makna dan kandungan kedua kalimat tersebut.
Basmalah adalah substansi Alquran. Jika
Alquran yang terdiri atas 6.666 ayat, 114 surah, dan 30 juz dipadatkan maka
pemadatannya ialah basmalah itu. Bahkan, menurut riwayat dari Al-Hafiz bin
Sulaiman bin Ibrahim Al-Qunduzy, bahwa sesungguhnya seluruh rahasia kitab-kitab
samawi tersimpul di dalam Alquran.
Rahasia keseluruhan Alquran tersimpul di
dalam Surah Al-Fatihah dan rahasia keseluruhan Surah Al-Fatihah tersimpul di
dalam basmalah (Bi ism Allah al-Rahman al-Rahim), dan rahasia basmalah terletak
pada sebuah titik di bawah huruf ba (?) di awal kalimat.
Pembahasan rahasia titik di bawah huruf ba
mengingatkan kita pada penciptaan awal yang dikaitkan dengan teori dentuman
awal (the big bang) oleh para filsuf Platonisme.
Para filsuf dan kalangan sufi mempunyai
kesamaan logika bahwa asal usul kejadian makrokosmos (dan dengan sendirinya
mikrokosmos) berasal dari sebuah titik yang maha padat ciptaan Tuhan.
Karena sedemikian padatnya maka kemudian
mengalami ledakan dan partikel-partikel pecahannya kemudian mengalami proses
pembesaran (expanding universe) yang dalam bahasa Alquran diistilahkan wa inna
lamusi'un (lalu Kami meluaskannya) QS Al-Dzariyat: 47).
Partikel-partikel itu dihubungkan dengan
galaksi bimasakti (milky way) dengan seluruh famili planet yang ada di dalam
kawasannya. Dalam wacana tasawuf partikel-partikel utama disebut dengan
syajaratul baidha', yang menjadi asal-usul dari segala ciptaan. Ibnu Arabi
menghubungkannya dengan entitas-entitas luar (external entities/al-a'yan
al-kharijiyyah).
Yang membedakan antara filsuf dengan sufi
secara mendasar ialah asal-usul penciptaan alam semesta. Kalangan filsuf
berpendapat, asal-usul alam semesta (universe) ialah terjadi dengan sendirinya
(creatio ex nihilo).
Namun, asumsi ini tidak memuaskan kalangan
filsuf lainnya karena memang susah di nalar secara logika murni. Bagaimana ada
sesuatu tanpa ada yang mengadakannya, bagaimana sebuah ciptaan (makhluq/creation)
bisa tercipta tanpa ada pencipta (khaliq/creator). Pertanyaan ini masih tetap
menjadi misteri di kalangan filsuf.
Bagi para sufi, terjadinya al-a'yan
al-kharijiyyah adalah kelanjutan dari ta'ayyun awwal, yaitu proses dari
Ahadiyah ke Wahidiyyah¸ yakni dari sisi Tuhan sebagai Sirr al-Asrar (the Secret
of the Secred), kemudian ingin mengenal diri-Nya lalu memperkenalkan diri-Nya
melalui Sifat-Sifat dan Nama-nama-Nya.
Sisi Tuhan yang pertama disebut Ahadiyyah dan
sisi yang terakhir disebut Wahidiyyah. Sifat-sifat dan nama-nama Allah SWT yang
ada di dalam al-A'yan al-Tsabitah menuntut konsekuensi, maka proses entitas
terus berlanjut dan tidak hanya berhenti di al-A'yan al-Tsabitah.
Sulit memahami Allah sebagai Rabb dan Ilah
tanpa marbub dan ma'luh yang menyembahnya. Sulit dipahami Tuhan sebagai Maha
Pencipta (al-Khalik) tanpa makhluk. Sulit memahami Allah Maha Pemberi
(al-Wahhab) tanpa objek yang diberi (mauhub) dan seterusnya. Konsekuensi inilah
yang melahirkan alam semesta yang merupakan kelanjutan proses dari al-A'yan
al-Tsabitah.
Beda antara keduanya ialah al-A'yan
al-Tsabitah, entitasnya permanen atau biasa disebut wajib al-wujud. Sedangkan
alam semesta termasuk manusia, adalah entitas baharu (al-a'yan al-hawadits)
atau biasa disebut dengan mumkin al-wujud. Baik yang pertama maupun yang kedua,
asal-usulnya terlacak dan jelas, semuanya dari Allah. Allah disebut Ibnu Arabi
sebagai al-Haqq dan makhluk-Nya disebut al-khalq.
Dalam kitab tafsir Isyari, penciptaan alam
raya dihubungkan dengan sumpah pertama Allah dalam Alquran yaitu, Nun. wa
al-Qalam wa ma yasthurun (Nun. Demi Pena dan apa yang dituliskannya). Di antara
mereka ada yang memahami secara semiotik, bahwa nun adalah botol tinta dan
al-qalam adalah pena penciptaan.
Huruf pertama yang ditulis pena itu ialah
satu titik yang kemudian disimbolkan di bawah huruf ba pada lafaz bi ism Allah.
Titik itu menjadi starting point terhadap tulisan pena itu. "Tidak gugur
sehelai daun melainkan sudah tercatat di dalam Lauh Mahfudz.”
Hadis ini dihubungkan dengan pena suci itu.
Kumpulan-kumpulan tulisan pena menjadi al-kitab dan menjadi hukum kauniyyah.
Pena suci itu terus berjalan.
Tulisan-tulisannya mustahil akan bisa dipahami semua oleh manusia, sebagaimana
diisyaratkan dalam Alquran, "Katakanlah: Kalau sekiranya lautan menjadi
tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu
sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al-Kahfi: 109).
Lebih dipertegas lagi di dalam ayat lain,
"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah." (QS. Luqman: 27).
Ada sejumlah ayat yang saling terkait dijadikan
ulama tasawuf sebagai entry point untuk memahami rahasia penciptaan alam. Di
antaranya ialah ayat yang pertama diturunkan Allah ialah Iqra' bi ism Rabbik
(bacalah dengan menyebut nama atau atas nama Tuhanmu) dan ayat keempatnya,
"Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam." (QS. Al-'Alaq:
4).
Dan sumpah Tuhan pertama turun ialah: Nun. Wa
al-Qalam wa ma yasthurun (QS. Al-Qalam: 1) serta ayat, "Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya." (QS.
Al-Baqarah: 31).
Ayat-ayat tersebut di atas oleh ulama tasawuf
dihubungkan dengan basmalah untuk memahami rahasia penciptaan alam, baik
al-'alam al-kabir (makrokosmos) maupun al-'alam al-shagir (mikrokosmos).
Metodologi pemahaman mereka sangat berbeda dengan metode ulama tafsir pada umumnya,
khususnya ulama fikih. Namun, antara satu sama lain tidak ditemukan
pertentangan.
Bahkan, antara satu sama lain saling
menghargai dan penuh pengertian bahwa memang Alquran ibarat intan,
masing-masing sudutnya bisa memantulkan cahaya yang berbeda-beda. Itulah
keistimewaan Alquran. Wallahua'lam.