Berikut ini saya sajikan penjelasan mengenai
perayaan Maulid Nabi Muhammad saw yang saya rangkum dari blog www.muslim.or.id.
Semoga permasalahan yang selalu menjadi polemik setiap tahunnya ini dapat
dipahami secara ilmiah dan juga menyeluruh.
Bagi pihak yang kontra, harap menyimak
penjelasan-penjelasan berikut dengan seksama, hati yang tenang dan pikiran
yang jernih, agar tidak muncul
prasangka-prasangka buruk. Semisal prasangka bahwa melarang perayaan Maulid
adalah mengkafirkan dan menyesatkan setiap orang yang mengikuti perayaan
tersebut. Semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.
Selamat Membaca…‼!
*******
Sikap Ahlus Sunnah
Dalam Menyikapi Peringatan Maulid Nabi
[Pertama] Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Ad
Dimasqi mengatakan: “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari
raya yang disyari’atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha) seperti perayaan pada
sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid
Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at
dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok
pintar (alias bodoh) dengan ‘Idul Abror-; ini semua adalah bid’ah yang tidak
dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini)
dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298).
[Kedua] Muhammad bin ‘Abdus Salam Khodr Asy
Syuqairiy membawakan pasal “Di bulan Rabi’ul Awwal dan Bid’ah Maulid”. Dalam
pasal tersebut, beliau rahimahullah mengatakan, “Bulan Rabi’ul Awwal ini
tidaklah dikhususkan dengan shalat, dzikr, ‘ibadah, nafkah atau sedekah
tertentu. Bulan ini bukanlah bulan yang di dalamnya terdapat hari besar Islam
seperti berkumpul-kumpul dan adanya ‘ied sebagaimana digariskan oleh syari’at.
…Bulan ini memang adalah hari kelahiran Nabi saw dan sekaligus pula bulan ini
adalah waktu wafatnya beliau. Bagaimana seseorang bersenang-senang dengan hari
kelahiran beliau sekaligus juga kematiannya [?] Jika hari kelahiran beliau
dijadikan perayaan, maka itu termasuk perayaan yang bid’ah yang mungkar. Tidak
ada dalam syari’at maupun dalam akal yang membenarkan hal ini.
Jika dalam maulid terdapat kebaikan, lalu
mengapa perayaan ini dilalaikan oleh Abu Bakar, ‘Umar, Utsman, ‘Ali, dan
sahabat lainnya, juga tabi’in dan yang mengikuti mereka [?] Tidak disangsikan
lagi, perayaan yang diada-adakan ini adalah kelakuan orang-orang sufi, orang
yang serakah pada makanan, orang yang gemar menyia-nyiakan waktu dengan
permainan sia-sia dan pengagung bid’ah…”
Lalu beliau melanjutkan dengan perkataan yang
menghujam: “Lantas faedah apa yang bisa diperoleh, pahala apa yang bisa diraih
dari penghamburan harta yang memberatkan[?]” (As Sunan wal Mubtada’at Al
Muta’alliqoh Bil Adzkari wash Sholawat, 138-139).
[Ketiga] Seorang ulama Malikiyah, Syaikh Tajuddin
‘Umar bin ‘Ali –yang lebih terkenal dengan Al Fakihaniy- mengatakan bahwa
maulid adalah bid’ah madzmumah (bid’ah yang tercela). Beliau memiliki kitab
tersendiri yang beliau namakan “Al Mawrid fil Kalam ‘ala ‘Amalil Mawlid
(Pernyataan mengenai amalan Maulid)”.
Beliau rahimahullah mengatakan: “Aku tidak
mengetahui bahwa maulid memiliki dasar dari Al Kitab dan As Sunnah sama sekali.
Tidak ada juga dari satu pun ulama yang dijadikan qudwah (teladan) dalam agama
menunjukkan bahwa maulid berasal dari pendapat para ulama terdahulu. Bahkan
maulid adalah suatu bid’ah yang diada-adakan, yang sangat digemari oleh orang
yang senang menghabiskan waktu dengan sia-sia, sangat pula disenangi oleh orang
serakah pada makanan. Kalau mau dikatakan maulid masuk di mana dari lima hukum
taklifi (yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram), maka yang tepat
perayaan maulid bukanlah suatu yang wajib secara ijma’ (kesepakatan para ulama)
atau pula bukan sesuatu yang dianjurkan (sunnah). Karena yang namanya sesuatu
yang dianjurkan (sunnah) tidak dicela orang yang meninggalkannya. Sedangkan
maulid tidaklah dirayakan oleh sahabat, tabi’in dan ulama sepanjang pengetahuan
kami. Inilah jawabanku terhadap hal ini. Dan tidak bisa dikatakan merayakan
maulid itu mubah karena yang namanya bid’ah dalam agama -berdasarkan
kesepakatan para ulama kaum muslimin- tidak bisa disebut mubah. Jadi, maulid
hanya bisa kita katakan terlarang atau haram.” (Al Hawiy Lilfatawa lis Suyuthi,
1/183).
Tidak ada komentar:
Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!