Selain kuda dan garam, Kabupaten Jeneponto
juga terkenal dengan Tala’nya. Itu sangat wajar, karena memang Jeneponto
merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan yang tergolong kering dan
tandus. Sementara pohon tala’ hanya bisa tumbuh di wilayah yang semacam itu.
Keberadaan pohon tala’ di wilayah ini,
merupakan berkah tersendiri bagi sebagian masyarakat Jeneponto, terutama bagi
yang mendiami wilayah pedesaan bagian selatan sebelum pesisir. Itu karena pohon
tala’ memiliki manfaat dan kegunaan yang cukup banyak dibanding pepohonan
lainnya. Bahkan bisa dikatakan, pohon tala’ adalah pohon serba guna. Karena
mulai dari batang, buah, daun, hingga tetesan airnya, dapat diolah untuk
dimanfaatkan hasilnya.
Pohon tala’ sangat mudah kita jumpai di
wilayah ini. Jaraknya pun cukup berdekatan antara satu dengan lainnya. Bahkan
kita dapat menyaksikan jejeran pohon tala’ di titik wilayah tertentu, yang
menghadirkan pemandangan tersendiri bagi yang melihatnya.
Tapi mungkin sebagian diantara kita masih
belum begitu akrab dengan pohon yang satu ini, sehingga memunculkan beberapa
pertanyaan yang mengusik rasa ingin tahu kita. Oleh karena itu, marilah kita
simak penjelasan berikut ini agar rasa ingin tahu kita dapat sedikit
terpuaskan…
Apa itu Pohon Tala’?
Tala’ adalah bahasa Makassar (Bugis) untuk
pohon Lontar (Siwalan). Tala’ adalah sejenis palma yang banyak tumbuh di Asia
Selatan dan Asia Tenggara. Konon, pohon ini berasal dari India kemudian
selanjutnya menyebar ke beberapa wilayah, termasuk Jeneponto (Turatea) dan
sekitarnya.
Pohon ini terutama tumbuh di daerah-daerah
kering. Di Indonesia, tala’ terutama tumbuh di bagian timur pulau Jawa, Madura,
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, dan yang pasti di Sulawesi
Selatan.
Pohon tala’ dapat hidup hingga umur 100 tahun
atau lebih, dan mulai berbuah pada usia sekitar 20 tahun.
Di banyak daerah, pohon ini juga dikenal
dengan nama-nama yang mirip, seperti lonta (Minangkabau), ental (Sunda, Jawa,
Bali), taal (Madura), dun tal (Sasak), jun tal (Sumbawa), lontara (Toraja),
lontoir (Ambon). Juga manggita, manggitu (Sumba) dan tua (Timor).
Pohon Tala’ adalah pohon yang kokoh dan kuat.
Berbatang tunggal dengan tinggi sekitar 15-30 m dan diameter batang sekitar 60
cm. Biasanya tumbuh sendirian, tapi juga kebanyakan berkelompok dan
berdekat-dekatan.
Memiliki daun yang besar memanjang, terkumpul
di ujung batang dan membentuk tajuk yang membulat. Helaian daunnya serupa
dengan kipas bundar, berdiameter hingga 1,5 m, bercangap sampai berbagi
menjari, dengan taju anak daun selebar 5-7 cm. Sisi bawahnya keputihan oleh
karena lapisan lilin.
Tangkai daunnya mencapai panjang 1 m, dengan
pelepah yang lebar dan hitam di bagian atasnya. Sisi tangkainya memiliki
deretan duri yang berujung dua.
Karangan bunga dalam tongkol sekitar 20-30 cm
dengan tangkai sekitar 50 cm.
Buahnya bergerombol dalam tandan, hingga
mencapai sekitar 20 butir. Bentuknya bulat dengan berdiameter 7-20 cm, biasanya
kulit buahnya berwarna hitam kecoklatan, meskipun kadang ada juga yang berwarna
kuning kecoklatan. Daging buahnya berwarna kuning bila sudah tua. Berbiji tiga
butir dengan tempurung yang tebal dan keras.
Kegunaan Tala’
Daun tala’, selain digunakan sebagai media
penulisan naskah lontara’ pada jaman dulu, juga sering digunakan sebagai bahan
kerajinan tangan. Barang-barang kerajinan yang sering dibuat dari daun lontar
antara lain adalah kipas, tikar (tappere’), topi (saraung), Bakul
(baku’/kamboti’) aneka keranjang (karanjeng), tenunan untuk pakaian, dan juga
sasando (alat musik tradisional di Timor).
Serat dari pelepah tala’ dapat juga
dimanfaatkan. Pada masa silam, serat ini cukup banyak digunakan di Sulawesi
Selatan untuk menganyam tali (otere’) atau membuat songkok, semacam tutup
kepala setempat.
Kemudian, kayu dari batang lontar kerap
digunakan sebagai tiang dan penyangga bangunan (benteng balla’). Selain itu
juga, sampai sekarang batang tala’ yang sudah diolah, dapat dijadikan sebagai
tangga pada rumah panggung (tuka’ balla’).
Untuk buahnya, selain untuk menjadi pelengkap
minuman, buah tala’ juga memiliki manfaat mulai dari mempertajam pendengaran,
hingga memperbanyak cairan sperma. Buah tala’ yang masih muda, juga banyak
mengandung cairan sangat tinggi, serta memiliki rasa yang manis bercampur asam
dan biasa diminum dalam keadaan segar.
Satu lagi, pohon tala’ memiliki keunikan
tersendiri yang jarang dimiliki oleh pohon lainnya. Pada bunga jantannya yang
masih muda (tu’ra), orang sering mengeriknya demi mendapatkan arak (ballo’)
manis maupun pahit (kecut). Tetesan airnya, biasanya di tampung dalam sebuah
wadah yang disebut tongka. Tongka ini terbuat dari bambu besar (bulo pattong)
yang sudah di potong pendek.
Dari arak (ballo’) tersebut, orang sering
mengolahnya menjadi gula merah (golla eja), cuka alami (cukka ballo’), dan juga
sebagai minuman pelepas dahaga (ballo’ tanning). ***
Tidak ada komentar:
Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!