-->

Pembelaan Sebagian Orang Dalam Masalah Maulid

Jufri Daeng Nigga | 11:07 PM | |
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Berikut ini saya sajikan penjelasan mengenai perayaan Maulid Nabi Muhammad saw yang saya rangkum dari blog www.muslim.or.id. Semoga permasalahan yang selalu menjadi polemik setiap tahunnya ini dapat dipahami secara ilmiah dan juga menyeluruh.
Bagi pihak yang kontra, harap menyimak penjelasan-penjelasan berikut dengan seksama, hati yang tenang dan pikiran yang  jernih, agar tidak muncul prasangka-prasangka buruk. Semisal prasangka bahwa melarang perayaan Maulid adalah mengkafirkan dan menyesatkan setiap orang yang mengikuti perayaan tersebut. Semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.
Selamat Membaca…‼!
********
Pembelaan Sebagian Orang Dalam Masalah Maulid
[Pertama] Maulid adalah bentuk rasa syukur, pengagungan dan penghormatan pada Nabi saw.
Cukup kami jawab, kalau memang maulid adalah bentuk syukur, mengapa sejak generasi sahabat hingga imam mazhab yang empat tidak ada yang melakukan perayaan ini?
Apakah keimanan mereka lebih rendah dibanding orang-orang sekarang yang merayakannya?
Apakah orang ini menyangka lebih mendapat petunjuk daripada generasi awal tersebut?
Semoga kita dapat merenungkan perkataan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah berikut: “Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.”
Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Ahqof ayat 11).
Juga kami katakan: “Mengapa ucapan syukur, penghormatan dan pengagungan pada Nabi saw hanya sekali dalam setahun, hanya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal?
Mengagungkan, mencintai beliau saw dan bersyukur bukan hanya sekali setahun, namun setiap saat dengan mentaati dan selalu ittiba’ pada beliau.”
[Kedua] Maulid Nabi adalah Bid’ah Hasanah (Bid’ah yang baik).
Perkataan ini muncul karena mereka melihat para ulama yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah atau dholalah (sesat/jelek). Jadi menurut mereka tidak semua bid’ah itu sesat.
Ingatlah saudaraku, bid’ah dalam hadits-hadits Nabi saw tidak dikenal sama sekali adanya bid’ah hasanah. Bahkan yang dikatakan oleh Nabi saw dan diyakini oleh sahabat, setiap bid’ah adalah sesat.
Perhatikanlah sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berikut: “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim no. 867).
Ibnu Mas’ud ra. Berkata: “Ikutilah (petunjuk Nabi saw), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.”(Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih).
Abdullah bin ‘Umar ra. berkata: “Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1/219, Asy Syamilah).
Lihatlah perkataan Nabi saw dan para sahabat. Kita akan melihat bahwa mereka mengatakan semua bid’ah itu sesat, tanpa ada pengecualian.
Bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa ‘Umar bin Khattab pernah menyatakan bahwa shalat tarawih yang dia hidupkan adalah “sebaik-baik bid’ah”? Dari perkataan beliau ini menurut mereka, ada bid’ah hasanah (yang baik).
Sanggahan: Ingatlah para sahabat tidak mungkin melakukan bid’ah. Yang dimaksud dengan bid’ah dalam perkataan ‘Umar adalah bid’ah secara bahasa Arab yang berarti sesuatu yang baru.
Jika ada yang masih ngotot bahwa tidak semua bid’ah sesat, ada di sana bid’ah yang baik (hasanah), maka cukup kami katakan: Kalau ‘Umar menghidupkan shalat tarawih dan beliau katakan sebagai bid’ah, hal ini ada dalil dari Nabi saw Karena dulu Nabi saw juga melaksanakan shalat tarawih di awal-awal Ramadhan.
Namun karena takut amalan tersebut dianggap wajib, maka beliau tidak menunaikannya lagi. Jadi, intinya ‘Umar memiliki dasar dari perbuatan Nabi saw
Sekarang, apa maulid Nabi memiliki dasar dari beliau saw sebagaimana shalat tarawih yang dihidupkan oleh ‘Umar[?] Jawabannya tidak sama sekali. Beliau tidak pernah merayakan hari kelahirannya, begitu pula para sahabat, tabi’in, dan para imam madzhab tidak ada yang merayakannya. Sehingga maulid tidak bisa kita sebut bid’ah hasanah.
Yang lebih tepat maulid adalah bid’ah madzmumah (tercela) sebagaimana yang dikatakan oleh Asy Syuqairiy dan Al Fakihaniy yang telah kami sebutkan di atas.
[Ketiga] Niatannya supaya lebih mengenal sosok Rasulullah saw.
Mungkin ada yang berseloroh, kalau melakukannya dengan niatan ibadah maka bid’ah, tapi kalau sekedar memperingati agar lebih mengenal sosok Rasulullah saw maka mubah, bahkan bisa jadi sunnah atau wajib, karena setiap muslim wajib mengenal Nabinya.
Kita katakan kepadanya bahwa itu tidak benar! Sungguh ironis, seorang yang mengaku cinta kepada Nabi saw, mengenalinya kok hanya setahun sekali? Mengenal sosok beliau tidaklah dibatasi oleh bulan atau tanggal tertentu.
Jika ia dibatasi oleh waktu tertentu, apalagi dengan cara tertentu pula, maka sudah masuk ke dalam lingkup bid’ah. Lebih dari itu, sangat mustahil atau kecil kemungkinannya bila tidak disertai niat merayakan hari kelahiran beliau, yang ini pun sesungguhnya sudah masuk ke dalam lingkup tasyabbuh (meniru-niru) orang-orang Nashrani yang dibenci oleh Rasulullah saw sendiri.
Mereka (orang Nashrani) merayakan kelahiran Nabi Isa melalui natalan. Padahal Nabi saw Bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus).
Sudikah kita mengenal dan mengenang Nabi, namun beliau sendiri tidak suka dengan cara yang kita lakukan? Dan siapa bilang harus mengenal sosok Nabi saw cuma melalui acara maulid yang hanya diadakan sekali setahun[?] Bukankah masih ada cara lain yang sesuai tuntutan dan tidak tasyabbuh (meniru-niru) orang kafir.
[Keempat] Nabi memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa.
Sebagian beralasan dengan puasa Nabi saw pada hari Senin, karena pada hari tersebut adalah hari kelahirannya. Ini berarti hari kelahiran boleh dirayakan. Ketika beliau saw ditanyakan mengenai puasa pada hari Senin, beliau pun menjawab: “Hari tersebut adalah hari kelahiranku, hari aku diangkat sebagai Rasul atau pertama kali aku menerima wahyu.” (HR. Muslim [Muslim: 14-Kitab Ash Shiyam, 36-Bab Anjuran Puasa Tiga Hari Setiap Bulannya]).
Sanggahan: Bagaimana mungkin dalil di atas menjadi dalil untuk merayakan hari kelahiran beliau[?] Ini sungguh tidak tepat dalam berdalil. Lihatlah Nabi saw tidak pernah melaksanakan puasa pada tanggal kelahirannya yaitu tanggal 12 Rabiul Awwal, dan itu kalau benar pada tanggal tersebut beliau lahir. Karena dalam masalah tanggal kelahiran beliau masih terdapat perselisihan. Yang beliau saw lakukan adalah puasa pada hari Senin bukan pada 12 Rabiul Awwal[!] Seharusnya kalau mau mengenang hari kelahiran Nabi dengan dalil di atas, maka perayaan Maulid harus setiap pekan bukan setiap tahun.

Penutup
Akhirnya, sulit dibenarkan jika perayaan Maulid Nabi dengan segala modelnya diklaim sebagai bentuk kebaikan dalam rangka mentaati dan mencintai Rasulullah saw Justru kebenaran ada pada pihak yang tidak merayakan Maulid, demi ketaatan pada Nabi saw dalam menjaga kebersihan ajaran Islam. Bukankah masih banyak sunnah-sunnah Rasul yang masih terbengkalai dan belum kita sentuh? Sungguh ironis, sekian banyak sunnah dilupakan, bahkan dilecehkan, sementara bid’ah maulid dibela mati-matian. Semoga kita terhindar dari pengaruh tipu daya para penyeru bid’ah dan kesesatan, yang lebih cenderung berbuat bid’ah bahkan terkadang tidak memahami sunnah Nabinya.
Terakhir Saudaraku, kami menyinggung masalah Maulid ini bukanlah maksud kami untuk memecah belah kaum muslimin sebagaimana disangka oleh sebagian orang jika kami menyinggung bid’ah dan semacamnya. Yang hanya kami inginkan adalah bagaimana umat ini bisa bersatu di atas kebenaran dan di atas ajaran Nabi saw yang benar. Yang kami inginkan adalah agar saudara kami mengetahui kebenaran dan sunnah Nabi saw sebagaimana yang kami ketahui. Kami tidak ingin saudara kami terjerumus dalam kesalahan sebagaimana tidak kami inginkan pada diri kami. Kami hanya ingin agar umat Islam mengetahui ajaran Islam yang benar dan mengetahui kekeliruan yang sering terjadi di tengah-tengah umat. Semoga maksud kami ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib: “Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud [11]: 88).
Ingat sekali lagi bahwa cinta Nabi dibuktikan dengan meneladani dan mencontoh Nabi saw bukan dengan menyelisihi perintah atau melakukan sesuatu yang tidak ada tuntunannya.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.

Artikel Lainnya:

Tidak ada komentar:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!