Berikut ini saya sajikan penjelasan mengenai
perayaan Maulid Nabi Muhammad saw yang saya rangkum dari blog www.muslim.or.id.
Semoga permasalahan yang selalu menjadi polemik setiap tahunnya ini dapat
dipahami secara ilmiah dan juga menyeluruh.
Bagi pihak yang kontra, harap menyimak
penjelasan-penjelasan berikut dengan seksama, hati yang tenang dan pikiran
yang jernih, agar tidak muncul
prasangka-prasangka buruk. Semisal prasangka bahwa melarang perayaan Maulid
adalah mengkafirkan dan menyesatkan setiap orang yang mengikuti perayaan
tersebut. Semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.
Selamat Membaca…‼!
************
Cinta Kepada Rasul,
Dahulu Dan Sekarang
Sebagai seorang muslim, mencintai Rasulullah
saw adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Hal ini merupakan
konsekuensi dari kesaksian kita akan kerasulan beliau saw. Bagaimana tidak?
melalui beliau lah kita terbebas dari segudang warisan jahiliyah yang telah
mengakar begitu lama. Kalau lah tidak karena hidayah Allah, kemudian karena
pengorbanan beliau dalam mendakwahkan Islam, niscaya sampai hari ini kita masih
terjerat dalam belenggu syirik dan jahiliyah.
Segala puji bagi-Mu ya Allah, atas hidayah
dan taufiq yang Kau curahkan kepada kami, dan semoga shalawat dan salam
senantiasa tercurah padamu ya Rasulullah, atas setiap pengorbananmu demi
menegakkan dien ini…
Sungguh, berbicara mengenai kepribadian
beliau adalah suatu kenikmatan tersendiri, berkisah tentang pernak pernik
kehidupan beliau benar-benar menimbulkan decak kagum dan membesarkan hati…
Beliau lah manusia pilihan yang lahir dari
manusia-manusia terpilih. Berbekal hati sanubari yang disucikan dari segala
noda dan dosa, beliau beranjak menjadi manusia terhebat sepanjang sejarah.
Perilakunya sungguh luar biasa, tak dapat dilukiskan dengan kata-kata… sorot
wajahnya benar-benar mencerminkan seorang pemimpin agung yang amat welas kasih
terhadap rakyatnya… siapa pun yang menatap wajah beliau pastilah jatuh cinta
diliputi perasaan segan karena wibawanya yang demikian besar.
Singkatnya, beliaulah sosok insan kaamil
sejati yang tak mungkin ada tandingannya. Maka pantaslah jika para sahabat
benar-benar jatuh cinta kepada beliau. Mereka mencintai kekasihnya yang satu
ini lebih dari orang tua, anak dan isteri mereka; bahkan lebih dari diri mereka
sendiri!
Setiap kegembiraan yang beliau rasakan adalah
kegembiraan bagi mereka, dan setiap kesedihan yang beliau rasakan merupakan
kesedihan bagi mereka. Mereka ikut sakit tatkala beliau sakit, mereka kelaparan
tatkala beliau kelaparan, dan mereka tak dapat tidur sebelum kedua mata beliau
terpejam…
Dahulu…
Dahulu, diriwayatkan dari Sayyidina ‘Umar bin
Khatthab ra, katanya: “Dahulu aku mempunyai seorang tetangga Anshari dari Bani
Umayyah bin Zaid, sebuah kabilah yang bermukim di dataran tinggi kota Madinah.
Kami berdua senantiasa bergantian mengunjungi Rasulullah saw Kalau hari ini dia
yang turun maka keesokannya gantian aku yang turun. Usai turun menemui Rasulullah
saw, kukabarkan kepadanya apa-apa yang disampaikan Rasulullah saw hari itu,
baik itu berupa wahyu atau lainnya. Demikian pula halnya kalau ia yang turun,
ia melakukan hal serupa.
Sebagai lelaki Quraisy, kami adalah orang
yang memiliki supremasi terhadap istri-istri kami. Akan tetapi setiba kami di
Madinah, kami dapati bahwa orang Anshar adalah orang yang kalah oleh
istri-istri mereka. Akibatnya istri-istri kami mulai terpengaruh dengan tabiat
wanita Anshar. Pernah suatu ketika aku membentak istriku… tapi ia malah
membantah. Aku pun jadi berang begitu tahu ia berani membantahku.
“Mengapa kamu marah atas sikapku, padahal
demi Allah, istri-istri Nabi saja berani membantah beliau…? Bahkan ada di
antara mereka yang sampai meninggalkan beliau seharian ini hingga malam…”
sanggah istriku.
Aku pun tercengang mendengarnya… “Benar-benar
merugilah kalau sampai ada dari istri beliau yang berbuat demikian” gumamku.
Saat itu juga aku menyingsingkan gamisku dan
bergegas menuju rumah Hafshah. Setibaku di rumahnya, kukatakan kepadanya:
“Hai Hafshah, benarkah ada diantara kalian
yang membikin kesal Rasulullah saw seharian ini hingga malam?”
“Benar…” jawabnya.
“Alangkah meruginya kamu kalau begitu… Apa
kamu merasa aman dari murka Allah setelah kamu membikin kesal Rasul-Nya, hingga
boleh jadi kamu celaka karenanya…? Jangan minta macam-macam kepada Nabi saw,
dan jangan sekali-kali membantahnya atau meninggalkannya. Mintalah kepadaku apa
yang kau inginkan dan jangan kamu terpengaruh oleh madumu, karena ia lebih
cantik darimu dan lebih dicintai oleh Rasulullah saw -yakni Aisyah-”.
Konon ketika itu warga Madinah sedang ramai
membicarakan isu santer bahwa Raja Ghassan tengah menyiapkan pasukan berkudanya
untuk menyerbu Madinah.
Suatu ketika, tibalah giliran tetanggaku yang
Anshari itu untuk turun menemui Rasulullah saw Di petang harinya, ia
mendatangiku sembari menggedor pintu rumahku keras-keras…”Hoi, apa kamu ada di
dalam?” teriaknya.
Aku pun tersentak kaget dan bergegas keluar
menemuinya… tanpa basa-basi, ia pun langsung memulai pembicaraan:
“Wah, ada perkara besar yang barusan
terjadi!”
“Ada apa? Apa Ghassan telah tiba?” tanyaku.
“Oo.. jauh lebih besar dan lebih mengerikan
dari itu… Nabi saw telah menceraikan istri-istrinya!!” katanya.
“Alangkah meruginya si Hafshah kalau begitu… aku
telah menduga bahwa hal ini bakal terjadi…” gumamku…” (HR. Bukhari no 5191).
Lihatlah, bagaimana kehidupan para sahabat
sangat terpengaruh dengan rumah tangga Nabi saw Bagi mereka, penyerbuan pasukan
berkuda Raja Ghassan ke Madinah tidak ada apa-apanya, dibanding kesedihan
mereka atas apa yang terjadi dengan rumah tangga kekasih mereka saat itu. Raut
muka dan kondisi si Anshari tadi seakan mengatakan: “Biarlah Ghassan menyerbu
Madinah dan merampas harta benda yang kami miliki, yang penting Rasulullah ceria
kembali…”
Dahulu, ketika sebagian kaum muslimin
terpukul mundur dan meninggalkan Rasulullah saw dalam perang Uhud, ada seorang
sahabat yang bernama Abu Thalhah yang berdiri tegar di hadapan Nabi saw,
melindungi beliau dengan perisainya…
Anas bin Malik ra mengisahkan: Konon Abu
Thalhah adalah seorang pemanah ulung yang busurnya terkenal kuat, dan hari itu
ia telah mematahkan dua atau tiga buah busurnya. Di sampingnya ada seorang
lelaki yang membawa sejumlah anak panah, maka perintah Nabi saw kepadanya:
“Berikan semua anak panahmu kepada Abu
Thalhah…”, sembari Beliau saw mengamati pergerakan musuhnya.
“Demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu,
janganlah engkau menampakkan dirimu kepada musuh agar engkau tak terkena panah…
biarlah dadaku yang melindungi dadamu…!” seru Abu Thalhah ra kepada Rasulullah
saw (Lihat Shahih Bukhari, hadits no 3811 & 4064; dan Shahih Muslim, hadits
no: 1811).
Subhaanallaah, betapa besar kecintaan mereka
kepada Nabi saw hingga nyawa pun menjadi murah demi keselamatan beliau saw… benar-benar
gambaran kecintaan yang sejati.
Dahulu, ada seorang sahabat yang bernama
Muhaiyishah bin Mas’ud Al Khazraji Al Anshari, julukannya Abu Sa’ad. Ia
tergolong warga Madinah. Rasulullah saw pernah mengutusnya ke daerah Fadak
untuk mengajak penduduknya masuk Islam. Ia termasuk salah seorang sahabat yang
ikut serta dalam perang Uhud, Khandaq dan berbagai peperangan berikutnya. Ia
memiliki saudara kandung yang lebih tua usianya, yaitu Huwaiyishah bin Mas’ud;
akan tetapi Muhaiyishah lebih cerdas dan lebih afdhal dari saudaranya ini,
bahkan ialah yang menjadi sebab keislaman saudaranya.
Ada sebuah kisah menakjubkan yang terjadi
antara Muhaiyishah dan Huwaiyishah. Kisah ini disebutkan oleh Ibnu Ishaq dalam
Kitab Al Maghazi dengan sanadnya dari Ibnu ‘Abbas ra, yang berkenaan dengan
kisah pembunuhan seorang Yahudi keparat yang senantiasa menyakiti Rasulullah
saw melalui syair-syairnya, namanya Ka’ab Ibnul Asyraf. Si Yahudi ini berusaha
memprovokasi orang-orang Arab untuk memerangi Rasulullah saw Usai terbunuhnya
Ka’ab, Rasulullah saw bersabda kepada para sahabatnya: “Jika kalian berpapasan dengan
orang Yahudi siapa pun di sana, maka bunuh saja!” Maka segeralah Muhaiyishah
bin Mas’ud menghabisi Ibnu Sunainah, salah seorang saudagar Yahudi yang dahulu
bergaul erat dan berjual beli dengannya. Ketika itu, Huwaiyishah bin Mas’ud
belum masuk Islam dan ia lebih tua dari Muhaiyishah. Begitu ia tahu Muhaiyishah
membunuh si Yahudi tadi, Huwaiyishah langsung memukul dan menghardiknya:
“Hai musuh Allah, sampai hati kau
membunuhnya? Padahal demi Allah, sebagian lemak yang ada di perutmu adalah
berasal dari hartanya!”, bentak Huwaiyishah.
“Demi Allah, aku diperintahkan untuk
membunuhnya oleh seseorang yang bila ia memerintahkanku untuk membunuhmu,
niscaya akan kupenggal juga lehermu!” jawab Muhaiyishah tegas.
Huwaiyishah tertegun sejenak mendengarnya…
“Kalau begitu, agama yang menjadikanmu
seperti ini benar-benar luar biasa…” gumam Huwaiyishah.
Maka Huwaiyishah pun menyatakan keislamannya,
dan inilah awal keisalaman dirinya. Seketika itulah Muhaiyishah mengucapkan
syair:
Ia mencelaku, padahal kalau disuruh membunuhnya,
pastilah kutebaskan pedangku pada tengkuknya.
Pedang nan putih bak garam yang berkilau sinarnya,
yang bila kuhunus maka tak akan lagi berdusta.
Aku tak suka bila membunuhmu karena taat kepadanya,
diganti dengan apa yang terdapat antara Ma’rib dan
Bushra*
(Lihat Al Istie’aab
fi Ma’rifatil As-Haab, 4/1463-1464, oleh Al Hafizh Ibnu ‘Abdil Bar; Dalailun
Nubuwwah 3/200, oleh Imam Al Baihaqy; Sirah Ibnu Hisyam, 3/326; dan yang
lainnya).
(*) Ma’rib adalah nama sebuah kota di Yaman, sedangkan
Bushra adalah nama sebuah daerah di Syam.
Wuiihh… benar-benar sulit dipercaya!
Benar-benar kecintaan yang tiada tara… adakah diantara kita yang sanggup
menirunya? Alih-alih ingin seperti mereka, disuruh ikut sunnahnya saja setengah
mati susahnya, apalagi disuruh seperti mereka? mustahil rasanya…
Sekarang…
Sekarang, cinta Rasul kebanyakan hanyalah
slogan yang sulit dicari wujudnya di lapangan. Cinta Rasul sering kali
diidentikkan dengan shalawatan, perayaan maulid, isra’ mi’raj, dan yang
sejenisnya.
Sekarang, orang yang dianggap cinta Rasul
ialah mereka yang mengagungkan beliau dengan bertawassul kepadanya dalam do’a.
Atau mereka yang mengirimkan Al Fatehah kepada beliau, atau mereka yang
menggelari beliau dengan gelar yang bermacam-macam: seperti Sayyidina,
Habibina, dan lain-lain.
Sekarang, ‘Cinta Rasul’ merupakan judul kaset
yang sering kita dengar dimana-mana… yang dinyanyikan oleh pria dan wanita, tua
dan muda… semua merasa khusyuk ketika melantunkan kata-kata: Shalaatullaah
salaamullaah… ‘alal habiibi Rasuulillaah…
Akan tetapi jangan tanya soal sunnah beliau
kepada mereka… karena mereka akan menjawab bahwa yang mereka lakukan tadilah
yang namanya sunnah. Cinta Rasul kini telah berubah menjadi klaim yang
diperebutkan setiap golongan. Cinta Rasul yang dahulu diwujudkan dengan ittiba’
kepadanya, kini semakin luas maknanya hingga mencakup bid’ah segala. Menurut
mereka, perayaan maulid, isra’ mi’raj, shalawatan bid’ah, dan yang sejenisnya
merupakan perwujudan nyata akan kecintaan seseorang kepada Nabinya. Sehingga
otomatis bila ada orang yang mengingkari hal-hal semacam itu, serta-merta
dituduhlah ia sebagai orang yang tidak cinta Rasul, atau wahhabi, dan lain
sebagainya.
Di sisi lain, mereka berusaha mencari
‘pembenaran’ -dan bukannya kebenaran- atas apa yang selama ini mereka lakukan.
Mereka berusaha meyakinkan bahwa apa yang mereka lakukan selama ini tidaklah
bertentangan dengan sunnah Nabi saw Mereka mengumpulkan sebanyak mungkin
‘dalil’ (baca: syubhat) untuk melegitimasi praktik ‘sunnah’ (baca: bid’ah)
mereka.
Memang zaman kita ini penuh dengan keanehan…
orang yang berusaha menghidupkan sunnah dan membasmi bid’ah justeru dicap
macam-macam; seperti tidak cinta Rasul…! atau wahabi…! Namun sebaliknya, mereka
yang melestarikan berbagai bid’ah khurafat dengan kedok ‘Cinta Rasul’ justeru
mengklaim dirinya sebagai ahlussunnah wal jama’ah. Wallahu a’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!