Berikut ini saya sajikan penjelasan mengenai
perayaan Maulid Nabi Muhammad saw yang saya rangkum dari blog www.muslim.or.id.
Semoga permasalahan yang selalu menjadi polemik setiap tahunnya ini dapat
dipahami secara ilmiah dan juga menyeluruh.
Bagi pihak yang kontra, harap menyimak
penjelasan-penjelasan berikut dengan seksama, hati yang tenang dan pikiran
yang jernih, agar tidak muncul
prasangka-prasangka buruk. Semisal prasangka bahwa melarang perayaan Maulid
adalah mengkafirkan dan menyesatkan setiap orang yang mengikuti perayaan
tersebut. Semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.
Selamat Membaca…‼!
*******
Sejarah Munculnya
Maulid Nabi SAW
Jika kita menelusuri dalam kitab tarikh
(sejarah), perayaan Maulid Nabi tidak kita temukan pada masa sahabat, tabi’in,
tabi’ut tabi’in dan empat Imam Madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Syafi’i dan Imam Ahmad), padahal mereka adalah orang-orang yang sangat cinta
dan mengagungkan Nabinya. Mereka adalah orang-orang yang paling paham mengenai
sunnah Nabinya, dan paling semangat dalam mengikuti setiap ajaran beliau.
Perlu diketahui pula bahwa -menurut pakar
sejarah yang terpercaya-, yang pertama kali mempelopori acara Maulid Nabi
adalah Dinasti ‘Ubaidiyyun atau disebut juga Fatimiyyun (silsilah keturunannya
disandarkan pada Fatimah). Sebagai buktinya adalah penjelasan berikut ini.
Al Maqriziy, seorang pakar sejarah
mengatakan: “Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun.
Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali
bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, maulid
khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan
malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan
malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan
malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan
‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij,
hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al
Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.” (Al Mawa’izh wal
I’tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20
dan Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 145-146).
Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri
Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal. 44), mengatakan bahwa yang pertama
kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran)
Nabi saw, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain, dan
maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan
‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.
Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam
kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustadz ‘Ali Fikriy
dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan
perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun). (Dinukil dari Al
Maulid, hal. 20).
Fatimiyyun Yang
Sebenarnya
Kebanyakan orang belum mengetahui siapakah
Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun. Seolah-olah Fatimiyyun ini adalah orang-orang
sholeh dan punya i’tiqod baik untuk mengagungkan Nabi saw Tetapi senyatanya
tidak demikian. Banyak ulama menyatakan sesatnya mereka dan berusaha membongkar
kesesatan mereka.
Al Qodhi Al Baqillaniy menulis kitab khusus
untuk membantah Fatimiyyun yang beliau namakan Kasyful Asror wa Hatkul Astar
(Menyingkap rahasia dan mengoyak tirai). Dalam kitab tersebut, beliau membuka
kedok Fatimiyyun dengan mengatakan: “Mereka adalah suatu kaum yang menampakkan
pemahaman Rafidhah (Syi’ah) dan menyembunyikan kekufuran semata.”
Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqiy
mengatakan: “Tidak disangsikan lagi, jika kita melihat pada sejarah kerajaan
Fatimiyyun, kebanyakan dari raja (penguasa) mereka adalah orang-orang yang
zholim, sering menerjang perkara yang haram, jauh dari melakukan perkara yang
wajib, paling semangat dalam menampakkan bid’ah yang menyelisihi Al Kitab dan
As Sunnah, dan menjadi pendukung orang munafik dan ahli bid’ah. Perlu
diketahui, para ulama telah sepakat bahwa Daulah Bani Umayyah, Bani Al ‘Abbas
(‘Abbasiyah) lebih dekat pada ajaran Allah dan Rasul-Nya, lebih berilmu, lebih
unggul dalam keimanan daripada Daulah Fatimiyyun. Dua daulah tadi lebih sedikit
berbuat bid’ah dan maksiat daripada Daulah Fatimiyyun. Begitu pula khalifah
kedua daulah tadi lebih utama daripada Daulah Fatimiyyun.”
Beliau rahimahullah juga mengatakan: “Bani
Fatimiyyun adalah di antara manusia yang paling fasik (banyak bermaksiat) dan
paling kufur.” (Majmu’ Fatawa, 35/127).
Bani Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun juga
menyatakan bahwa mereka memiliki nasab (silsilah keturunan) sampai Fatimah. Ini
hanyalah suatu kedustaan. Tidak ada satu pun ulama yang menyatakan demikian.
Ahmad bin ‘Abdul Halim juga mengatakan dalam
halaman yang sama: “Sudah diketahui bersama dan tidak bisa disangsikan lagi
bahwa siapa yang menganggap mereka di atas keimanan dan ketakwaan, atau
menganggap mereka memiliki silsilah keturunan sampai Fatimah, sungguh ini
adalah suatu anggapan tanpa dasar ilmu sama sekali. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya): “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya.” (QS. Al Israa’: 36). Begitu juga Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya), “Kecuali orang yang bersaksi pada kebenaran sedangkan
mereka mengetahuinya.” (QS. Az Zukhruf: 86). Allah Ta’ala juga mengatakan
saudara Yusuf (yang artinya), “Dan kami hanya menyaksikan apa yang kami
ketahui.”(QS. Yusuf: 81). Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun ulama yang
menyatakan benarnya silsilah keturunan mereka sampai pada Fatimah.”
Begitu pula Ibnu Khallikan mengatakan: “Para
ulama peneliti nasab mengingkari klaim mereka dalam nasab [yang katanya sampai
pada Fatimah].” (Wafayatul A’yan, 3/117-118).
Perhatikanlah pula perkataan Al Maqrizy di
atas, begitu banyak perayaan yang dilakukan oleh Fatimiyyun dalam setahun,
kurang lebih ada 25 perayaan. Bahkan lebih parah lagi mereka juga mengadakan
perayaan hari raya orang Majusi dan Nashrani yaitu hari Nauruz (Tahun Baru
Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), dan hari Al Khomisul ‘Adas
(perayaan tiga hari sebelum Paskah). Ini pertanda bahwa mereka jauh dari Islam.
Bahkan perayaan-perayaan maulid yang diadakan oleh Fatimiyyun tadi hanyalah
untuk menarik banyak masa supaya mengikuti madzhab mereka. Jika kita menilik
aqidah mereka, maka akan nampak bahwa mereka memiliki aqidah yang rusak dan
mereka adalah pelopor dakwah Batiniyyah yang sesat. (Lihat Al Bida’ Al
Hawliyah, 146, 158).
‘Abdullah At Tuwaijiriy mengatakan: “Al Qodhi
Abu Bakr Al Baqillaniy dalam kitabnya yang menyingkap rahasia dan mengoyak
tirai Bani ‘Ubaidiyyun’, beliau menyebutkan bahwa Bani Fatimiyyun adalah
keturunan Majusi. Cara beragama mereka lebih parah dari Yahudi dan Nashrani.
Bahkan yang paling ekstrim di antara mereka mengklaim ‘Ali sebagai ilah (Tuhan
yang disembah) atau ada sebagian mereka yang mengklaim ‘Ali memiliki kenabian.
Sungguh Bani Fatimiyyun ini lebih kufur dari Yahudi dan Nashrani.
Al Qodhi Abu Ya’la dalam kitabnya Al Mu’tamad
menjelaskan panjang lebar mengenai kemunafikan dan kekufuran Bani Fatimiyyun.
Begitu pula Abu Hamid Al Ghozali membantah aqidah mereka dalam kitabnya
Fadho-ihul Bathiniyyah (Mengungkap kesalahan aliran Batiniyyah).” (Al Bida’ Al
Hawliyah, 142-143).
Inilah sejarah yang kelam dari Maulid Nabi.
Namun, kebanyakan orang tidak mengetahui sejarah ini atau mungkin sengaja
menyembunyikannya.
Dari penjelasan di atas dapat kita tarik
kesimpulan:
- Maulid Nabi tidak ada asal usulnya sama sekali dari salafush sholeh. Tidak kita temukan pada sahabat atau para tabi’in yang merayakannya, bahkan dari imam madzhab.
- Munculnya Maulid Nabi adalah pada masa Daulah Fatimiyyun sekitar abad 3 Hijriyah. Daulah Fatimiyyun sendiri dibinasakan oleh Shalahuddin Al Ayubi pada tahun 546 H.
- Fatimiyyun memiliki banyak penyimpangan dalam masalah aqidah, sampai aliran ekstrim di antara mereka mengaku Ali sebagai Tuhan. Fatimiyyun adalah orang-orang yang gemar berbuat bid’ah, maksiat dan jauh dari ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.
- Merayakan Maulid Nabi berarti telah mengikuti Daulah Fatimiyyun yang pertama kali memunculkan perayaan maulid. Dan ini berarti telah ikut-ikutan dalam tradisi orang yang jauh dari Islam, senang berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya, telah menyerupai di antara orang yang paling fasiq dan paling kufur. Padahal Nabi saw Bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’[1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus). Waallahu a’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!