Persiapan Perang
Sombayya sangat murka
atas keinginan rakyat Turatea untuk mendirikan kerajaan sendiri. Menurutnya ini
sebuah pembangkangan. Tepatnya, sebuah pemberontakan terhadap otoritas
Sombayya. Maka Ia berdiri dari singgasananya, membentak dan menendang utusan
Turatea sambil berkata:
“Segera pulang…! Aku
muak melihat kalian… Katakan pada Kare-mu, nanti kau akan merasakan sendiri
akibatnya”. Hardik Sombayya kepada utusan Turatea, yakni Daenta Bontotangnga
dan Gallarrang Embo.
Mendengar itu, kedua
utusan segera meninggalkan istana Gowa dan bergegas pulang menuju Layu, tempat
dimana mereka berkonsolidasi dan sebagai pusat pergerakan rakyat Turatea.
Di Layu, para
pembesar dan tokoh-tokoh Turatea berkumpul dan berdiskusi tentang
kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi, setelah pihak Gowa mengetahui
rencana rakyat Turatea untuk mendirikan kerajaan otonom yang terbebas dari
pengaruh Gowa.
Maka mereka
mengadakan rapat akbar dengan melibatkan semua tokoh dan pembesar dari tujuh
ke-Kare-an yang ada. Rapat dipimpin oleh Kare Layu, Nunneng didampingi orang
tuanya, Pari’ba Daeng Nyento’. Rapat dilaksanakan di sebuah lapangan luas yang
diberi nama: MAERO. Hadir pula
ribuan rakyat Turatea untuk memberikan semangat dan keyakinan akan kemampuan
mereka dalam membela dan mempertahankan jati diri.
Setelah beberapa
usulan mengalir, baik dari Kare Balang maupun dari Kare Manjangloe serta dari
pembesar kare-kare lainnya, maka Nunneng sebagai pimpinan rapat mengajukan
beberapa poin penting terkait strategi perang untuk disepakati oleh peserta
rapat. Adapun poin penting tersebut adalah sebagai berikut:
1). Sebagai Panglima
Perang: Daenta Bontotangnga
2). Sebagai Ketua
Bahan Makanan/Ekonomi: Daenta Punta Liku
3). Sebagai Ketua
Peralatan/Bendahara: Daenta Bontoramba
4). Sebagai Ketua
Penasehat/Hakim: Gallarrang Layu (Pari’ba Daeng Nyento’)
5). Panglima-Panglima
Devisi:
Devisi I: Gallarrang
Tonro Kassi dari ke-Kare-an Kalimporo
Devisi II: Gallarrang
Embo dari ke-Kare-an Layu
Devisi III:
Gallarrang Balang dari ke-Kare-an Balang
Devisi IV: Gallarrang
Boyong dari ke-Kare-an Layu
Semua peserta rapat
sepakat dengan usulan tersebut dan segera ditetapkan menjadi sebuah keputusan
oleh Kare Layu, Nunneng.
Kemudian untuk
menindaklanjuti keputusan tersebut, Pari’ba sebagai Ketua Dewan Penasehat
mengusulkan untuk masing-masing devisi segera mengatur pasukannya
masing-masing. Semua pasukan menempati posnya masing-masing, dan sebagian
pasukan devisi menjadi pasukan pertahanan ibukota yang berpusat di Layu. Selain
itu, perlu juga membentuk pasukan cadangan, pasukan khusus dan pasukan
pengintai dari pemuda pemudi Turatea yang terpilih, agar angkatan perang
semakin mantap dan stabil.
Singkat cerita,
usulan ketua dewan penasehat tersebut segera dilaksanakan oleh masing-masing
panglima devisi. Mereka harus melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh. Mereka
harus sadar bahwa lawan yang akan mereka hadapi adalah sebuah kerajaan besar
dengan armada perang yang tangguh. Kemenangan yang diidamkan akan sulit diraih
tanpa perjuangan dan tekad yang bulat. Mereka harus bersatu dalam prinsip:
“Abbulo sibatang Accera sitongka-tongka”. Prinsip inilah yang akan menjadi
pemantik gelora keberanian dan semangat juang rakyat Turatea itu sendiri.
Oleh karena itu,
sebelum rapat ditutup, Nunneng berdiri menyampaikan pidato singkat untuk memberikan
semangat dan keyakinan kepada hadirin…
“Hadirin sekalian,
para pemuda pemudi Turatea harapan kami. Padamulah kuletakkan tugas membela dan
mempertahankan martabat serta harga diri Butta Turatea ini. Kita tidak ingin
diremehkan oleh siapapun juga. Meskipun tugas ini berat tapi jangan
disia-siakan. Kupanggil kamu untuk menyatukan tekad menjaga kemungkinan
terjadinya serangan dari Gowa”.
“Maeko erokko abbulo sibatang, accera sitongka-tongka. Marilah kita
bersatu, satu ucapan, satu tindakan. Jangan kecewakan kami demi tumpah darah
dan rakyat Turatea. Jangan khianati leluhurmu hanya karena suapan dari pihak
lawan. Majulah pantang mundur sebelum berhasil, “Alleangi matea natappelaka
siri’nu, ancuru’ buku-bukunnu tamaona pau-paunu”. Jangan jadi pengejut, lari dari
tanggungjawab.
“Manna kammanne buluka lompona nidallekang, tena sukkara’
punna samaturukki”.
Inilah harapanku kepadamu. Kami tekankan tugas ini dipundakmu, untuk
dilaksankan dengan sebaik-baiknya. Selamat
Berjuang…‼!”
Demikianlah Kare Layu
mengakhiri pidatonya dan kembali duduk. Kemudian rapat akbar ini dibubarkan
oleh Daenta Bontotangnga sebagai panglima perang, setelah memberikan
arahan-arahannya kepada para pemuda Turatea…(Insya
Allah berlanjut ke Bag. 4).
Sebagai putra yang dilahirkan di Kampung Balang, saya bangga membaca sejarah ini. Balang adalah salah satu pilar penting didalam terbentuknya Kerajaan Binamu. Didalam cerita diatas, Panglima Perang Divisi III adalah Gallarang Balang
BalasHapusLS' I am making an encyclopedyn about the kerajaan2 Indonesia for 2016.I like this info.Also,looking for more compledte info about the kerajaan2 Laikang and Bangala until 2014.Thank you"Salam hormat Donald Tick (facebook)and pusaka.tick@kpnmail.nl I can speak Indonesian.
BalasHapusbisa saya share tulisan2ta daeng?
BalasHapus