Pernikahan merupakan bagian terpenting dan dianggap sakral dalam kehidupan
manusia yang beradab. Masyarakat Makassar meyakini bahwa, pernikahan adalah
wadah tempat bersatunya dua keluarga besar.
Maka tidak mengherankan apabila pesta
pernikahan dalam tradisi masyarakat harus melibatkan seluruh keluarga
besar dari kedua mempelai. Mulai dari saudara, kakak dan adik, paman dan bibi,
serta para sesepuh seluruhnya ikut terlibat dalam mempersiapkan pernikahan bagi
si mempelai. Selain melibatkan seluruh keluarga besar dari kedua belah pihak
mempelai, tata cara upacara pernikahan adat Makassar juga harus melalui
berberapa tahapan yaitu:
A'jangang-jangang
Dalam tahapan ini keluarga calon mempelai
laki-laki melakukan penyelidikan secara diam-diam untuk mengetahui latar
belakang dan keadaan pihak calon mempelai wanita.
Assuro
Tahap kedua adalah assuro yaitu acara pinangan
atau lamaran. Dalam cara ini secara resmi pihak calon mempelai pria
menyatakan keinginannya kepada calon mempelai wanita. Di jaman dahulu, proses
lamaran ini membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan melalui beberapa fase
sebelum mencapai kesepakatan.
Appa'nassa
Selanjutnya setelah acara pinangan, dilakukan appa'nassa yaitu kedua belah pihak keluarga menentukan hari pernikahan. Dalam fase ini, juga diputuskan mengenai besarnya uang belanja yang harus disiapkan oleh keluarga calon mempelai laki-laki. Adapun besarnya uang belanja ditentukan menurut golongan dan status sosial dari sang gadis dan kesanggupan pihak keluarga pria.
Appanai’ Leko Lompoa
Selanjutnya setelah acara pinangan, dilakukan appa'nassa yaitu kedua belah pihak keluarga menentukan hari pernikahan. Dalam fase ini, juga diputuskan mengenai besarnya uang belanja yang harus disiapkan oleh keluarga calon mempelai laki-laki. Adapun besarnya uang belanja ditentukan menurut golongan dan status sosial dari sang gadis dan kesanggupan pihak keluarga pria.
Appanai’ Leko Lompoa
Cara ini dilakukan setelah pinangan
diterima secara resmi, prosesi ini sama dengan prosesi pertunangan di daerah
lain. Dalam tradisi Makassar, acara ini disebut A'bayuang, prosesinya berupa
pengantaran passikko’ atau pengikat oleh keluarga mempelai laki-laki kepada
keluarga mempelai wanita, biasanya berupa cincin. Prosesi mengantarkan
passikko’ diiringi dengan mengantar daun sirih pinang yang disebut Leko Ca’di.
Namun karena pertimbangan waktu dan kesibukan, di jaman sekarang acara ini
dilakukan bersamaan dengan acara Appa'nassa.
A'barumbung
Acara mandi uap yang dilakukan oleh calon mempelai wanita. Biasanya berlangsung selama tiga hari.
Appasili Bunting
Sebelum acara ini dilakukan, keluarga
calon mempelai wanita membuatkan tempat khusus berupa gubuk siraman yang telah
ditata sedemikian rupa di depan rumah atau pada tempat yang telah disepakati
bersama oleh anggota keluarga. Rangkaian dari upacara ini terdiri dari appasili
bunting, a'bubu, dan appakanre bunting. Prosesi appasili bunting dilakukan
sekitar pukul 09.00 – 10.00 pagi. Pemilihan waktu itu memiliki maksud agar
calon mempelai wanita berada dalam kondisi yang segar bugar. Calon mempelai
memakai busana yang baru/baik dan ditata sedemikian rupa. Acara ini dimaksudkan
sebagai pembersihan diri lahir dan batin sehingga saat kedua mempelai
mengarungi bahtera rumah tangga, mereka akan mendapat perlindungan dari Yang
Maha Kuasa dan dihindarkan dari segala macam mara bahaya.
Alat/Bahan yang Digunakan
Beberapa alat atau bahan yang
digunakan dalam prosesi adat ini adalah:
• Pammaja’ besar/Gentong.
• Gayung/tatakan pammaja’.
• Air, sebagai media yang
suci dan mensucikan.
• Bunga tujuh rupanna
(tujuh macam bunga) dan wangi-wangian.
• Ja’jakkang, terdiri dari
segantang (4 liter) beras diletakkan dalam sebuah
bakul.
• Kanjoli’ (lilin), berupa
lilin berwarna merah berjumlah tujuh atau sembilan
batang.
• Kelapa tunas.
• Gula merah.
• Pa’dupang.
• Leko’ passili.
Prosesi Acara Appassili
Sebelum dimandikan, calon mempelai
terlebih dahulu memohon doa restu kepada kedua orang tua di depan pelaminan.
Lalu calon mempelai dituntun ke tempat siraman di bawah naungan payung
berbentuk segi empat yang dipegang oleh empat orang gadis bila calon mempelai
wanita dan empat orang laki-laki jika calon mempelai pria. Prosesi dimulai
diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai dilanjutkan oleh kedua orang tua
serta orang-orang yang dituakan (To’malabbiritta) yang berjumlah tujuh atau
sembilan pasang.
Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari pammaja ataugentong yang telah dicampur dengan 7 (tujuh) macam bunga dituangkan ke atas bahu kanan kemudian ke bahu kiri calon mempelai dan terakhir di punggung, disertai dengan doa dari masing-masing orang yang diberi mandat untuk memandikan calon mempelai. Setelah keseluruhan selesai, acara siraman diakhiri oleh Ayahanda yang memandu calon mempelai mengambil air wudhu dan mengucapakan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali. Selanjutnya calon mempelai menuju ke kamar untuk berganti pakaian.
A’bubu
Setelah berganti pakaian, calon mempelai selanjutnya didudukkan di depan pelaminan dengan berbusana Baju bodo, tope (sarung pengantin), serta assesories lainnya. Prosesi acara A’bubu (macceko) dimulai dengan membersihkan rambut atau bulu-bulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis, acara ini dilakukan oleh Anrong Bunting (penata rias), yang bertujuan memudahkan dalam merias pengantin wanita, dan supaya hiasan hitam pada dahi yang dikenakan calon mempelai wanita dapat melekat dengan baik.
Appakanre Bunting
Appakanre bunting artinya menyuapi
calon mempelai dengan makan berupa kue-kue khas tradisional Makassar, seperti
Bayao Nibalu, Cucuru’ Bayao, Sirikaya, Onde-onde/ Umba-umba, Bolu Peca, dan
lain-lain yang telah disiapkan dan ditempatkan dalam suatu wadah besar yang
disebut Bosara Lompo. Acara Appakanre Bunting atau suapan calon mempelai yang
dilakukan oleh orang tua calon mempelai, ini merupakan simbol bahwa
tanggung jawab orang tua kepada si anak sudah berakhir dan dialihkan ke calon
suami.
Akkorontigi
Sehari menjelang pesta pernikahan, rumah calon mempelai wanita telah ditata dan dihiasi sedemikian rupa dengan dekorasi khas makassar, yang terdiri dari:
• Pelaminan (lamming);
• Bantal;
• Sarung sutera sebanyak 7
(tujuh) lembar yang diletakkan di atas bantal;
• Bombong Unti (Pucuk daun
pisang);
• Leko Panasa (Daun
nangka), daun nangka diletakkan di atas pucuk daun
pisang secara bersusun
terdiri dari 7 atau 9 lembar;
• Leko’ Korontigi (Daun Pacci),
adalah semacam daun tumbuh-tumbuhan
(daun pacar) yang ditumbuk halus;
• Benno’ (Bente), adalah
butiran beras yang digoreng tanpa menggunakan
minyak hingga mekar;
• Unti Te’ne (Pisang
Raja);
• Ka’do’ Minnya’ (Nasi
Ketan);
• Kanjoli/Tai Bani (Lilin
berwarna merah).
Acara Akkorontigi merupakan suatu rangkaian acara yang sakral yang dihadiri oleh seluruh sanak keluarga (famili) dan undangan. Acara Akkorontigi memiliki hikmah yang mendalam, mempunyai nilai dan arti kesucian dan kebersihan lahir dan batin, dengan harapan agar calon mempelai senantiasa bersih dan suci dalam menghadapi hari esok yaitu hari pernikahannya. Dalam ritual ini, mempelai wanita dipakaikan daun pacar ke tangan si calon mempelai. Masyarakat Makassar memiliki keyakinan bahwa daun pacar memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian. Menjelang pernikahan biasanya diadakan malam pacar atau Akkorontigi, yang artinya malam mensucikan diri dengan meletakan tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai. Orang-orang yang diminta meletakkan daun pacar adalah orang-orang yang punya kedudukan sosial yang baik serta memiliki rumah tangga langgeng dan bahagia.
Setelah para undangan lengkap dimana sanak keluarga atau para undangan yang telah dimandatkan untuk meletakkan daun pacar telah tiba, acara dimulai dengan pembacaan barzanji atau shalawat nabi, setelah petugas barzanji berdiri, maka prosesi peletakan daun pacar dimulai oleh Anrong bunting yang kemudian diikuti oleh sanak keluarga dan para undangan yang telah diberi tugas. Satu persatu para handai taulan dan undangan dipanggil didampingi oleh gadis-gadis pembawa lilin yang menjemput mereka dan memandu menuju pelaminan. Acara Akkorontigi ini diakhiri dengan peletakan daun pacar oleh kedua orang tua tercinta dan ditutup dengan doa.
Malam korontigi dilakukan menjelang upacara pernikahan dan diadakan di rumah masing-masing calon mempelai.
Assimorong
Acara ini dilaksanakan di rumah mempelai wanita, dan merupakan acara akad nikah serta menjadi puncak dari rangkaian upacara pernikahan adat Makassar. Calon mempelai pria diantar ke rumah calon mempelai wanita yang disebut Simorong. Calon mempelai pria diantar oleh dua rombongan keluarga pria, dengan komposisi:
(1). Petugas pembawa leko’ lompo
(seserahan/erang-erang), yang terdiri dari: Gadis-gadis berbaju bodo 12 orang
yang bertugas membawa bosara atau keranjang yang berisikan kue-kue dan busana
serta kelengkapan assesories untuk calon pengantin wanita; Petugas pembawa
panca terdiri dari 4 orang laki-laki. Panca berisikan 1 tandan kelapa, 1 tandan
pisang raja, 1 tandan buah lontara, 1 buah labu kuning besar, 1 buah nangka, 7
batang tebu, jeruk seperlunya, buah nenas seperlunya, dan lain-lain.
(2). Perangkat adat, yang terdiri dari: Seorang laki-laki pembawa tombak; Tiga orang anak kecil pembawa ceret; Seorang lelaki dewasa pembawa sundrang (mahar); Remaja pria 4 orang untuk membawa Lellu (payung persegi empat); Seorang anak laki-laki bertugas sebagai passappi bunting.
(3). Menyusul rombongan calon mempelai pria, yang terdiri: Rombongan orang tua; Rombangan saudara kandung; Rombongan sanak keluarga; Rombongan undangan.
Di masa sekarang, Assimorong dan prosesi Appanai Leko Lompo (seserahan) dilakukan bersamaan, maka rombongan terdiri dari dua rombongan, yaitu rombongan pembawa Leko Lompo (seserahan) dan rombongan calon mempelai pria bersama keluarga dan undangan.
Keluarga calon mempelai wanita lalu keluar menjemput kedatangan rombongan calon mempelai pria, dengan komposisi sebagai berikut:
• Dua pasang
sesepuh dari calon mempelai wanita keluar menjemput calon mempelai pria
dan memegang Lola menuntun calon pengantin pria memasuki rumah calon pengantin
wanita;
• Seorang ibu yang
bertugas menaburkan benno (sejenis pop corn dari beras) ke calon pengantin pria
saat memasuki gerbang kediaman calon pengantin wanita.
• Penerima
erang-erang atau seserahan.
• Penerima tamu.
Prosesi acara Assimorong
Setelah calon pengantin pria beserta
rombongan tiba di sekitar kediaman calon pengantin wanita, seluruh rombongan
diatur sesuai susunan barisan yang telah ditetapkan. Ketika calon pengantin
pria telah siap di bawa Lellu, sesepuh dari pihak calon pengantin wanita datang
menjemput dengan mengapit calon pengantin pria dan menggunakan Lola menuntun
calon pengantin pria menuju gerbang kediaman calon pengantian wanita. Saat tiba
di gerbang halaman, calon pengantin pria disiram dengan Benno oleh salah
seorang sesepuh dari keluarga calon pengantin wanita. Kemudian dilanjutkan
dengan dialog serah terima pengantin dan penyerahan seserahan leko lompo atau
erang-erang. Setelah itu calon pengantian pria beserta rombongan memasuki
kediaman calon pengantin wanita untuk dinikahkan. Kemudian dilakukan
pemeriksaan berkas oleh petugas KUA dan permohonan ijin kepada kedua orang tua
untuk dinikahkan, yang selanjutnya dilakukan dengan prosesi Ijab dan Qobul.
Appabajikang Bunting
Prosesi ini merupakan prosesi menyatukan
kedua mempelai. Setelah akad nikah selesai, mempelai pria diantar ke kamar
mempelai wanita. Dalam tradisi Makasar, pintu menuju kamar mempelai wanita
biasanya terkunci rapat. Kemudian terjadi dialog singkat antara pengantar
mempelai pria dengan penjaga pintu kamar mempelai wanita. Setelah mempelai pria
diizinkan masuk, kemudian diadakan acara Mappasikarawa (saling menyentuh).
Sesudah itu, kedua mempelai bersanding di atas tempat tidur untuk mengikuti
beberapa acara seperti penyerahan mahar atau mas kawin dari mempelai pria
kepada mempelai wanita, pemasangan sarung sebanyak tujuh lembar yang dipandu
oleh anrong bunting (pemandu adat). Hal ini mengandung makna mempelai pria
sudah diterima oleh keluarga mempelai wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju
ke depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appala’popporo atau sungkeman kepada
kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan
acara pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa.
Allekka’ bunting
Acara ini sering disebut sebagai
acara ngunduh mantu. Sehari sesudah pesta pernikahan, mempelai wanita ditemani
beberapa orang anggota keluarga diantar ke rumah orang tua mempelai pria.
Rombongan ini membawa beberapa hadiah sebagia balasan untuk mempelai pria.
Mempelai wanita membawa sarung untuk orang tua mempelai pria dan
saudara-saudaranya. Acara ini disebut Makkasiwiang.
Tidak ada komentar:
Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!