Istilah Turatea, pada awalnya merupakan wilayah yang
meliputi Jeneponto dan Takalar. Tapi setelah Pemerintah menerbitkan UU No. 29
Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi selatan, maka pada
saat itu Takalar mulai terpisah dari Jeneponto.
Dulu, di Jeneponto setidak-tidaknya ada 4 kerajaan yang
pernah eksis. Yaitu kerajaan Binamu, kerajaan Bangkala, kerajaan Tarowang dan kerajaan
Arungkeke. Hanya saja yang paling menarik menurut saya dari keempat kerajaan tersebut
adalah kerajaan Arungkeke. Di samping karena kerajaan ini menyimpan beragam
cerita yang unik, juga karena kerajaan inilah satu-satunya di Jeneponto yang
tidak pernah tunduk pada dominasi Kerajaan Gowa dan Bone, dan mampu membentuk
kerajaan otonom yang berdiri sendiri.
Meskipun berada dalam lintas politik tiga kerajaan
besar di Sulawesi Selatan, yaitu Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone,
dan juga tiga kerajaan lokal di sekitarnya, yaitu Binamu, Bangkala dan
Tarowang. Tapi kerajaan Arungkeke masih tetap memperlihatkan identitas lokalnya
yang khas, tanpa menafikan adanya asimilasi ragam budaya antar kerajaan yang
juga ikut mewarnai perjalanan panjang kerajaan ini. Bahkan ketika Binamu
dijadikan sebagai kerajaan besar, namun Kerajaan Arungkeke tetap berdaulat dan
tidak bersedia menjadi naungannya.
Asal Mula Kerajaan Arungkeke
==========================
Sebagaimana halnya kerajaan lainnya yang ada di
Sulawesi Selatan, kerajaan Arungkeke juga diyakini bermula dari munculnya sosok
wanita cantik dari Kayangan yang bernama Tumanurung. Tumanurung ini yang diberi
nama Toalu’ Daeng Taba’, turun di Arungkeke tepatnya di bawah Pohon Asam sambil
di ayun oleh pengawal dan budak yang menyertainya.
Konon, Ia berasal dari emas dan semua alat-alat yang
dipakainya pun terbuat dari emas. Termasuk baju, mahkota, lesung, alu, perhiasan
dan benda-benda lain yang Ia bawa serta. Saat kemunculannya yang tiba-tiba itu,
ia membunyikan tumbukan lesung dan alu di bawah pohon asam, sambil di iringi
suara gendang/ganrang bulo dan alat musik lainnya.
Oleh karena itu, dari dulu sampai berakhirnya kerajaan
ini, setiap kali mengadakan Pallantikang
Karaeng, selalu dilakukan di bawah pohon asam sambil di ayun, kemudian
memperdengarkan suara tumbukan lesung dan alu (Appadekko), dan suara
gendang/ganrang bulo, serta alat musik lainnya yang berusia ratusan tahun. Alat
musik ini dikenal dengan nama Ganrang
Talluna Arungkeke.
Kemudian, ada pula versi lain dari asal mula kerajaan ini. Katanya,
sebenarnya Kerajaan Arungkeke berawal dari larinya Arung Mutara’ Daeng Tabba
dari kerajaan Bone, Ia lari dari Bone karena tidak jadi dilantik menjadi Arung
Pone. Ia membawa pelayan, prajurit, dan seluruh harta kekayaannya menuju
Arungkeke, dan pada akhirnya dijadikan raja oleh rakyatnya. Setelah
pelantikannya, ia terpikat dengan salah seorang anak karaeng yang bernama Karaeng Intang. Karaeng Intang inilah
yang melahirkan anak dan kelak meneruskan pemerintahan ayahnya sebagai Karaeng
Arungkeke.
Tapi versi lain mengatakan, bahwa Arung
Mutara’ lari karena ia tidak ingin terlibat peperangan antara Kakaknya
Arung Palakka dengan Pamannya Sultan Hasanuddin.
Terlepas dari versi mana yang lebih valid, saya
cenderung lebih mengakui bahwa Kerajaan Arungkeke tidak terlepas dari
unsur-unsur Bugisnya. Itu dibuktikan dengan nama “Arungkeke” yang berasal dari
bahasa Bugis, “Arung” berarti Penguasa/Raja dan “Keke” berarti Kecil. Jadi
Arungkeke adalah sebuah kerajaan kecil yang berdaulat dan otonom, berdampingan
dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Jeneponto.
Arungkeke
dan Kerajaan Lainnya
============================
============================
Di masa lalu, Arungkeke adalah daerah dimana Islam pertama
kali disebarkan dan terkenal sebagai Serambi Mekahnya Jeneponto. Arungkeke juga
sebuah kerajaan yang besar sama seperti Binamu, Bangkala dan Tarowang. kerajaan
ini cukup diperhitungkan kebesarannya dan disegani di daerah Sulawesi Selatan. Adapun
wilayah kekuasaannya meliputi Palajau, Bulo-bulo, Arungkeke Tamanroya,
Arungkeke Pallantikang, Petang dan satu Kerajaan Palili yaitu Kerajaan Bungeng
yang kini menjadi bagian dari Kecamatan Arungkeke.
Arungkeke juga merupakan kerajaan exist di Sulawesi Selatan
pada abad ke 17 selain Gowa, Mandar, Sanrobone (Takalar), Bulo-bulo (Sinjai), Binamu
(Jeneponto), Suppa, dan Balanipa (Mandar).
Dari zaman dahulu, Arungkeke tidak pernah di perintah
oleh kerajaan-kerajaan besar manapun di Jeneponto. Tidak seperti Sidenre dan
Togo-Togo yang menjadi palili’/wanua (kerajaan bawahan) Binamu. Oleh karena itu
strata kebangsawanan Arungkeke sama dengan kerajaan Binamu, Bangkala dan
Tarowang.
Arungkeke
dan Kolonial Belanda
============================
============================
Saat Perang Makassar meletus, Arungkeke ikut melawan
penjajah Belanda di bawah pimpinan Karaeng Arungkeke ke 12 yaitu Djarigau’
Karaeng Cambang. Ia mengibarkan bendera kerajaan yang bergambar Ratu Pertama
Kerajaan Arungkeke, yaitu seorang wanita cantik yang menggunakan lesung dan alu yang
terbuat dari Emas. Beliau mengibarkan bendera tersebut, ketika prajuritnya melihat penjajah
dan pasukan Bugis di bukit dekat pantai Arungkeke. Bukit itu masih ada sampai
sekarang. Dan di waktu perang sedang berkecamuk, rakyat dan Raja Arungkeke ikut
dalam peperangan tersebut untuk membantu Gowa.
Dalam Perang Makassar itu juga, Bantaeng dan kerajaan
bawahan Arungkeke, serta kerajaan-kerajaan palili’ Gowa yang masih setia,
bersatu saling bahu membahu melawan penjajah Belanda dan para sekutunya.
Daftar
Nama-Nama yang Pernah Memerintah di Kerajaan Arungkeke
=========================================================
=========================================================
Adapun Raja yang pernah memerintah di Kerajaan Arungkeke adalah sebagai berikut:
• Ratu/ Karaeng
Baine Toalu’Daeng Taba (Tumanurung)
• Arung Mutara’
Daeng Tabba (asal Bone)
• Makkumala
Daeng Irawa (dari Bantaeng)
• Daeng Malonjo’
(dari Bantaeng)
• Daeng Mattinri
Karaeng Pakadoa
• Supanara’ Daeng
Nara (Gantarang Kindang Gowa)
• Mannyaurang Daeng
Tau (Anak Raja ke 6)
• Danta’
Mappasang/Mappa Daeng Pasang Karaeng Toa
• Pagonra Daeng
Momo
• Sallawa Daeng
Sayu Karaeng Assuluka
• Pattoreang Daeng
Kanna
• Djarigau’
Karaeng Cambang (dari Binamu-Gowa)
• Makkodo’ Karaeng
Bukkuka
• Kadieng Daeng
Maro Karaeng Po’nyayya
• Jannang Daeng
Rara
• Timung Daeng
Mabatu Karaeng Ammadaka
• Pabeta Daeng Buang
Karaeng Tinggia
• Jannang Daeng
Rara
• Pilla Karaeng
Loloa
• Kadieng
Karaeng Caddi
• Lawing Daeng Palliwang
Karaeng Ngilanga
• Jannang Daeng
Maro
• Kuri Daeng Jalling
Karaeng Toaya
• Mattuppuang Karaeng
loloa
• Tempo Karaeng
Gau (Tunijallo Ripassuki)
• A.Burhan Gassing
Karaeng Gassing
• Mahdi Karaeng
Kulle
• Rudda Karaeng
Moke
• Muh. Yunus Karaeng
Nojeng
• Muh. Sa’ing Karaeng
Bulu
• Pakihi Karaeng
Raja
• M. Jafar Bantang
Karaeng Ngawing
Yang pernah dilantik menjadi karaeng Baine antara
lain:
• Karaeng
Baineya/ Toalu’ Daeng Taba Karaeng Arungkeke (Tumanurung)
• Bulang Daeng/Karaeng
Romba Karaeng Baineya istri Raja ke 8
• Condong Daeng/Karaeng
Simung Kareng Baineya
• Kalisong Daeng
Datu’ Karaeng Balua Istri Raja 19.
(Dari beberapa sumber)
mantaaaap Booooos
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKerajaan arungkeke apakah ada hubungan dengan kerajaan tua ARA di tanahberu bira, I Bakkatera keturunan dari Andi baso Ara.? Mohon pencerahannya tabe.?
BalasHapusArungkeke kerajaan kecil yg dibentuk di abad 16/17 kerajaan induk sesungguhnya adalah bone,itupun setelah kerajaan bone dan gowa berperang,
BalasHapusMau sedikit bertanya daeng daeng perihal raja yang pernah berkuasa di arung keke, apakah sistem pemilihan rajanya itu mengikut garis keturunan atau bagaimana daeng?, krna yg kubaca, ada dari bantaeng bone dan gowa, makasih banyak daeng
BalasHapusTabe daeng
BalasHapusPelantikan rajax dinobatkan dari garis keturunan keluargax,setelah ratu tumanurung dan arung mutara dg tabba dilantik jd raja arungkeke.
BalasHapus