Dalam ilmu tasawuf, Nur Muhammad mempunyai
pembahasan mendalam. Nur Muhammad disebut juga hakikat Muhammad.
Sering dihubungkan pula dengan beberapa
istilah seperti al-qalam al-a’la (pena tertinggi), al-aql al-awwal (akal
utama), amr Allah (urusan Allah), al-ruh, al-malak, al-ruh al-Ilahi, dan al-ruh
al-Quddus.
Tentu saja, sebutan lainnya adalah insan
kamil. Secara umum istilah-istilah itu berarti makhluk Allah yang paling
tinggi, mulia, paling pertama dan utama. Seluruh makhluk berasal dan melalui
dirinya. Itulah sebabnya Nur Muhammad pun disebut al-haq al-makhluq bih atau
al-syajarah al-baidha' karena seluruh makhluk memancar darinya.
Ia bagaikan pohon yang daripadanya muncul
berbagai planet dengan segala kompleksitasnya masing-masing. Nur Muhammad tidak
persis identik dengan pribadi Nabi Muhammad saw. Nur Muhammad sesungguhnya
bukanlah persona manusia yang lebih dikenal sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
Namun tak bisa dipisahkan dengan Nabi
Muhammad sebagai person, karena representasi Nur Muhammad dan atau insan kamil
adalah pribadi Muhammad yang penuh pesona. Manusia sesungguhnya adalah
representasi insan kamil. Oleh karena itu, dalam artikel terdahulu, manusia
dikenal sebagai makhluk mikrokosmos.
Sebab, manusia merupakan miniatur alam
makrokosmos. Posisi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul dapat dikatakan sebagai
miniatur makhluk mikrokosmos karena pada diri beliau merupakan tajalli Tuhan
paling sempurna. Itu pula sebabnya, mengapa Nabi Muhammad mendapatkan berbagai
macam keutamaan dibanding Nabi-Nabi sebelumnya.
Bahkan hadits-hadits Isra’ Mi’raj
menyebutkan, Rasulullah pernah mengimami Nabi yang pernah hidup sebelumnya.
Melalui Nur Muhammad, Tuhan menciptakan segala sesuatu. Dari segi ini, Al-Jilli
menganggapnya qadim dan Ibnu ‘Arabi menganggapnya qadim dalam kapasitasnya
sebagai ilmu Tuhan dan baharu ketika ia berwujud makhluk.
Namun perlu diingat bahwa konsep keqadiman,
menurut Ibnu Arabi, ada dua macam, yaitu qadim dari segi dzat dan qadim dari
segi sesuatu itu masuk ke wilayah ilmu Tuhan. Nur Muhammad, menurut Ibnu Arabi,
masuk kategori qadim jenis kedua, yaitu bagian dari ilmu Tuhan (qadim al-hukmi)
bukan dalam qadim al-dzati.
Dengan demikian, Nur Muhammad dapat dianggap
qadim dalam perspektif qadim al-hukmi, namun juga dapat dianggap sebagai baharu
dalam perspektif qadim al-dzati. Dalam satu riwayat juga pernah diungkapkan
bahwa Nabi Muhammad adalah sebagai Nabi pertama dan terakhir.
Ia disebut sebagai Nabi pertama dalam arti
bapaknya para ruh (abu al-warh al-wahidah), Nabi terakhir karena memang ia
sebagai khatam an-nubuwwah wa al-mursalin.
Sedangkan, Nabi Adam hanya dikenang sebagai
bapak biologis (abu al-jasad). Jika dikatakan Muhammad saw Nabi pertama dan
terakhir bagi Allah SWT, tidak ada masalah.
Nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang
kelihatannya paradoks, seperti al-awwal wa al-akhir, al-dhahir wa al-bathin,
al-jalal wa al-jamal, juga tidak ada masalah bagi-Nya, karena itu semua hanya
di level puncak (al-a’yan ats-tsabitah) atau wujud potensial, tidak dalam wujud
aktual (wujud al-kharij).
Dasar keberadaan Nur Muhammad dihubungkan
dengan sejumlah ayat dan hadits. Di antaranya, "Sesungguhnya telah datang
kepadamu cahaya (Nur) dari Allah dan kitab yang menerangkan." (QS.
Al-Maidah 15).
Ayat lainnya, "Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu), bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak
menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab: 21). Ada pula hadits, "Saya adalah
penghulu keturunan Adam pada hari kiamat."
Hadits riwayat Bukhari menjadi dasar lainnya,
yaitu "Aku telah menjadi Nabi, sementara Adam masih berada di antara air
dan tanah berlumpur." Ada lagi suatu riwayat panjang yang banyak ditemukan
dalam literatur tasawuf dan literatur-literatur Syiah adalah pertanyaan
Sayyidina Ali RA kepada Rasulullah.
"Wahai Rasulullah, mohon dijelaskan apa
yang diciptakan Allah sebelum semua makhluk diciptakan?"
Rasul menjawab, "Sebelum Allah
menciptakan yang lain, terlebih dahulu Ia menciptakan nur Nabimu (Nur
Muhammad). Waktu itu belum ada lauh al-mahfuz, pena (qalam), neraka, malaikat,
langit, bumi, matahari, bulan, bintang, jin, dan manusia.
Kemudian dengan iradat-Nya, Dia menghendaki
adanya ciptaan. Ia membagi Nur itu menjadi empat bagian. Dari bagian pertama,
Ia menciptakan qalam, lauh al-mahfuz, dan Arasy. Ketika Ia menciptakan lauh
al-mahfuz dan qalam, pada qalam itu terdapat seratus simpul.
Jarak antar simpul sejauh dua tahun
perjalanan. Lalu, Allah memerintahkan qalam menulis dan qalam bertanya, 'Ya
Allah, apa yang harus saya tulis?' Allah menjawab, 'Tulis La Ilaha illa Allah,
Muhammadan Rasul Allah.' Qalam menjawab, 'Alangkah agung dan indahnya nama itu,
ia disebut bersama asma-Mu Yang Maha Suci.'
Allah kemudian berkata agar qalam menjaga
perilakunya. Menurut Allah, nama tersebut adalah nama kekasih-Nya. Dari
nur-Nya, Allah menciptakan Arasy, qalam, dan lauh al-mahfuz. Jika bukan karena
dia, ujar Allah, dirinya tak akan menciptakan apa pun. Saat Allah menyatakan
hal itu, qalam terbelah dua karena takutnya kepada Allah."
"Sampai hari ini, ujung qalam itu tetap
terbelah dua dan tersumbat sehingga dia tidak menulis, sebagai tanda dari
rahasia Ilahi."
"Oleh karena itu, jangan ada seorang pun
gagal dalam memuliakan dan menghormati Nabinya atau menjadi lalai dalam
meneladaninya. Selanjutnya, Allah memerintahkan qalam untuk menulis."
"Qalam bertanya, Apa yang harus saya
tulis, ya Allah? Dijawab oleh Allah, Tulislah semua yang akan terjadi sampai
hari pengadilan. Qalam pun kembali bertanya tentang apa yang harus ia mulai
tuliskan. Allah menegaskan, agar qalam memulai dengan kata-kata, Bismillah
Ar-Rahman Ar-Rahim."
"Dengan rasa hormat dan takut yang
sempurna, kemudian qalam bersiap menulis kata-kata itu pada Lauh Al-Mahfudz dan
menyelesaikan tulisan itu dalam kurun waktu 700 tahun. Saat qalam telah menulis
kata itu, Allah menyatakan bahwa qalam telah menghabiskan 700 tahun menulis
tiga nama-Nya."
Ketiga nama itu adalah nama keagungan-Nya,
kasih sayang-Nya, dan empati-Nya. Tiga kata-kata yang penuh barakah ini dibuat
sebagai hadiah bagi umat kekasih-Nya, yaitu Muhammad. Di samping ayat dan hadis
tersebut di atas juga masih ada nasihat atau perkataan yang menarik untuk
dikaji bersama.
Antara lain, ungkapan yang disampaikan
Al-Khallaj sebagai berikut, "Maha Suci (dzat) yang nasut-Nya telah
melahirkan rahasia cahaya lahut-Nya yang cemerlang; kemudian ia kelihatan bagi
makhluk-Nya secara nyata dan dalam bentuk (manusia) yang makan dan minum."
Mungkin inilah sebabnya mengapa Nabi Muhammad
memiliki berbagai keutamaan, seperti satu-satunya yang bisa mengakses langsung
Sidrah Al-Muntaha, maqam paling puncak, diberi Lailah Al-Qadr, diberi hak
memberi syafaat di hari kiamat, umatnya paling pertama dihisab, paling pertama
masuk surga, dan paling berhasil misinya.
Dalam kitab Fushush Al-Hikam karya Ibnu
Arabi, dibahas lebih mendalam hakikat Nur Muhammad (Haqiqah Al-Muhammadiyyah).
Yang menarik di dalam pembahasan itu, kita semua umat manusia mempunyai unsur-unsur kemuhammadan (Muhammadiyyah)
seperti halnya di dalam diri manusia terdapat unsur-unsur keadaman (Adamiyyah).
Muhammadiyyah, Adamiyyah, dan sejumlah
manusia suci lainnya, ternyata bermakna fisik dan simbolis, atau makna esoteris
di samping eksoteris. Uraian tentang Nabi Muhammad, kemuhammadan, dan Nur
Muhammad serta relasinya dengan kita sebagai sebagai makhluk mikrokosmos sangat
menarik disimak.
Terlepas apakah nanti setuju atau tidak
setuju keseluruhannya, itu wilayah otonomi intelektualitas kita masing-masing.
Wallahua’lam.***
Tidak ada komentar:
Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!