-->

Apa Itu Siri' Na Pacce?

Jufri Daeng Nigga | 11:38 PM | |
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



“Takunjungang bangung turu’,
nakuginciri’ gulingku,
kualleanna…
tallanga natoalia”.
(Jika layar telah terkembang,
kemudi telah terpasang,
kupilih tenggelam…
daripada mundur surut ke haluan).
(syair sinrilik)*****
Syair tersebut adalah sebuah semboyan kuno masyarakat Bugis-Makassar. Semboyan yang melahirkan tekad dan keberanian tinggi dalam menghadapi hidup. Semboyan yang membuat masyarakat Bugis-Makassar dikenal sebagai pelaut ulung. Mengarungi samudera luas, menapaki wilayah terasing, demi mempertahankan hidup yang cenderung kejam dan ganas.
Darimana semboyan itu muncul? Kenapa masyarakat Bugis-Makassar begitu kuat berpegang teguh pada semboyan tersebut? Ternyata jawabanya adalah karena budaya Siri’ na Pacce.

Pengertian Siri’ na Pacce
Siri' Na Pacce merupakan salah satu falsafah hidup Masyarakat Bugis-Makassar. Falsafah ini harus dijunjung tinggi, karena apabila seseorang tidak memiliki siri' na pacce, maka perilaku orang tersebut bisa dikatakan lebih rendah dari binatang. Kenapa? Karena cenderung tidak memiliki rasa malu, harga diri, dan kepedulian sosial.
Secara etimologi, Siri’ berarti: rasa malu (harga diri), sedangkan Pacce (bahasa Bugis: Pesse) berarti: rasa kasihan (pedih, perih). Jadi Siri’ na Pacce bisa diartikan sebagai sebuah ajaran moral masyarakat Bugis-Makassar, yang menganjurkan untuk saling menjaga harga diri satu sama lain, agar tidak merasa malu atau dipermalukan, serta saling menjaga rasa kesetiakawanan dalam bermasyarakat, dan tidak mementingkan diri sendiri.
Bagi masyarakat Bugis-Makassar, siri' mengajarkan moralitas kesusilaan yang berupa anjuran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi tindakan manusia untuk menjaga dan mempertahankan diri dan kehormatannya. Sedangkan, pacce mengajarkan rasa kesetiakawanan dan kepedulian sosial tanpa mementingkan diri sendiri dan golongan. Pacce merupakan sifat belas kasihan untuk ikut menanggung beban dan penderitaan orang lain. Seperti dalam pepatah: "Ringan sama dijinjing berat sama dipikul".

Awal Mula Siri’ na Pacce
Menurut Iwata (Peneliti dari Jepang),  pada mulanya, siri’ na pacce merupakan sesuatu yang berkaitan dengan kawin lari (silariang). Yakni jika sepasang pria dan wanita kawin lari, maka mereka dianggap telah melakukan perbuatan siri’ dan membawa aib bagi keluarga. Keluarga perempuan selanjutnya disebut tunipakasiri’/mate siri’. Yang selanjutnya berhak menuntut sang pria secara hukum adat untuk bertanggungjawab karena keluarganya dibawa kabur (silariang).
Selama belum melakukan perdamaian, maka selama itu pula sang pria tidak diperkenankan bertemu keluarga pihak perempuan sebagai pasangan kawin larinya. Perdamaian hanya bisa dilakukan secara adat, dengan membawa sang perempuan kembali ke rumahnya yang selanjutnya disebut a’baji’/battu baji’.
Jika ini belum dilakukan, maka status tunipakasiri’/mate siri’ tetap melekat bagi keluarga perempuan. Namun jika a’baji’ sudah dilaksanakan, maka pasangan kawin lari tadi secara hukum adat sudah terlindungi. Siapa saja yang mengganggunya akan dicap sebagai pelanggar adat dan dikenakan hukuman adat.
Tapi sesungguhnya, inti budaya siri’ na pacce itu bukan cuma berkaitan pernikahan. Tapi, mencakup seluruh aspek kehidupan orang Bugis-Makassar. Karena, siri’ na pacce itu merupakan jati diri bagi orang Bugis-Makassar.” Dengan falsafah siri’ na pacce, maka keterikatan dan kesetiakawanan di antara mereka mejadi kuat, baik sesama suku maupun dengan suku yang lain.
Konsep siri’ na sacce bukan hanya di kenal oleh dua suku ini, tetapi juga suku-suku lain yang menghuni daratan Sulawesi, seperti Mandar dan Tator. Hanya saja kosa katanya yang berbeda, tapi ideologi dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam berinteraksi.

Macam-Macam Siri’
Berdasarkan jenisnya siri' terbagi atas 2 yaitu:
Siri’ Nipakasiri'
Nipakasiri' terjadi apabila seseorang dihina atau diperlakukan diluar batas kewajaran. Maka ia atau keluarganya harus menegakkan siri'nya (appaenteng siri’) untuk mengembalikan kehormatan yang telah dirampas. Jika tidak, ia akan disebut "mate siri" atau kehilangan harkat dan martabatnya sebagai manusia di mata masyarakat. Bagi orang Bugis dan Makassar, tujuan atau alasan hidup yang tertinggi tidak lain adalah menjaga siri'nya. Mereka lebih memilih mati dari pada hidup tanpa siri'. Mati karena mempertahankan siri' biasa disebut "mate nigollai, mate nisantangngi" yang berarti mati secara terhormat untuk mempertahankan harga diri.
Siri' Masiri'/Appaenteng Siri’
Masiri'/Appaenteng Siri’ yaitu pandangan hidup yang bermaksud untuk mempertahankan, meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga dengan mengerahkan segala daya upaya demi siri' itu sendiri. Konsep inilah yang melahirkan sebuah semboyan “Takunjungang bangung turu’, nakugunciri’ gulingku, kualleangnga…,tallanga natoalia”. (Jika layar telah terkembang, kemudi telah terpasang, kupilih tenggelam…, daripada mundur surut ke haluan). Semboyan tersebut melambangkan betapa masyarakat Bugis-Makassar memiliki tekad dan keberanian yang tinggi dalam mengarungi kehidupan ini.
Beradasarkan nilai-nilai yang dikandungnya budaya siri' na pacce terbagi atas 3 yaitu:
Nilai Filosofis; Nilai Filosofis dari siri' na pacce adalah gambaran dari pandangan hidup orang-orang Bugis dan Makassar mengenai berbagai persoalan kehidupan yang meliputi watak orang Bugis Makassar yang reaktif, militan, optimis, konsisten, loyal, pemberani dan konstruktif.
Nilai Etis; Pada siri' na pacce terdapat nilai-nilai etis yang meliputi: teguh pendirian, setia, tahu diri, jujur, bijak, rendah hati, sopan, cinta dan empati.
Nilai Estetis; Nilai estetis dari siri' na pacce meliputi nilai estetis dalam non insani yang terdiri atas benda alam tak bernyawa, benda alam nabati, dan benda alam hewani

Penerapan Etos Siri’ na Pacce Saat Ini
Penetrasi besar-besaran budaya global melalui jalur globalisasi, telah membawa banyak perubahan di seluruh penjuru dunia. Ditambah lagi dengan besarnya pengaruh kekuatan ekonomi (economic power) negara-negara maju. Hal ini menempatkan negara berkembang termasuk Indonesia pada posisi yang serba sulit untuk menghindarinya. Satu-satunya jalan adalah mengantisipasinya, Indonesia harus bisa meminimalisir efek negatif yang ditimbulkan dari globalisasi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan sosok-sosok muda yang memiliki jiwa dan karakter yang mapan. Pemuda Indonesia yang notabene adalah pemimpin dan pemilik masa depan bangsa ini, seharusnya memiliki  siri’ na pacce dalam diri mereka. Karena, pemuda Indonesia kini adalah pemuda yang sudah terlalu jauh dari akar budaya mereka. Mereka sudah terlalu dalam terkontaminasi oleh pengaruh negatif globalisasi. Dengan adanya siri’ na pacce, pemuda akan lebih peka merasakan segala macam persoalan yang sedang melanda bangsanya. Mereka juga akan malu melihat keadaan negaranya serta malu jika ia hanya berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa untuk bangsanya.
Pemimpin yang memiliki siri’ na pacce dalam dirinya, akan memiliki keberanian serta ketegasan, namun tetap bijaksana. Pemimpin yang memegang teguh prinsip ini akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik karena mereka memiliki rasa peka terhadap lingkungan sekitar. Mereka dapat mendengarkan aspirasi orang-orang yang mereka pimpin. Hal ini sangat sejalan dengan konsep negara kita yaitu negara demokrasi.
Meskipun etos siri’ na pacce berasal dari masyarakat Bugis-Makassar, namun etos ini sangat bisa diterima secara nasional. Karena di berbagai daerah Indonesia juga terdapat etos atau pandangan hidup yang hampir sama dengan konsep siri’ na pacce. Ada wirang yang hidup di masyarakat suku Jawa, carok pada masyarakat suku Madura, pantang pada masyarakat suku di Sumatera Barat, serta jenga pada masyarakat suku di pulau Bali. Kesemua pandangan hidup dari berbagai daerah tersebut memiliki kesamaan konsep dengan siri’ na pacce, yaitu malu jika keadaan suku atau bangsa mereka tidak lebih baik dari suku atau bangsa lain. Kesemua konsep pandangan hidup tersebut menanamkan nilai-nilai luhur tentang semangat serta keberanian tanpa melupakan rasa lembut hati sebagai penyeimbangnya.

Artikel Lainnya:

2 komentar:

  1. Salut dengan makna semboyan ini. Namun apa sebenarx kontraversialx dg "pabbambangan na tolo?" kadang2 antara "siri na pacce" ini sulit dibedakan antara keduax. Mohon pencerahan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. beda jauh lah pebbambangang na tolo hanya mengedrpankan gaya bisa di katakan sok jago tanpa memikirkan yang di lakukan sesuai kebenaran atau tidak

      Hapus

Silahkan berkomentar secara bijak Sobat...!