“Takunjungang bangung
turu’,
nakuginciri’
gulingku,
kualleanna…
tallanga natoalia”.
(Jika layar telah
terkembang,
kemudi telah
terpasang,
kupilih tenggelam…
daripada mundur surut
ke haluan).
(syair sinrilik)*****
Syair tersebut adalah sebuah semboyan kuno
masyarakat Bugis-Makassar. Semboyan yang melahirkan tekad dan keberanian tinggi
dalam menghadapi hidup. Semboyan yang membuat masyarakat Bugis-Makassar dikenal
sebagai pelaut ulung. Mengarungi samudera luas, menapaki wilayah terasing, demi
mempertahankan hidup yang cenderung kejam dan ganas.
Darimana semboyan itu muncul? Kenapa
masyarakat Bugis-Makassar begitu kuat berpegang teguh pada semboyan tersebut?
Ternyata jawabanya adalah karena budaya Siri’ na Pacce.
Pengertian Siri’ na
Pacce
Siri' Na Pacce merupakan salah satu falsafah
hidup Masyarakat Bugis-Makassar. Falsafah ini harus dijunjung tinggi, karena
apabila seseorang tidak memiliki siri' na pacce, maka perilaku orang tersebut
bisa dikatakan lebih rendah dari binatang. Kenapa? Karena cenderung tidak
memiliki rasa malu, harga diri, dan kepedulian sosial.
Secara etimologi, Siri’ berarti: rasa malu
(harga diri), sedangkan Pacce (bahasa Bugis: Pesse) berarti: rasa kasihan
(pedih, perih). Jadi Siri’ na Pacce bisa diartikan sebagai sebuah ajaran moral
masyarakat Bugis-Makassar, yang menganjurkan untuk saling menjaga harga diri
satu sama lain, agar tidak merasa malu atau dipermalukan, serta saling menjaga
rasa kesetiakawanan dalam bermasyarakat, dan tidak mementingkan diri sendiri.
Bagi masyarakat Bugis-Makassar, siri'
mengajarkan moralitas kesusilaan yang berupa anjuran, larangan, hak dan
kewajiban yang mendominasi tindakan manusia untuk menjaga dan mempertahankan
diri dan kehormatannya. Sedangkan, pacce mengajarkan rasa kesetiakawanan dan
kepedulian sosial tanpa mementingkan diri sendiri dan golongan. Pacce merupakan
sifat belas kasihan untuk ikut menanggung beban dan penderitaan orang lain.
Seperti dalam pepatah: "Ringan sama dijinjing berat sama dipikul".
Awal Mula Siri’ na
Pacce
Menurut Iwata (Peneliti dari Jepang), pada mulanya, siri’ na pacce merupakan sesuatu
yang berkaitan dengan kawin lari (silariang). Yakni jika sepasang pria dan
wanita kawin lari, maka mereka dianggap telah melakukan perbuatan siri’ dan
membawa aib bagi keluarga. Keluarga perempuan selanjutnya disebut
tunipakasiri’/mate siri’. Yang selanjutnya berhak menuntut sang pria secara
hukum adat untuk bertanggungjawab karena keluarganya dibawa kabur (silariang).
Selama belum melakukan perdamaian, maka
selama itu pula sang pria tidak diperkenankan bertemu keluarga pihak perempuan
sebagai pasangan kawin larinya. Perdamaian hanya bisa dilakukan secara adat,
dengan membawa sang perempuan kembali ke rumahnya yang selanjutnya disebut
a’baji’/battu baji’.
Jika ini belum dilakukan, maka status
tunipakasiri’/mate siri’ tetap melekat bagi keluarga perempuan. Namun jika
a’baji’ sudah dilaksanakan, maka pasangan kawin lari tadi secara hukum adat
sudah terlindungi. Siapa saja yang mengganggunya akan dicap sebagai pelanggar
adat dan dikenakan hukuman adat.
Tapi sesungguhnya, inti budaya siri’ na pacce
itu bukan cuma berkaitan pernikahan. Tapi, mencakup seluruh aspek kehidupan
orang Bugis-Makassar. Karena, siri’ na pacce itu merupakan jati diri bagi orang
Bugis-Makassar.” Dengan falsafah siri’ na pacce, maka keterikatan dan
kesetiakawanan di antara mereka mejadi kuat, baik sesama suku maupun dengan
suku yang lain.
Konsep siri’ na sacce bukan hanya di kenal
oleh dua suku ini, tetapi juga suku-suku lain yang menghuni daratan Sulawesi,
seperti Mandar dan Tator. Hanya saja kosa katanya yang berbeda, tapi ideologi
dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam berinteraksi.
Macam-Macam Siri’
Berdasarkan jenisnya siri' terbagi atas 2
yaitu:
Siri’
Nipakasiri'
Nipakasiri' terjadi apabila seseorang dihina
atau diperlakukan diluar batas kewajaran. Maka ia atau keluarganya harus
menegakkan siri'nya (appaenteng siri’) untuk mengembalikan kehormatan yang
telah dirampas. Jika tidak, ia akan disebut "mate siri" atau
kehilangan harkat dan martabatnya sebagai manusia di mata masyarakat. Bagi
orang Bugis dan Makassar, tujuan atau alasan hidup yang tertinggi tidak lain
adalah menjaga siri'nya. Mereka lebih memilih mati dari pada hidup tanpa siri'.
Mati karena mempertahankan siri' biasa disebut "mate nigollai, mate
nisantangngi" yang berarti mati secara terhormat untuk mempertahankan
harga diri.
Siri'
Masiri'/Appaenteng Siri’
Masiri'/Appaenteng Siri’ yaitu pandangan
hidup yang bermaksud untuk mempertahankan, meningkatkan atau mencapai suatu
prestasi yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga dengan
mengerahkan segala daya upaya demi siri' itu sendiri. Konsep inilah yang
melahirkan sebuah semboyan “Takunjungang bangung turu’, nakugunciri’ gulingku,
kualleangnga…,tallanga natoalia”. (Jika layar telah terkembang, kemudi telah
terpasang, kupilih tenggelam…, daripada mundur surut ke haluan). Semboyan
tersebut melambangkan betapa masyarakat Bugis-Makassar memiliki tekad dan
keberanian yang tinggi dalam mengarungi kehidupan ini.
Beradasarkan nilai-nilai yang dikandungnya
budaya siri' na pacce terbagi atas 3 yaitu:
Nilai Filosofis; Nilai Filosofis dari
siri' na pacce adalah gambaran dari pandangan hidup orang-orang Bugis dan
Makassar mengenai berbagai persoalan kehidupan yang meliputi watak orang Bugis
Makassar yang reaktif, militan, optimis, konsisten, loyal, pemberani dan
konstruktif.
Nilai Etis; Pada siri' na pacce
terdapat nilai-nilai etis yang meliputi: teguh pendirian, setia, tahu diri,
jujur, bijak, rendah hati, sopan, cinta dan empati.
Nilai Estetis; Nilai estetis dari
siri' na pacce meliputi nilai estetis dalam non insani yang terdiri atas benda
alam tak bernyawa, benda alam nabati, dan benda alam hewani
Penerapan Etos Siri’
na Pacce Saat Ini
Penetrasi besar-besaran budaya global melalui
jalur globalisasi, telah membawa banyak perubahan di seluruh penjuru dunia.
Ditambah lagi dengan besarnya pengaruh kekuatan ekonomi (economic power) negara-negara
maju. Hal ini menempatkan negara berkembang termasuk Indonesia pada posisi yang
serba sulit untuk menghindarinya. Satu-satunya jalan adalah mengantisipasinya,
Indonesia harus bisa meminimalisir efek negatif yang ditimbulkan dari
globalisasi.
Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan
sosok-sosok muda yang memiliki jiwa dan karakter yang mapan. Pemuda Indonesia
yang notabene adalah pemimpin dan pemilik masa depan bangsa ini, seharusnya
memiliki siri’ na pacce dalam diri
mereka. Karena, pemuda Indonesia kini adalah pemuda yang sudah terlalu jauh
dari akar budaya mereka. Mereka sudah terlalu dalam terkontaminasi oleh
pengaruh negatif globalisasi. Dengan adanya siri’ na pacce, pemuda akan lebih
peka merasakan segala macam persoalan yang sedang melanda bangsanya. Mereka
juga akan malu melihat keadaan negaranya serta malu jika ia hanya berdiam diri
dan tidak berbuat apa-apa untuk bangsanya.
Pemimpin yang memiliki siri’ na pacce dalam
dirinya, akan memiliki keberanian serta ketegasan, namun tetap bijaksana.
Pemimpin yang memegang teguh prinsip ini akan membawa perubahan ke arah yang
lebih baik karena mereka memiliki rasa peka terhadap lingkungan sekitar. Mereka
dapat mendengarkan aspirasi orang-orang yang mereka pimpin. Hal ini sangat
sejalan dengan konsep negara kita yaitu negara demokrasi.
Meskipun etos siri’ na pacce berasal dari
masyarakat Bugis-Makassar, namun etos ini sangat bisa diterima secara nasional.
Karena di berbagai daerah Indonesia juga terdapat etos atau pandangan hidup
yang hampir sama dengan konsep siri’ na pacce. Ada wirang yang hidup di
masyarakat suku Jawa, carok pada masyarakat suku Madura, pantang pada
masyarakat suku di Sumatera Barat, serta jenga pada masyarakat suku di pulau
Bali. Kesemua pandangan hidup dari berbagai daerah tersebut memiliki kesamaan
konsep dengan siri’ na pacce, yaitu malu jika keadaan suku atau bangsa mereka
tidak lebih baik dari suku atau bangsa lain. Kesemua konsep pandangan hidup
tersebut menanamkan nilai-nilai luhur tentang semangat serta keberanian tanpa melupakan
rasa lembut hati sebagai penyeimbangnya.
Salut dengan makna semboyan ini. Namun apa sebenarx kontraversialx dg "pabbambangan na tolo?" kadang2 antara "siri na pacce" ini sulit dibedakan antara keduax. Mohon pencerahan.
BalasHapusbeda jauh lah pebbambangang na tolo hanya mengedrpankan gaya bisa di katakan sok jago tanpa memikirkan yang di lakukan sesuai kebenaran atau tidak
Hapus